Ibu Kota Negara
Warga Sekitar IKN dan Aktivis Pasang Banner Indonesia is Not For Sale, 14 Orang Dibawa Polisi
Warga sekitar IKN dan koalisi masyarakat sipil memasang banner Indonesia is not for sale saat HUT RI. Berujung 14 orang dibawa polisi.
Penulis: Mohammad Zein Rahmatullah | Editor: Amalia Husnul A
TRIBUNKALTIM.CO - Momen upacara HUT RI 17 Agustus 2024 tidak hanya sekadar kemeriahan di IKN Kaltim.
Warga sekitar IKN bersama Koalisi Masyarakat Sipil membentangkan banner bertuliskan Indonesia is not for sale di Jembatan Pulau Balang, Sabtu (17/8/2024).
Sebelum membentangkan banner bertuliskan Indonesia is not for sale, warga sekitar IKN Kaltim dengan koalisi masyarakat sipil ini juga menggelar upacara bendera di Pantai Lango, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU)
Banner Indonesia is not for sale ini berujung dengan penangkapan 14 orang yang memasangnya di Jembatan Pulau Balang.
Baca juga: Fakta di Balik Upacara HUT RI di IKN, Banner Indonesia is Not For Sale di Jembatan Pulau Balang
Baca juga: Masyarakat Aksi, HUT RI ke-79 Bentangkan Banner Indonesia is Not for Sale di Jembatan Pulau Balang
Baca juga: IKN For Sale Ala Presiden Jokowi, Politikus PKS Ungkit Masa Penjajahan Belanda
Meskipun Polda Kaltim bantah menangkap 14 orang aktivis tersebut.
Pembentangan kain merah berukuran 50x15 meter dengan corak tulisan putih bertuliskan “Indonesia is not for sale, Merdeka!” di Jembatan Pulau Balang oleh sejumlah aktivis lingkungan bersama dengan koalisi masyarakat sipil lainnya dan warga sekitar IKN menjadi perhatian.
Sejumlah banner lainnya terkembang dari atas perahu-perahu kayu yang melakukan parade kemerdekaan di perairan di bawah jembatan.
Beberapa di antaranya bertuliskan "Selamatkan Teluk Balikpapan", "Tanah untuk Rakyat", "Digusur PSN, Belum Merdeka 100 persen", "Belum Merdeka Bersuara", hingga "79 Tahun Merdeka, 190 Tahun Dijajah".
Namun belum tuntas menunaikan rangkaian tersebut, mereka lantas didatangi sejumlah aparat dan bahkan sempat menerima penahanan.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda, Yuda Almerio, salah seorang jurnalis yang berada di lokasi, menceritakan bagaimana ia dan rekan-rekannya sempat ditahan.
"Setelah spanduk dibentangkan, beberapa aparat Polairud datang menanyakan siapa yang memimpin aksi ini.
Kami memperkenalkan diri, tetapi ada kuasa hukum yang tinggal untuk bernegosiasi," ujar Yuda, Minggu (18/8/2024).

Ia juga menambahkan bahwa proses negosiasi berlangsung cukup alot.
"Kami berkali-kali diminta turun dari kapal, bahkan ada yang berkata, 'Kamu takutkah?' Saya merasa itu adalah bentuk serangan psikologis.
Baca juga: Istana Garuda di IKN Jadi Kontroversi dan Ramai di Medsos, IAI: Karya Seni Beda dengan Arsitektur
Kami tidak seharusnya diminta turun, apalagi kami hanya meliput," ungkap Yuda.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.