Tribun Kaltim Hari Ini

Guru di Mahulu Tutup Sekolah dan Mogok Massal, 'Kami Hanya Berharap Keadilan'

Sejumlah sekolah Mahulu memilih umenutup sekolah dan melakukan aksi mogok mengajar sebagai bentuk protes terhadap ketimpangan TPP

|
Editor: Doan Pardede
Tribun Kaltim
MOGOK BELAJAR MAHULU - Tribun Kaltim hari ini 12 Februari 2025. Sejumlah sekolah Mahulu memilih umenutup sekolah dan melakukan aksi mogok mengajar sebagai bentuk protes terhadap ketimpangan TPP. 

Para guru merasa perjuangan mereka selama ini belum membuahkan hasil yang diharapkan. 

"Kami betul-betul mengalami kesenjangan. Jadi kami juga sudah mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kemarin di DPR, namun belum ada titik terangnya," ucapnya. 

Aksi mogok ini bukanlah keputusan individu, melainkan kesepakatan bersama para guru di Ujoh Bilang dan umumnya di Kabupaten Mahulu. 

Mereka berharap pemerintah daerah segera merespons tuntutan ini dengan adil. 

"Ini merupakan keinginan bersama, kekompakan dari semua guru yang ada di Ujoh Bilang, khususnya secara umum se-Kabupaten Mahulu," tegasnya. 

Saat ditanya sampai kapan aksi mogok ini akan berlangsung, Ia menegaskan bahwa para guru akan tetap meliburkan kegiatan belajar-mengajar hingga ada respons yang jelas dari pemerintah daerah. 

"Kami tidak bisa menentukan sampai kapan. Sepanjang ini belum mendapat respons dari pemerintah daerah, kami tetap liburkan," pungkasnya. 

Beban Kerja Lebih Berat 

Salah satu perwakilan guru, yang juga kepala sekolah di Ujoh Bilang, menyatakan bahwa mereka telah mencermati aturan yang dijadikan acuan pemerintah dalam penyusunan TPP. 

Namun, setelah diteliti lebih lanjut, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penerapan aturan tersebut. 

"Kami juga memperlihatkan aturan yang sama yang disampaikan oleh tim itu. Ternyata di situ memang ada, kami merasa ada miss sebenarnya," sebutnya. 

Salah satu poin utama yang dipermasalahkan adalah dasar pemberian TPP yang disebut didasarkan pada beban kerja. 

Guru-guru merasa bahwa jika aturan tersebut benar-benar diterapkan, seharusnya mereka mendapatkan TPP yang lebih besar dibanding tenaga teknis lainnya. 

"Misalnya, pemberian TPP itu didasarkan pada beban kerja. Ternyata kalau kami bandingkan aturan yang ada antara guru dengan aturan dinas lain, kami sebutnya di sini teknis, ternyata justru guru ini beban kerjanya jauh lebih banyak daripada teknis lain," imbuhnya. 

Menurutnya, guru memiliki jam kerja minimal 40 jam per minggu, sementara tenaga teknis di dinas lain hanya sekitar 37 jam lebih. 

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved