Berita Nasional Terkini
5 Fakta 20 Tahun Hubungan Jokowi dengan PDIP dari Walikota Solo, Retak Jelang Pilpres, Kini Berakhir
5 fakta 20 tahun perjalanan Jokowi dengan PDIP, dari Walikota Solo, retak jelang Pilpres 2024 hingga kini berakhir.
TRIBUNKALTIM.CO - Hubungan PDIP dengan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo yang lebih dikenal dengan Jokowi resmi berakhir setelah Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto menyebut Jokowi dan keluarganya sudah bukan lagi bagian dari PDIP.
Pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menjadi akhir 20 tahun perjalanan Jokowi bersama PDIP yang membesarkan namanya.
Diketahui, Jokowi menjadi bagian dari PDIP sejak menjadi pencalonan Walikota Solo, Gubernur Jakarta hingga menjadi Presiden Republik Indonesia.
Kini, PDIP menegaskan Jokowi tidak lagi dianggap sebagai bagian dari partai berlambang banteng itu.
Baca juga: Hasto Tegaskan Jokowi, Gibran dan Bobby Tidak Lagi Bagian dari PDIP, Jokowi Klaim Masih Simpan KTA
"Saya tegaskan kembali. Bapak Jokowi dan keluarga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDI Perjuangan," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Krsityanto dalam konferensi pers di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (4/12/2024).
Putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan menantu Jokowi, Bobby Nasution, memang pernah tergabung dengan PDIP yang mengusung mereka menjadi wali kota Solo dan wali kota Medan.
Namun, PDIP kini sudah tidak menganggap Jokowi dan keluarganya sebagai bagian karena dinilai punya ambisi kekuasaan yang tiada henti.
Menurut Hasto, hal itu tidak sejalan dengan cita-cita yang diperjuangkan Presiden Pertama RI Soekarno atau Bung Karno ketika masa-masa membangun Partai Nasional Indonesia (PNI).
"Maka di dalam proses ini yang dilakukan oleh PDI Perjuangan kita tidak akan pernah kehilangan dari gagasan-gagasan ideal bahwa dari seorang rakyat biasa bisa berproses menjadi seorang pemimpin," ungkap Hasto.
DPP PDIP tak mengindahkan terkait pengakuan Jokowi bahwa Kartu Tanda Anggota (KTA) partai masih ia simpan.
Sebab, menjadi anggota PDIP bukan dihitung dari persoalan memiliki KTA atau tidak.
"Tetapi pada komitmen di dalam membangun peradaban kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.

PDI Perjuangan percaya pada nilai-nilai Satyam Eva Jayate, sehingga mereka yang menanam angin akan menuai badai," kata Hasto.
Jokowi diketahui meniti karier politik di pemerintahan bersama PDIP, mulai dari menjadi Wali Kota Solo dua periode hingga Presiden RI dua periode.
Baca juga: Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution Bukan PDIP Lagi, Hasto: Ambisi Kekuasaannya Tak Pernah Berhenti
Berikut 5 fakta 20 tahun perjalananan Jokowi dengan PDIP:
Gabung PDIP jadi Walikota Solo
Pria yang meraih gelar S1 dari Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini bergabung dengan PDIP pada tahun 2004.
Setelah bergabung dengan PDIP, Jokowi yang sukses menjalani bisnis mebel lantas memutuskan maju menjadi calon Wali Kota Solo pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Solo pada 2005.
Berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo, Jokowi memenangkan Pilkada Solo dan dilantik menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo periode 2005-2010.
Kemudian, Jokowi dan FX Rudy kembali maju sebagai petahana pada Pilkada Solo 2010.
Hasilnya, Jokowi dan FX Rudy kembali memenangkan kontestasi dan dilantik menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo periode 2010-2015.
Gubernur DKI Masih bersama PDIP, Jokowi dipercaya maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta pada Pilkada DKI tahun 2012.
Padahal. dia baru dua tahun menjabat sebagai Wali Kota Solo saat itu.
Jokowi dipasangkan dengan mantan Bupati Belitung Timur Basuki Tjahaja Purnama atau yang karib disapa Ahok yang merupakan kader Partai Gerindra.
Namun, langkah Jokowi-Ahok yang saat itu diusung oleh PDIP dan Gerindra tidak mudah.
Sebab, harus menghadapi lima pasangan calon (paslon) lainnya.
Lima paslon lainnya adalah Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli yang diusung Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Hanura, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Bulan Bintang (PBB), PKNU dan PMB.
Lalu, Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini yang diusung Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Kemudian, Alex Noerdin-Nono Sampono yang diusung Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Damai Sejahtera (PDS) dan sejumlah partai kecil lainnya.
Selanjutnya, ada dua paslon dari jalur independen, yakni Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria dan Faisal Basri-Biem Triani Benjamin.
Kemenangan juga tidak mudah diperoleh pasangan Jokowi-Ahok.
Sebab, pilkada harus berlangsung dua putaran lantaran tidak ada paslon yang meraih 50 persen + 1 suara pada putaran pertama.
Meskipun, Jokowi-Ahok sebenarnya keluar sebagai pemenang pada putaran pertama dengan 1.847.157 suara atau sebesar 42,60 persen.
Akhirnya, kemenangan tetap berpihak pada Jokowi-Ahok.
Pasangan ini berhasil mengalahkan pasangan Foke-Nachrowi putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Saat itu, Jokowi-Ahok mendapatkan 2.472.130 suara atau 53,82 persen.
Sedangkan Foke-Nachrowi mendapatkan 2.120.815 atau 46,18 persen. Jokowi-Ahok pun resmi terpilih dan dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017.
Baca juga: Status Jokowi di PDIP Kembali Disorot Usai Effendi Simbolon Dipecat, Jawaban Puan Maharani
Presiden RI
Setelah sukses mengantarkan Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, PDIP memboyong pria kelahiran Surakarta, 21 Juni 1961 ini menjadi calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden 2014.
Padahal, saat itu, Jokowi diketahui juga baru dua tahun memimpin Ibu Kota Jakarta.
Namun, PDIP yang sudah selama 10 tahun menjadi oposisi dari pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan kepercayaan pada Jokowi untuk memenangkan Pilpres 2024.
Gubernur DKI yang terkenal kerap “blusukan” itu akhirnya dipasangkan dengan Jusuf Kalla (JK) sebagai calon wakil presidennya.
Hasilnya, Jokowi naik menjadi Presiden ke-7 RI setelah berhasil memenangkan Pemilihan Pilpres 2014. Pasangan Jokowi-JK berhasil mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Diusung oleh gabungan PDIP, PKB, Nasdem, Hanura, dan PKPI, Jokowi-JK berhasil memeroleh 70.997.833 suara atau 53,15 persen dari suara nasional.
Sementara itu, Prabowo-Hatta yang diusung Partai Gerindra, Golkar, PAN, PPP, PKS, dan PBB memeroleh 62.576.444 suara atau 46,85 persen suara nasional Jokowi yang maju kembali pada Pilpres 2019 membuktikan bahwa rakyat masih menginginkannya menjadi pemimpin untuk lima tahun berikutnya.
Berpasangan dengan Ma’ruf Amin, Jokowi yang diusung oleh PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Hanura, dan PKPI memeroleh suara mencapai 85.607.362 atau 55,50 persen suara nasional.
Menariknya, pada kontestasi periode kedua ini, Jokowi kembali mengalahkan Prabowo Subianto yang kali ini berpasangan dengan Sandiaga Uno.
Pasangan yang diusung Partai Gerindra, PAN, Demokrat, dan PKS memeroleh 68.650.239 atau 44,50 persen suara nasional.
Renggang dengan PDIP
Namun, hubungan Jokowi dan PDIP mulai tercium merenggang pada Pilpres 2024.
Bahkan, berujung pada tidak diakuinya Presiden ke-7 RI itu sebagai bagian dari PDIP.
PDIP pada Pilpres 2024 diketahui mengusung kader mereka Ganjar Pranowo sebagai calon presiden.
Jokowi hadir saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengumumkan Ganjar sebagai capres di Istana Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat pada 21 April 2023.
Saat itu, Ganjar bahkan diketahui satu mobil bersama Jokowi setelah pengumuman di Istana Batu Tulis, Bogor.
Keesokan harinya, Ganjar juga diketahui mendampingi Jokowi melakukan shalat Idul Fitri di Masjid Raya Sheikh Zayed, Surakarta, Jawa Tengah pada 22 April 2023.
Tetapi, seiring berjalannya proses Pilpres 2024, hubungan Jokowi dan PDIP mulai renggang.
Terutama, setelah putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto.
Pengusungan Gibran diumumkan Ketua Umum Partai Golkar ketika itu, Airlangga Hartarto dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar pada 21 Oktober 2023.
Berselang satu hari, Prabowo Subianto selaku calon presiden (capres) pun mengumumkan Gibran sebagai cawapres yang akan mendampinginya maju pada Pilpres 2024.
"Baru saja Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari delapan partai politik, yang dihadiri lengkap oleh ketum masing-masing dan sekjen masing-masing kita telah berembug secara final, secara konsensus, seluruhnya sepakat mengusung Prabowo Subianto sebagai capres Koalisi Indonesia Maju untuk 2024-2029 dan saudara Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden," kata Prabowo dalam jumpa pers di kediamannya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan pada 22 Oktober 2023.
Padahal, pada 17 Oktober 2023, PDIP mengumumkan Mahfud MD sebagai cawapres yang akan mendampingi Ganjar pada Pilpres 2024.
Hingga akhirnya, pasangan Ganjar-Mahfud yang diusung PDIP bersama Hanura dan Perindo kalah dari pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.
Bukan bagian dari PDIP
Puncaknya, Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun menyebut bahwa Jokowi bukan lagi bagian dari PDIP.
Hal itu disampaikan Komarudin saat ditanya status Jokowi sebagai kader PDIP setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 pasangan calon (paslon) nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Ah, orang (Jokowi) sudah di sebelah sana, bagaimana mau dibilang bagian masih dari PDI Perjuangan? Yang benar saja," kata Komarudin ditemui di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta pada 22 April 2024.
Selain itu, Komarudin mengatakan, Gibran juga sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDIP.
Menurut Komarudin, keputusan partai mencoret Gibran sebagai kader sudah berlaku sejak resmi menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Tak diundang pada Rakernas ke-5 PDIP
Kemudian, Jokowi juga tidak diundang saat PDIP menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-5 pada 24-26 Mei 2024.
Saat itu, sejumlah alasan berbeda dikemukakan elite partai berlambang banteng moncong putih ini terkait tidak diundangnya Presiden Jokowi dalam rakernas.
Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menyebut, Jokowi tidak diundang karena melihat padatnya jadwal presiden. Alasan yang sama juga jadi alasan PDIP tak mengundang Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
“Yang jelas, presiden dan wakil presiden tidak diundang. Kenapa? Karena beliau sudah sangat sibuk dan menyibukkan diri," kata Djarot di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat pada 16 Mei 2024.
Namun, Djarot tidak merinci lebih jauh maksud kata "menyibukkan diri” yang dikatakannya.
Sebagaimana diketahui, Jokowi juga tidak menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-52 PDIP pada 10 Januari 2024.
Pada hari yang sama, Jokowi diketahui melakukan kunjungan kenegaraan ke Filipina dan bertemu dengan Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengatakan bahwa Presiden Jokowi belum terundang untuk hadir dalam Rakernas Ke-5 PDIP yang akan digelar di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta.
"Sampai saat ini belum terundang," kata Puan kepada awak media di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Water Forum ke-10 di Bali, seperti dikutip dari YouTube Kompas TV pada 22 Mei 2024.
Secara terpisah, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat itu menyinggung soal demokrasi, hukum, dan Pemilu 2024 Hasto menegaskan bahwa pihaknya hanya mengundang orang-orang yang memiliki semangat menegakkan demokrasi dan hukum.
Menurut Hasto, Rakernas kali ini diadakan dalam momentum semangat reformasi untuk melawan sisi gelap kekuasaan.
Dia pun sempat menyinggung soal Pemilu 2024.
"Dan itu terekam kuat dalam memori publik terekam kuat dari apa yang disuarakan oleh para tokoh-tokoh civil society, para guru besar, para ahli hukum dan para seniman bahkan budayawan yang menyimpulkan bahwa Pemilu 2024 merupakan Pemilu yang paling brutal dalam sejarah demokrasi Indonesia diwarnai berbagai bentuk kecurangan yang diawali dengan suatu konstruksi rekayasa hukum di MK (Mahkamah Konstitusi)," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa yang menjadi dasar PDIP mengundang tokoh yang akan datang ke Rakernas kali ini, yakni yang memiliki semangat menjaga hukum.
"Dan dari spirit itu yang tentu diundang adalah mereka, mereka yang memiliki spirit di dalam menjaga demokrasi hukum. Menegakkan negara hukum, menegakkan demokrasi yang berkedaulatan rakyat," ujar Hasto.
Baca juga: PDIP Pecat Effendi Simbolon karena Kongkalikong dengan Jokowi, Kata Jubir Soal Pemecatan Joko Widodo
(*)
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Artikel ini telah tayang di kompas.com.
27 Kader Pembelot Bakal Dipecat PDIP, Jokowi dan Gibran Masuk Daftar? Banteng Gugat Parcok ke MK |
![]() |
---|
Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution Bukan PDIP Lagi, Hasto: Ambisi Kekuasaannya Tak Pernah Berhenti |
![]() |
---|
Jawaban Jokowi Terkait PDIP Pecat Effendi Simbolon Usai Bertemu Dirinya, Eks Presiden Santai |
![]() |
---|
PDIP Blak-blakan Sebut Jokowi Antimeritokrasi dan Lakukan Abuse of Power di Sisa Masa Jabatannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.