Berita Mahulu Terkini
Upaya Pemkab Tangkal Kekerasan Asusila di Mahakam Ulu, Fokus ke Perempuan dan Anak-anak
Kegiatan ini berlangsung di Ballroom lantai 3 Setkab Mahulu, Ujoh Bilang, Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Kalimantan Timur.
Penulis: Kristiani Tandi Rani | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, UJOH BILANG - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mahakam Ulu (Mahulu) baru saja menggelar Forum Akselerasi Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak melalui sosialisasi Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) terhadap Perempuan dan Anak di Kabupaten Mahulu, Kalimantan Timur.
Kegiatan ini berlangsung di Ballroom lantai 3 Setkab Mahulu, Ujoh Bilang, Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Kalimantan Timur pada Selasa (20/8/2024).
Asisten III Sekretariat Kabupaten (Setkab) Mahulu, Kristina Tening mengatakan sosialisasi ini bukan sekedar kegiatan formal belaka.
Tetapi merupakan langkah strategis untuk memperkuat perlindungan hukum dan sosial bagi masyarakat kabupaten Mahulu.
Baca juga: Modus Pengusaha Pupuk di Kukar Asusila ke Anak Karyawannya, Adik Korban Memergoki
"Khususnya perempuan dan anak-anak, terhadap ancaman kekerasan seksual," katanya.
Melalui momen ini juga, Ia menekankan pentingnya pemahaman mendalam mengenai dua undang-undang yang menjadi landasan hukum dalam konteks perlindungan terhadap tindak kekerasan.
Undang-undang tersebut yaitu UU nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak dan UU nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.
Undang-undang Nomor 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak merupakan perangkat hukum yang menegaskan komitmen negara dalam melindungi hak-hak anak.
"Di dalamnya diatur secara komprehensif mengenai hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkad dan martabat kemanusiaan," ujarnya.
Undang-undang ini juga menggarisbawahi perlindungan khusus bagi anak dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, dengan melibatkan peran aktif dari pemerintah, orang tua, dan masyarakat.
Perlindungan ini penting tidak hanya untuk memastikan keamanan fisik anak, tetapi juga untuk menjaga kesejahteraan psikologis dan sosial mereka.
Selanjutnya, Undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang UU TPKS hadir sebagai instrumen hukum yang lebih spesifik dan progresif dalam menangani kasus kekerasan seksual.
"Undang-undang ini tidak hanya berfokus pada aspek penal atau hukuman bagi pelaku," ucapnya.
Baca juga: Remaja di Kukar jadi Korban Asusila, Diperas Jutaan Rupiah hingga Ancaman Sebar Video Syur
Tapi undang-undang ini juga memberikan perhatian besar terhadap pemulihan korban. Di dalamnya terdapat berbagai ketentuan yang mengatur tentang pencegahan, penanganan, perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual.
Kekerasan tersebut mencakup kekerasan fisik, psikis, maupun kekerasan berbasis elektronik.
"Dengan kata lain, undang-undang ini berfungsi sebagai payung hukum yang holistik dalam menjawab kompleksitas kasus kekerasan seksual," tuturnya.
Bukti Nyata Perlindungan Hukum
Kehadiran dua undang-undang ini merupakan bukti nyata negara dalam memberikan perlindungan hukum yang lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Khususnya bagi mereka yang rentan menjadi korban kekerasan seksual. "Namun demikian, undang-undang ini hanya akan efektif apabila kita semua, baik dari kalangan pemerintah, masyarakat, maupun lembaga terkait, memahami dan mengimplementasikannya secara konsisten dan berkelanjutan," jelasnya.
Oleh karena itu melalui sosialisasi ini, Ia mengajak seluruh elemen masyarakat Mahulu untuk berperan aktif dalam pencegahan kekerasan seksual.
Serta mendukung korban dalam proses pemulihan.
"Menjadi mitra pemerintah dalam pemantauan serta pelaporan kasus kekerasan seksual. Kita hanya memastikan bahwa setiap individu di daerah ini, terutama perempuan dan anak-anak merasa aman dan terlindungi," pesannya.
Baca juga: Remaja di Samarinda Dibekuk Polisi karena Dugaan Asusila, Korban Terbius Bujuk Rayu Pelaku
Sosialisasi ini juga diharapkan dapat mendorong terwujudnya perubahan budaya di masyarakat.
Gejala kekerasan asusila tidak lagi menjadi tabu untuk dibicarakan. "Tetapi menjadi isu yang dapatkan perhatian serius dan penanganan yang tepat. Dengan begitu, kita bisa membangun masyarakat yang inklusif dan adil," harapnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.