Pilkada Kaltim 2024
Terjawab Hasil Pilkada Kaltim 2024, Isran-Hadi Kalah, Selisih 200 Ribuan Suara dengan Rudy-Seno
Terjawab hasil Pilkada Kaltim 2024. Paslon Isran-Hadi kalah di Pilkada Kaltim 2024. Selisih 200 ribuan suara dengan Rudy-Seno di Pilkada Kaltim 2024.
Dari total gugatan yang diterima, sebanyak 86 di antaranya menyangkut pemilihan calon bupati dan wakil bupati, sementara 29 permohonan lainnya terkait pemilihan calon wali kota dan wakil wali kota.
Fajar menegaskan bahwa hingga saat ini, tidak ada permohonan yang berkaitan dengan hasil pemilihan gubernur, meskipun terdapat beberapa daerah yang dianggap memiliki anomali, seperti Jawa Tengah dan Banten.
Baca juga: Suara dari Ujung Kaltim, Pesan Warga Mahulu ke Isran Noor dan Rudy Masud di Pilkada Kaltim 2024
“Gubernur belum ada semuanya,” tuturnya.
Fajar juga menjelaskan bahwa Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dijadwalkan mengumumkan hasil pilkada pada 15 Desember. MK akan bersiap jika pada tanggal tersebut terdapat permohonan yang masuk.
“Mungkin untuk gubernur terutama itu baru akan masuk. Sampai sejauh ini belum ada,” lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa permohonan harus diajukan paling lambat tiga hari kerja setelah hasil pilkada resmi diumumkan.
Jika hasil pilkada diumumkan pada hari kerja, seperti Senin pukul 21.00, maka hari Senin tersebut sudah dihitung sebagai hari kerja pertama.
“Kalau ditetapkannya Jumat misalnya, Jumat jam 21.00, maka hari kerjanya Sabtu dan Minggu tidak dihitung. Jumat hari kerja pertama, Senin hari kerja kedua, Selasa hari kerja ketiga,” jelas Fajar.
‘Keranjang Sampah’
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengungkapkan bahwa penyelenggara dan pengawas pemilu sering mengabaikan berbagai aturan serta aduan yang dilayangkan, yang akhirnya harus ditangani oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Pernyataan tersebut disampaikan Bivitri dalam acara peluncuran buku "Evaluasi Persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024: Upaya Mewujudkan Keadilan Pemilu dan Demokrasi Substansial" di kawasan Kuningan, Jakarta, pada Minggu (8/12).
Bivitri menilai bahwa banyak pelanggaran terjadi selama proses pemilu.
"Perludem dan juga banyak pegiat pemilu lainnya sudah menyoroti bahwa kelihatan sekali, baik pihak KPU maupun Bawaslu, intinya penyelenggara pemilu ternyata juga tidak bersih dari intervensi kekuasaan," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 merupakan yang paling brutal, karena mempertemukan orang-orang yang berkuasa dengan mereka yang tidak memiliki kekuasaan.
Dalam prosesnya, banyak aduan yang dilayangkan ke Bawaslu selaku pengawas pemilu, namun sayangnya, banyak di antaranya diabaikan.
Beberapa aduan bahkan harus dibawa hingga ke Mahkamah Agung (MA), seperti persoalan keterwakilan perempuan yang dinyatakan keliru oleh MA.
"MA sudah bilang salah, diabaikan oleh KPU. Ke Bawaslu. Bawaslu bilang salah, diabaikan lagi," tuturnya.
Bivitri juga menekankan bahwa masukan dan kritik telah disampaikan dari berbagai pihak, termasuk pasangan calon dan pegiat pemilu.
Akan tetapi, lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu terus mengabaikan peringatan tersebut, yang pada akhirnya berujung pada gugatan di MK.
"Akhirnya Mahkamah Konstitusi yang harus menerima semuanya sampai Prof Saldi (hakim MK) juga sempat mengatakan, MK bukan keranjang sampah, misalnya begitu ya," tambahnya.
Dosen di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini mencatat adanya kecenderungan dari penyelenggara dan pengawas pemilu untuk "melempar bola".
Menurutnya, tidak ada yang berani mengambil sikap tegas dalam menyatakan suatu pelanggaran sebagai pelanggaran.
“Saya kira terpasang di kepala mereka bahwa yaudah nanti juga kalau pada protes soal hasil bakal ke MK,” tutur Bivitri.
Buku yang diterbitkan oleh Perludem ini memotret proses dan materi PHPU pada Pemilu 2024, merangkum permohonan, argumentasi pemohon, hingga putusan hakim, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami proses tersebut.
Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.