Pilkada Kukar 2024
Akademisi Unmul Jadi Saksi Ahli di Sidang Gugatan KPU Kukar, Jelaskan Makna Pelantikan
Akademisi Universitas Mulawarman jadi saksi ahli di sidang gugatan KPU Kutai Kartanegara, jelaskan makna pelantikan.
Penulis: Miftah Aulia Anggraini | Editor: Diah Anggraeni
TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Akademisi dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah membantah isu yang menyebutkan bahwa dirinya tidak dilibatkan sebagai saksi ahli dalam sidang gugatan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kutai Kartanegara (Kukar), Sabtu (19/10/2024).
Dalam keterangan resminya, Herdiansyah menyampaikan, ia dihadirkan sebagai saksi ahli untuk KPU Kukar dalam persidangan sengketa Pilkada Kukar 2024 yang berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin.
Dalam sidang tersebut, Herdiansyah memberikan penjelasan mendalam mengenai makna dan implikasi pelantikan dalam konteks peralihan kekuasaan kepala daerah.
Ia menekankan bahwa masa jabatan kepala daerah dimulai sejak pelantikan, sesuai dengan ketentuan Pasal 162 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 serta Pasal 60 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Baca juga: KPU Kukar Umumkan Jadwal Rekrutmen KPPS untuk Pilkada 2024
Kedua undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa jabatan bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota berlangsung selama lima tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.
Herdiansyah menjelaskan lebih lanjut, bahwa proses pelantikan bukan sekadar formalitas, melainkan merupakan syarat yang sangat penting sebelum seorang kepala daerah dapat menjalankan tugasnya.
"Proses ini menandakan peralihan kekuasaan dari pejabat lama kepada pejabat baru dan memberikan legitimasi kepada pejabat baru untuk melaksanakan tugasnya,” ujar Dosen Hukum Tata Negara tersebut.
Baca juga: KPU Kukar Jadwalkan Simulasi Penetapan dan Pengundian Nomor Urut Calon Pilkada 2024
Mengurai Makna Pelantikan
Herdiansyah menggarisbawahi, pelantikan memiliki dua aspek penting.
Pertama, ia menandai peralihan kekuasaan, dan kedua, merupakan awal dari pelaksanaan kekuasaan pejabat yang baru.
Dalam konteks pemerintahan di Indonesia, hanya kepala daerah definitif dan penjabat yang dilantik secara resmi.
Prosedur pelantikan ini diatur dalam Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Penting untuk membedakan antara pelantikan dan pengukuhan.
Menurut Herdiansyah, pelantikan berkaitan dengan peralihan kekuasaan, sedangkan pengukuhan bersifat fungsional dan hanya berlaku untuk pejabat sementara.
“Oleh karena itu, perhitungan masa jabatan kepala daerah seharusnya dimulai saat pelantikan, bukan saat pengukuhan,” tegasnya.
Baca juga: KPU Kukar Konfirmasi Dukungan Partai Golkar untuk Pasangan DEAL Lewat Video Call
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.