Tribun Kaltim Hari Ini

Putusan MK Soal Pilkada 2024 Berlaku Sejak Diketuk Palu, KPU Tindaklanjuti Sebelum Pendaftaran

KPU RI bakal melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Pilkada seusai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Editor: Heriani AM
Tribun Kaltim
HL Tribun Kaltim hari ini. KPU RI bakal melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Pilkada seusai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNKALTIM.CO - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bakal melakukan revisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) Pilkada seusai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasalnya, putusan MK ini keluar kurang lebih sepekan jelang pendaftaran bakal calon kepala daerah di KPU pada 27 Agustus mendatang.

"Kami akan melakukan langkah-langkah lainnya yang diperlukan dalam rangka menindaklanjuti putusan MK sebelum tahapan pendaftaran calon kepala daerah dilaksanakan. Termasuk melakukan perubahan PKPU 8/2024 sesuai mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan tahapan dan jadwal pemilihan 2024," kata Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin, Selasa (20/8).

Adapun, saat ini KPU bakal segera melakukan konsultasi dan membahas putusan MK itu dengan DPR selaku pembentuk undang-undang untuk kemudian melakukan kajian atas putusan tersebut.

"KPU sebagaimana yang sudah-sudah, akan melakukan langkah-langkah yang sudah seharusnya kami lakukan,
konsultasi, membahas dengan para pihak. Untuk kemudian mengkaji putusan MK yang memang dibacakan beberapa hari menjelang masa pendaftaran calon kepala daerah akan segera dimulai," tambahnya.

Baca juga: Dampak Putusan MK, Adu Kuat Anies vs Ridwan Kamil Bisa Terwujud, Cek Hasil Survei Pilkada Jakarta

Palu diketok

HL Tribun Kaltim hari ini.
HL Tribun Kaltim hari ini. (Tribun Kaltim)

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekaligus Pakar Hukum Tata Negara Prof Mahfud MD ikut menanggapi putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024.

Menurut Mahfud yang juga mantan Menko Polhukam dan Anggota DPR RI, ini putusan MK tersebut langsung berlaku setelah dibacakan dan ketok palu dalam sidang kemarin di MK.

"Supaya diingat bahwa putusan MK itu berlaku sejak palu diketok jam 09.51 (WIB). Sejak saat itu juga dilakukan," kata Mahfud.

Mahfud memandang putusan MK tersebut lebih demokratis. Ia mengatakan pernah menyampaikan persoalan ambang batas tersebut saat Dapat Dengar Pendapat di DPR pada tahun 2018.

Baca juga: Putusan MK Terbaru, Gelora Kaltim: Agak Berat 3 Pasangan, Fokus ke Isran-Hadi di Pilkada Kaltim 2024

Saat itu, kata dia, ia mengatakan aturan terkait ambang batas saat itu tidaklah adil dan agar disesuaikan dengan prinsip keadilan.

Menurutnya, syarat ambang batas bagi partai politik perlu disejajarkan dengan syarat ambang batas bagi calon perseorangan. 

"Oleh sebab itu, saya kira ini keputusan yang bagus dan KPU harus segera melaksanakan ini. Dan ini terjadi di lebih dari 36 Pilkada yang juga akan menghadapi masalah yang sama dengan Jakarta yang akan dihadapkan dengan kotak kosong atau calon boneka," kata Mahfud.

Ubah syarat

Sebagaimana diketahui, MK memastikan partai nonparlemen alias tidak memiliki kursi di DPR/DPRD berpeluang mengusung pasangan kepala daerah dalam Pilkada Serentak 2024.

Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora, MK menolak permohonan provisi para pemohon.

Namun, MK mengabulkan bagian pokok permohonan.

"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8).

Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: "Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Baca juga: Putusan MK Terbaru Soal Pilkada 2024, KPU Kaltim Tunggu Pengaturan Lebih Lanjut

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 % (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 % (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut.

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5 % (enam setengah persen) di provins itersebut;

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh
suara sah paling sedikit 10 % (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5 % (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5 % (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 % (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".

Sebelumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora menggugat aturan terkait batasan partai politik tanpa kursi d DPRD dalam pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada.

Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).

Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."

Baca juga: Putusan MK Terbaru Soal Pilkada 2024, KPU Kaltim Tunggu Pengaturan Lebih Lanjut

Alasan MK

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan pengujian Undang-Undang (UU) Pilkada, yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, terkait pengusungan partai non seat DPRD.

Hal ini sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dibacakan dalam sidang pengucapan putusan di gedung MK,
Jakarta.

Dalam persidangan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan atau pertimbangan Mahkamah untuk mengabulkan gugatan a quo.

Ia menjelaskan, Pasal a quo telah kehilangan pijakan.

Selain itu, Mahkamah juga menilai ketentuan sebagaimana Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut tidak ada relevansinya lagi untuk dipertahankan.

Hal itu dikarenakan, kata Enny, jika dibiarkan, berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat.

"Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ucap Enny, membacakan pertimbangan hukum Putusan MK 60/PUU-XXII/2024.

MK melalui putusan nomor 60 kini menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Baca juga: Hasil Putusan MK Hari Ini tentang Pilkada: Batas Usia Cakada Ditetapkan Sebelum Penetapan Paslon

Cegah persekongkolan

Putusan MK 60/PUU-XXII/2024 yang menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD merupakan langkah bagus untuk menyelamatkan demokrasi dari upaya partai politik yang bersekongkol membuat skenario kotak kosong.

"Menurut saya ini putusan yang bagus ya untuk menyelamatkan demokrasi kita dari upaya membajak demokrasi di mana partai partai bersekongkol membeli perahu sehabis-habisnya, sehingga terbangun lah kotak kosong," kata pakar hukum tata negara Feri Amsari, Selasa (20/8).

Dengan adanya Putusan MK 60 ini Feri yakin jumlah kotak kosong hasil skenario partai-partai yang berkoalisi akan menjadi lebih sedikit.

Selain itu, ruang bagi masyarakat untuk memilih calon alternatif semakin terbuka lebar.

"Jadi ini putusan yang perlu disambut gembira karena betul-betul telah menyelamatkan potensi permainan demokrasi dengan upaya mempermainkan masyarakat pemilih," pungkasnya.

Segera Ubah

KPU didesak untuk segera melakukan revisi terhadap peraturan KPU (PKPU) pascaputusan MK terbaru yang berkaitan dengan pencalonan kepala daerah.

Desakan itu berasal dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) guna memastikan persyaratan Pilkada 2024 yang sebentar lagi memasuki tahapan pendaftaran sudah sesuai putusan MK.

"Mendesak KPU untuk segera merevisi dan mensosialisasikan Peraturan KPU tentang Pencalonan Kepala Daerah sesuai dengan Putusan MK terbaru," kata Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Agustyati.

Perempuan yang akrab disapa Ninis ini menegaskan ihwal ada dua putusan MK yang menurutnya penting terkait pencalonan kepala daerah yang dibaca hari ini.

Pertama, MK memastikan syarat usia 30 tahun untuk calon gubernur dan wakil gubernur, serta syarat usia 25 tahun untuk calon bupati/walikota wajib dipenuhi ketika mendaftar menjadi calon.

Putusan ini menurut Ninis sekaligus menghentikan kontroversi yang dibuat oleh Mahkamah Agung, usai membuat syarat usia dialihkan jadi syarat penetapan calon terpilih.

"Artinya, dengan putusan MK ini, syarat usia wajib dipenuhi calon kepala daerah ketika akan mendaftar," jelasnya.

Putusan kedua, MK membacakan putusan tentang syarat pencalonan kepala daerah.

MK menyatakan, syarat pencalonan kepala daerah partai politik tidak lagi menggunakan persentase 20 % kursi DPRD atau 25 % suara sah pemilu legislatif.

Menurut MK, syarat pencalonan kepala daerah yang konstitusional adalah dengan menggunakan perolehan suara hasil pemilu legislatif daerah, yang besarannya mengikuti besaran persentase untuk pemenuhan syarat calon perseorangan di pilkada, sesuai dengan rentang daftar pemilih pada tiap-tiap provinsi dan kabupaten/kota. (*)

Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim

Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved