Wawancara Eksklusif Calon Pilkada
Janji dan Mimpi Calon Walikota Bontang Sutomo Jabir, 'Masyarakat Harus Berpenghasilan Layak'
Berpasangan dengan Nasrullah, Sutomo Jabir maju sebagai calon walikota dengan diusung PKB, Partai Demokrat, Partai Hanura, dan Partai Garuda
Penulis: Muhammad Ridwan | Editor: Syaiful Syafar
TRIBUNKALTIM.CO, BONTANG - Pengalaman sebagai anggota legislatif di DPRD Kaltim menjadi modal bagi Sutomo Jabir maju dalam kancah Pilkada Bontang 2024.
Berpasangan dengan Nasrullah, Sutomo Jabir maju sebagai calon walikota dengan diusung PKB, Partai Demokrat, Partai Hanura, dan Partai Garuda.
Sejumlah rencana telah disusun oleh Sutomo Jabir jika nantinya terpilih sebagai Walikota Bontang periode 2024-2029.
Yang paling utama adalah memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat Bontang.
Sebab menurutnya, Bontang punya potensi untuk berkembang dan menjadi lebih baik dengan poisisinya yang diapit dua daerah kaya, yakni Kutai Timur dan Kutai Kartanegara.
Ditambah lagi lokasinya langsung berhadapan dengan Selat Makassar.
Baca juga: Resmi Mendaftar ke KPU Bontang, Sutomo Jabir: tak Semua Partai Berani Mendukung Saya dan Nasrullah
Sayangnya, Sutomo Jabir melihat masih banyak masyarakat Bontang yang belum punya penghasilan layak.
Hal itu berimbas dengan daya beli yang menurun, serta kesulitan memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari.

Lantas, bagaimana strategi Sutomo Jabir jika menjadi Walikota Bontang?
Simak wawancara ekslusifnya bersama Tribun Kaltim.
Bagaimana latar belakang Anda sampai menjadi seperti sekarang?
Orangtua saya itu dua-duanya suku Bugis ya. Ibu saya itu dari Pinrang, bapak saya itu Sidrap.
Mereka perantau dari dulu, zaman masih pakai kapal layar sudah merantau ke Kalimantan Timur.
Makanya saya lahir di Kalimantan Timur, saya lahir di Samarinda.
Tapi masa kecil saya kembali lagi ke Sulawesi Selatan, yaitu ke Pinrang saat masih umur dua tahun.
Saat itu ibu saya kembali ke Sulawesi Selatan, bapak masih tetap di sini. Sekitar tiga tahun saya di Pinrang.
Kemudian hijrah Kabupaten Luwu, waktu itu masih Luwu, sekarang sudah pecah jadi Luwu Timur.
Daerahnya di ujung perbatasan antara Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Tenggara.
Namanya Lampia, Desa Harapan Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu saat itu.
Daerahnya sangat terpencil untuk menuju ke sana, melewati sungai-sungai, tidak ada jembatan.
Dulu mobil yang masuk daerah saya itu mungkin sekali seminggu. Itu pun mobil kampas (mobil box) yang bawa-bawa barang-barang dan sembako.
Nah, saya itu tinggal agak jauh dari sekolah.
Karena agak jauh dari sekolah sekitar 2-3 kilometer, jalan kaki setiap hari, lewat hutan untuk sampai ke sekolah.
Alhamdulillah saya bisa tamat selama enam tahun di SD.
Kemudian karena di tempat saya tidak ada SMP, saya pindah ke ibu kota kecamatan, namanya Kecamatan Malili.
Tinggal di rumah kepala desa, yang sudah saya anggap seperti orangtua sendiri. Namanya Andi Makkarateng.
Saya tinggal selama SMP dan SMA di sana.
Kemudian sekolah di SMP Negeri 1 Malili.
Alhamdulillah pada saat SD itu saya ikut ujian, nilai saya tertinggi. Makanya bisa sekolah di SMP, bisa selesai dalam waktu tiga tahun.
Meskipun dari kampung, Alhamdulillah selalu masuk peringkat satu kalau di sekolah.
Lulus SMP, akhirnya saya naik ke SMA dan kembali masuk ke SMA Negeri 1 Malili dan saya sempat menjadi Ketua OSIS di sekolah itu.
Kemudian dari kelas 1 sampai kelas 3 itu, Alhamdulillah selalu ranking.
Selama sekolah SMA itu dapat beasiswa. Dulu namanya beasiswa dari Kantor Pos.
Se-Kabupaten Luwu, kalau tidak salah hanya dua orang yang dapat beasiswa itu.
Karena nilai saya bagus, masuk kuliah lewat jalur undangan dengan dua pilihan, masuk ITB atau Unhas.
ITB pilihannya saat itu kedokteran hewan karena pertanian. Kalau Unhas pilihanya jurusan teknik.
Akhirnya saya pilihlah yang dekat, yaitu Unhas.
Kuliah di Unhas bermodalkan beasiswa.
Jadi, selama tiga tahun saya dapat beasiswa dari Kantor Pos itu.
Bagiamana di masa kuliah?
Masuk kuliah tahun 1999.
Saya masuk kuliah lewat jalur matrikulasi karena lewat SPMB berbasis kita kan, masih di Fakultas Teknik Infrastruktur.
Ya karena aktif di berbagai organisasi internal maupun eksternal kampus, akhirnya agak lama nih (selesai) lima tahun.
Saya menjadi Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Luwu Timur (IPMALUTIM).
Kemudian beberapa kegiatan eksternal seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan internal kampus terutama di jurusan.
Kapan kembali ke Kaltim?
Bapak saya di Kaltim dulu buruh di perusahaan kayu sambil bertani.
Saudara ada sembilan, dua meninggal.
Saya anak keenam. Semua laki-laki.
Jadi, saudara-saudara saya itu di sini (Kaltim), hanya satu yang menetap di Malili.
Saya kembali ke Samarinda tahun 2005.
Kemudian mencari kerja di Bontang, sekitar tahun 2006.
Enam bulan bertahan tidak dapat kerja dan saya pindah ke Kutai Timur selama setahun.
Tahun 2007 saya kembali lagi ke Samarinda, karena di Kutim tidak dapat kerja.
Lalu di Samarinda kemudian ikut bergabung dalam asosiasi-asosiasi tenaga ahli konstruksi.
Akhirnya saya jadi instruktur di LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi).
Saya jadi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia, kemudian saya tergabung di gabungan kontraktor, namanya Gapeknas (Gabungan Pengusaha Kontraktor Nasional Indonesia).
Kenapa memilih Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), apa yang menarik bagi Sutomo Jabir hingga masuk PKB?
Saya suka PKB waktu itu karena didominasi oleh teman-teman yang notabene sederajat.
Artinya teman-teman itu masih muda-muda, semua oke, terutama di provinsi itu kan didominasi oleh teman-teman yang masih-masih muda, sehingga enak kita komunikasi.
Saya lihat persaingan itu sama dan peluangnya terbuka, sama bagi kita semuanya.
Akhirnya saya masuk di PKB dan pada saat itu saya pikir PKB sangat terbuka.
Begitupun Syafruddin (Ketua DPW PKB Kaltim), ini kan senior, kemudian berteman dan akrab.
Saya lihat persaingan di internal PKB itu sangat-sangat fair, artinya tidak ada hal-hal negatif yang ditonjolkan oleh teman-teman, meskipun kompetitor, akhirnya saya masuklah di PKB.
Jadi Anda mengawali dari nol di PKB?
Saya suka itu mengawali sesuatu dari bawah.
Pertama kali caleg bersaing dengan Safaruddin itu. Saya kalah, dapilnya Bontang-Kutim-Berau.
Akhirnya karena Syafruddin, mungkin melihat saya sebagai teman yang punya potensi, Pileg 2019 dia hijrah, pindah ke dapil Balikpapan. Akhirnya saya yang naik di dapil ini.
Awal jadi anggota DPRD bagaimana?
Saya duduk menjadi anggota DPRD suara kecil pada saat itu cuma 4.850.
Saya jadi DPRD mungkin paling minim dari segi keuangan pada saat itu, tapi Alhamdulillah bisa duduk.
Kemudian diberi peran yang menurut saya dengan komposisi cuma lima kursi, saya mungkin sebagai orang yang muda di DPRD diberi peran yang maksimal oleh PKB.
Anda memulai karier lebih lama di bidang konstruksi sebagai tenaga ahli dan sukses di dunia kontraktor, tapi mengapa kemudian ingin terjun ke dunia politik?
Karena memang latar belakangnya kita hidup dari organisasi.
Saya SMA sudah jadi Ketua OSIS. Di bangku kuliah sudah jadi Ketua IPMALUTIM.
Karena lama bergelut di beberapa organisasi, saat menggeluti bidang konstruksi saya pun jadi Ketua Gapeknas.
Kemudian saya menjadi Ketua Asosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Indonesia.
Artinya lebih banyak ke organisasinya.
Oleh karena itu, dengan begitu kita pasti berpikir bagaimana supaya bisa berkontribusi lebih banyak dalam hal pengambilan kebijakan.
Kita ingin bagaimana supaya ikut terlibat dalam pengambilan kebijakan.
Akhirnya masuklah jadi anggota DPRD, mungkin seperti itu.
Kenapa memilih Bontang sebagai arena bertarung di Pilkada 2024?
Selama menjadi anggota DPRD saya memilih dapil Bontang-Kutim-Berau.
Di sisi lain, di Bontang juga memang banyak keluarga.
Kalau di Berau saya harus akui tidak punya akar, tapi kalau Bontang saya punya banyak keluarga.
Karena Bontang ini merupakan suatu daerah yang menurut saya ada teka-teki yang harus kita jawab, yang harus kita realisasikan.
Apa teka-teki itu?
Kota Bontang punya potensi yang luar biasa menurut saya.
Posisinya sebagai kota diapit oleh dua daerah kaya, yakni Kutai Timur dan Kutai Kartanegara.
Kemudian berhadapan langsung dengan Selat Makassar.
Di sekitarnya banyak industri, tapi perekonomian masyarakatnya belum sesuai dengan harapan.
Apa indikatornya?
Coba lihat masyarakat kita yang tidak bersentuhan langsung dengan industri, daya belinya masih sangat rendah.
Kemudian tidak sedikit masyarakat kita ketika misalnya anaknya mau lanjut sekolah, harus menggadai motor misalnya.
Tidak sedikit masyarakat kita ketika ingin melanjutkan usaha-usaha perdagangan kecilnya harus pinjam di koperasi, rentenir, dan sebagainya.
Artinya keadaan ekonomi kita masih masih rendah.
Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Sutomo Jabir, Bakal Calon Walikota di Pilkada Bontang 2024
Kemudian kalau berbicara data perekonomian Bontang, belum bisa seimbang atau setara dengan perekonomian daerah sekitarnya.
Indikatornya adalah laju pertumbuhan ekonomi.
Bontang masih jauh tertinggal dibandingkan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Provinsi Kalimantan Timur.
Bontang masih di angka 4,13, sementara provinsi sudah di angka 6,6 lebih.
Artinya jauh ketinggalan.
Bahkan Bontang ini laju pertumbuhan ekonominya lebih rendah daripada laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Nah ada apa dengan Bontang?
Sementara banyak keluarga kita di sini, banyak masyarakat kita di sini yang perlu kita angkat kualitas ekonomi dan kualitas kesejahteraannya.
Menurut saya kalau kita tata Bontang ini, pasti akan menjadi lebih baik.
Andaikan terpilih sebagai walikota, Sutomo Jabir mau memperbaiki Bontang dari mana?
Saya mulai untuk memperbaiki kehidupan perekonomian masyarakatnya dulu.
Kita lokalisir masyarakat kita.
Kalau misalnya bekerja di perusahaan-perusahaan energi dan sebagainya itu sekitar 18.000 orang, itu enggak usah dipikirlah.
Kemudian pegawai-pegawai kita ini 5.000-an orang itu, enggak usah dipikirlah itu. Sudah sejahtera hidupnya.
Yang kita pikirkan ini adalah masyarakat kita yang bergerak di usaha-usaha kecil dan usaha-usaha di bidang perikanan yang masih belum sejahtera.

Oleh karena itu, pelaku usaha kita yang kecil harus disupport dari segi permodalan.
Tetapi tidak bisa lepas begitu saja, kita ini harus memikir secara utuh UMKM-UMKM kita yang bergerak.
Karena kalau kita kasih modal begitu saja, nanti habis saja modalnya.
Kita harus memikirkan dari hulu sampai hilirnya, dari bahan baku sampai pemasarannya.
Bagaimana contoh konkretnya?
Misalnya yang bergerak di bidang usaha keripik pisang, pemerintah harus berpikir menjaga kontinuitasnya.
Kita harus memikirkan bahan bakunya, mereka ambil pisang di mana, dengan harga yang murah, kalau misalnya wilayahnya Kutim, kalau perlu kita bikin MoU dengan petani-petani di Kutim itu supaya kontinyu.
Kalau dilakukan dengan bagus, setelah bahan bakunya kita pastikan ada dan kontinyu, baru kita berbicara masalah proses produksinya.
Lantas, apa lagi?
Itu kan terkait dengan dua hal.
Pertama alat produksi. Kedua terkait dengan sumber daya manusianya.
Kemudian alat produksinya masih menggunakan alat manual tidak.
Kalau masih menggunakan manual, kita harus hadirkan yang modern, supaya terkait dengan HPP-nya (Harga Pokok Produksi). Kalau harga bahan baku kita tekan, di pasaran bisa bersaing.
Karena di pasar itu kan persaingannya cuma dua, kualitas dan harga.
Kalau sudah bersaing dengan baik, tinggal packing-nya kita bagusin, baru kita cari pasarnya.
Begitupun misalnya dari segi produksi ikan ya.
Ini harus kita pastikan bahwa zona tangkap nelayan kita itu terpelihara dengan baik, bebas dari pengeboman terumbu karangnya, terpelihara, kita pasang rumpun di beberapa tempat sebagai sarang ikan.
Kalau itu sudah terlokalisir dengan baik, kita pikirkan peningkatan produksi nelayan kita.
Produksi nelayan kita itu kan terkait alat tangkap.
Kewenangan laut di bawah tanggung jawab provinsi, bagaimana Sutomo Jabir melihat ini?
Kita harus perbaiki persepsi kita terhadap kewenangan itu.
Laut memang kewenangan provinsi, tapi kewenangannya itu untuk mengatur, tidak berarti bahwa pemerintah kota tidak bisa membangun laut, tidak bisa membantu nelayan, tak begitu.
Dia harus mengatur, karena bicara laut ini kadang-kadang nelayan Bontang ada di wilayah Kukar, di wilayah Kutim. Nah, kalau diberikan wewenang itu kepada kota, muncul protes, sehingga pengaturan itulah diatur provinsi.
Tapi kalau bantuan ke nelayan-nelayan untuk membantu menjaga zona tangkapnya, tidak ada masalah.
Tahun lalu Pemerintah Kota Bontang itu salah persepsi, sehingga tidak boleh pokir, DPRD tidak boleh perikanan membantu nelayan, itu salah.
Saya sudah lama diskusi dengan Dinas Perikanan Provinsi Kaltim tentang hal ini.
Apa sebenarnya program utama Sutomo Jabir jika terpilih sebagai walikota?
Program utama saya kalau menjadi walikota bagaimana semua masyarakat Bontang itu mempunyai penghasilan yang layak.
Pokoknya fokusnya ayo kita rampungkan sama-sama, bagaimana penduduk yang tidak terlalu banyak ini, APBD kita banyak, itu saja dulu kita pikirkan. Bagaimana supaya mereka semua mendapatkan penghasilan yang layak.
Kalau penghasilannya layak, kemudian daya belinya kuat, persoalan pendidikan dan kesehatan itu mudah kita atasi, persoalan stunting itu mudah kita atasi.
Tapi biar kita beri program gratis, pendidikan gratis, kesehatan gratis kalau perekonomian mereka hancur tidak bisa juga kita maksimal.
Makanya visi kami itu mewujudkan Bontang sebagai Kawasan Ekonomi.
Bontang ini harus tumbuh menjadi pusat-pusat perekonomian.
Kemudian basis industri. Tidak mungkin kita mau (bangun) basis pertanian, basis perkebunan, tidak ada lahan kita.
Kita harus berbasis industri-industri dalam arti luas, ya seperti industri jasa, industri rumah tangga, industri kecil, menengah, industri manufaktur.
Anda menajnjikan bantuan 1.000 UMKM per tahun, tapi kenapa tidak ada angka yang disebutkan?
Kami belum memastikan nilainya karena itu terlalu dini.
Dalam artian, kalau cuma ingin menentukan sekian juta tanpa berpikir pun itu bisa kita lakukan, tetapi kita harus ditantang bagaimana dengan uang yang ada itu bisa menyelesaikan persoalan dasar yang didampingi oleh UMKM.
Kita tentukan dari sekarang, misalnya Rp 5 juta atau Rp 10 juta, terus kebutuhan untuk membangun secara menyeluruh ini dengan uang Rp 10 juta apakah sudah bisa mandiri?
Oleh karena itu, betul-betul kita harus mengkluster kemudian melihat potensi UMKM kita. Apa kebutuhannya nanti, bukan cuma uang tapi alat produksinya juga.
Tapi di program lain Anda menyebut angka, misalnya bantuan RT sebesar Rp 100 juta per tahun, kemudian bantuan Rp 25 juta sampai Rp 100 juta untuk ormas. Mengapa?
Kalau RT itu kita lihat beda-beda kualitasnya.
Misalnya di daerah pesisir dengan di daerah kota atau di daerah perumahan PKT, itu beda pasti penanganannya.
Kalau di daerah pesisir itu kalau dialokasikan lebih banyak pasti bisa terserap, karena masih banyak infrastruktur, masih banyak kebutuhan-kebutuhan yang bisa kita gerakkan di sana.
Kalau daerah (perumahan) PKT paling persampahan atau persoalan sosial keagamaan yang bisa kita lakukan, karena sudah tertata bagus di sana.
Baca juga: Maksimalkan Serapan Anggaran 2023, Sutomo Jabir Minta Pemda Persiapkan Lelang sejak Dini
Kenapa kita sebut angka, dengan angka itu kita berharap bahwa tidak ada daerah di Kota Bontang ini yang tidak tersentuh oleh anggaran pemerintah.
Kalau RT kita libatkan semuanya berarti tidak ada daerah yang luput dari perhatian kita, nanti tinggal kita nilai efektivitas dari penggunaan ini itu berapa, dari pemanfaatannya perlu ditambah atau tidak, makanya ada range biaya.
Gambarannya apakah bantuan itu sifatnya swakelola atau tidak?
Nanti kita atur lewat Perwali. Kita maunya langsung ke RT, mereka yang melaksanakan, cuma memang rawan kalau di RT pertanggungjawaban keuangannya karena pasti diaudit.
Oleh karena itu, kita harus dampingi RT kita dengan dari bantuan hukum, supaya mereka tidak terjebak dalam penyalahgunaan anggaran.
Kenapa saya berani mengambil angka itu, karena saya melihat di Samarinda itu sangat efektif.
Bagaimana respons masyarakat?
Responsnya bagus. Harapan mereka dengan uang itu bisa mensupport tidak hanya infrastruktur kayak perbaikan jalan-jalan, tapi juga kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti senam dan lainnya.
Salah satu program Anda adalah pendidikan gratis, konteksnya bagaimana?
Kita kasih buku gratis. Yang jelas kami tidak mau ada anak usia sekolah Bontang yang tidak sekolah.
Pokoknya apa pun kendalanya harus kita atasi.
Jadi, tidak boleh lagi ada masalah bersekolah. Misal buku sekolah, baju, sepatu, ke sekolah itu kira-kira habis berapa per anak dengan pembayaran SPP.
Katakanlah pemerintah mengeluarkan uang Rp 5 juta untuk siswa yang jumlahnya 12.000 orang, kalau dikali cuma Rp 60 miliar.
Anggaran pendidikan Rp 600 miliar, coba hitung bagus-bagusnya, semuanya logis dan kita akan berbuat adil-adilnya, tidak boleh ada anak usia sekolah tidak sekolah.
Kita ini sebentar lagi masuk di era terdidik semuanya, kita ini mengejar untuk masuk ke masa keemasan, sehingga saya itu tidak memasang target, yang jelas apa kendalanya itu yang kita tuntaskan.
Apa target generasi emas tahun 2045?
Kita itu punya cita-cita menghadirkan generasi emas sebelum target nasional sebelum 2045.
Mestinya Bontang sudah mampu mewujudkan itu. Apa sih indikasinya, generasi emas itu tahu enggak? Sampai (tahap) apa yang indikasinya dikatakan generasi emas?
Pertama orangnya sudah cerdas, pendapatannya tidak ada lagi menengah ke bawah, yang ada menengah ke atas.
Oleh karena itu, dari sekarang kita persiapkan nih proses percepatan transformasi ke arah sana.
Transformasi di bidang sosial, di bidang ekonomi, di bidang tata kelola pemerintahan, dari sekarang ini.
Kalau sekarang kita tidak benahi dengan baik, ya bisa-bisa kita ketinggalan.
Oleh karena itu, mengarah ke sana karena indikasinya salah satunya adalah pendapatan, maka sekarang kita mau perbaiki perekonomian, struktur perekonomian kita, perekonomian masyarakat.
Baca juga: Sutomo Jabir Reses di Kutai Timur, Warga Desa Loong Lees Keluhkan Listrik PLN hingga Bantuan Pangan
Manajemen masyarakat kita yang lebih mudah kita wujudkan, dibanding daerah lain secara geografis kecil penduduknya terbatas.
Mestinya, semuanya sudah bisa dideteksi secara teknologi.
Semuanya kan sudah dideteksi secara digital masyarakat kita ini, yang mana miskin, yang mestinya sudah terdeteksi semua di Kota Bontang ini.
Oleh karena itu, dengan anggaran kita yang besar ini sampai Rp 3,4 triliun harus kita berpikir untuk berinvestasi infrastruktur maupun SDM. Kalau lebih banyak kita pakai untuk belanja habis, khawatir kita.
Bagiamana rencana mengelola APBD?
APBD kita dipengaruhi oleh energi, minyak, gas, batu bara.
Sekarang di Timur Tengah terjadi perang.
Ukraina perang sama Rusia, kemudian di Suriah. Akhirnya krisis energi, akhirnya harga batu bara naik, minyak naik, gas naik. Ini yang kemudian menyebabkan APBD kita tinggi.
Tapi kalau di sana sudah stabil, drop lagi. Harga batu bara tidak laku lagi.
Karena itu, mumpung APBD kita bagus, sekarang ini harus betul-betul kita investasikan, supaya ke depan kita tidak tergantung dari bagi hasil, tergantung tapi tidak terlalu dominan, tapi betul-betul oleh PAD (Pendapatan Asli Daerah).
Kalau provinsi itu PAD-nya sudah di angka Rp 9-10 triliun, sementara kalau kita ini PAD-nya Rp 260 miliar. Tidak cukup untuk menggaji karyawan pegawai.
Kaltim ini punya tiga kota, yakni Balikpapan, Samarinda, dan Bontang.
Selalu saya katakan, mestinya Bontang ini mengambil peran jasa daerah-daerah sekitarnya.
Orang mau sekolah, kuliah, tugas kita menyiapkan infrastruktur yang bisa memfasilitasi mereka.
Bagaimana dengan fasilitas kesehatan?
Rumah sakit kita harus hadir sebagai rumah sakit rujukan, karena Samarinda dan Balikpapan sudah ada.
Di Balikpapan ada RSKD, di Samarinda sudah punya RS AWS. Sekarang Bontang lagi dong.
Di sana sudah penuh lagi dengan adanya IKN. Perjuangan kita selanjutnya di Bontang ini harus ada juga rumah sakit tipe A.
Bagiamana dengan infrastruktur?
Bontang ini harus ada pelabuhan yang besar yang setara dengan pelabuhan seperti di daerah lain. Supaya orang pulang kampung tidak lagi ke Balikpapan atau ke Samarinda.
Bontang harus tampil mengambil peran itu, karena ini kota jasa dan punya pasar yang jelas.
Di wilayah utara, Bontang mestinya tampil mengambil alih jasa trasportasi.
Bagaimana komitmen Anda dengan penangnan banjir?
Kalau (keberadaan) polder-polder itu memang penting karena dia pengendali banjir, pengendali air.
Sebenarnya air itu anugerah, tinggal bagaimana kita mengatur air itu supaya bisa bermanfaat. Tapi di beberapa tempat, di beberapa kabupaten di Kaltim jadi bencana, termasuk Bontang ini.
Oleh karena itu, memang secepatnya kita harus melakukan perbaikan-perbaikan banjir yang sekarang yang masih parah. Misalnya di Guntung.
Makanya saya selama di DPRD Provinsi itu mendorong bagaimana Bendungan Suka Rahmat bisa selesai, tapi kemarin sempat terkendala.
Tapi itu izinnya sudah selesai, kemudian sekarang pada tahap studi kelayakannya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat teratasi.
Tinggal kita membuat sungai-sungai di Guntung sampai di muara-muara.
Baca juga: Sutomo Jabir Klaim Raih Restu dari PKB Kaltim untuk Pilkada Bontang 2024, Bukan Basri Rase
Pemerintah Kota tinggal melokalisir dengan menjaga sedimen-sedimennya, misalnya saat kemarau kita harus normalisasi.
Kemudian jalannya harus kita tinggikan, karena terlalu rendah jalan yang ada di situ.
Lagi-lagi untuk menanggulangi banjir sebenarnya sudah ada ahlinya, tinggal political will dari pemerintahnya.
Berapa fokus perhatian pemerintah. Seperti di Samarinda, Karang Mumus itu bukan pakai uang Samarinda, tapi pakai dana APBN.
Di Bontang ini, idealnya sungai-sungai kita ini tanggung jawab provinsi. Idealnya begitu.
Bagaimana dengan penanganan masalah pasar?
Kita harus memanage pasarnya. Itu harus bagus.
Artinya, Pasar Rawa Indah itu posisinya sebagai pasar pengumpan, memang untuk belanja sehari-hari masyarakat, kemudian marketnya itu harus jelas.
Ketika orang berbicara sayur misalnya, di mana? Di Rawa Indah.
Bicara masalah ikan di mana? Harus ada pusatnya.
Sehingga dengan begitu tidak saling membunuh.
Berapa pasar yang saya kunjungi problemnya sama, sepi. Termasuk pasar malam di Berbas sepi, karena yang dijual di sana, itu juga yang dijual di Rawa Indah.
Nah, Rawa Indah itu pasar besar. Dia harus menjadi pasar utama. Artinya dia itu mestinya lebih murah dibandingkan yang lain.
(TribunKaltim.co/Muhammad Ridwan)
Janji dan Mimpi Calon Gubernur Rudy Mas'ud, 'Anak-anak Kaltim Gratis Pendidikan hingga S3 ' |
![]() |
---|
EKSKLUSIF Cerita Isran Noor Cagub Kaltim 2024, dari Hadi Mulyadi, Kaltim Berdaulat, hingga Mahulu |
![]() |
---|
Janji dan Mimpi Fahmi Fadli, Calon Bupati Paser 2024, Tuntaskan Jembatan, Jalan, dan Air Bersih |
![]() |
---|
Anggaran RT Mulai Rp 100 Juta per Tahun, Janji Dendi Suryadi Calon Bupati Kutai Kartanegara 2024 |
![]() |
---|
Janji dan Mimpi Calon Bupati Kukar Edi Damansyah, Rp 100 Miliar Bangun Infrastruktur Pedesaan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.