Pilkada Jateng 2024
Kritik Presiden Prabowo yang Kampanyekan Ahmad Luthfi, Ganjar: Contoh Buruk, Harusnya Cuti
Ganjar menyoroti pentingnya menjaga netralitas jabatan presiden dalam proses pemilihan kepala daerah.
Pasalnya, sejumlah survei menunjukkan elektabilitas Luthfi-Taj Yasin Maimoen di Jawa Tengah berada di bawah pasangan Andika-Hendi.
Baca juga: Endorse Luthfi-Yasin di Pilkada Jateng 2024, Prabowo Didesak Minta Maaf, JPPR: Ini Bentuk Intervensi
Hasil survei Litbang Kompas pada 15-20 Oktober 2024 menunjukkan, elektabilitas Andika-Hendrar 28,8 persen.
Sementara itu, elektabilitas Luthfi-Yasin sedikit di bawahnya, yakni 28,1 persen.
Beredarnya video dukungan Prabowo ini, kata Hasto, memperkuat dugaan ada campur tangan Jokowi dalam Pilkada Jateng 2024.
“Dengan demikian, pernyataan Presiden Prabowo tersebut bukan murni kehendak beliau dan lebih mencerminkan kekhawatiran Jokowi,” kata Hasto, Senin (11/11/2024) dilansir Kompas.com.
Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Deddy Sitorus, mengklaim harapan pemilu berlangsung secara jujur dan adil (jurdil) hilang.
Terlebih saat Prabowo terang-terangan berkampanye untuk Luthfi-Taj Yasin.
Hal itu diungkapkan Deddy dalam rapat kerja Komisi II DPR dengan pejabat (Pj) kepala daerah di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2024).
"Ketika Presiden RI turun kelasnya menjadi campaigner, jurkam untuk satu calon, saya kira kita kehilangan harapan bahwa Pemilu ini memang akan berlangsung dengan Jurdil," kata Deddy.
Baca juga: Nasib Andika Perkasa Usai Presiden Prabowo Ikut Endorse Ahmad Luthfi di Pilkada Jateng 2024
Sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo memang berhak untuk melakukan kampanye.
Namun, sejatinya hal itu dilakukan sebelum masa kampanye dilakukan.
"Kalau itu dilakukan sebelum masa kampanye sangat boleh sebagai ketua umum, tetapi sebagai presiden yaitu tadi ada tahapan, regulasi yang harus diikuti," kata Deddy.
Deddy menjelaskan, selain sebagai ketua umum partai, Prabowo memegang tiga jabatan yang sangat penting, yakni kepala negara, kepala pemerintahan, dan panglima tertinggi angkatan bersenjata.
"Saya takutnya, walaupun mungkin pak presiden tidak berniat atau tidak terpikirkan, ada itu menjadi acuan seluruh instrumen di bawahnya, bisa ditangkap secara berbeda, bisa multiinterpretasi, Pak. Saya kira hal ini harus diluruskan," kata Deddy.
Lebih lanjut, Deddy berharap Prabowo memberikan penjelasan tentang dukungan tersebut sehingga tidak dimaknai sebagai perintah bagi bawahannya untuk cawe-cawe.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.