Berita Nasional Terkini

Respons Erick Thohir soal Korupsi Pertamina Rp 193,7 Triliun dan Pertamax Oplosan

Menteri BUMN Erick Thohir juga membantah bahwa pihaknya kecolongan terkait kasus korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang.

Tribunnews/Endrapta
KASUS KORUPSI PERTAMINA - Menteri BUMN Erick Thohir di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (1/3/2025). Erick Thohir enggan berargumen soal Pertamax oplosan. (Tribunnews/Endrapta) 

TRIBUNKALTIM.CO - Respons Erick Thohir soal korupsi Pertamina Rp 193,7 triliun dan Pertamax oplosan.

Kementerian BUMN akan melakukan review total terhadap Pertamina usai kasus tata kelola minyak mentah terbongkar.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir juga membantah bahwa pihaknya kecolongan terkait kasus korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang.

Baca juga: Ahok Sentil Riva Siahaan Cs Tak Dipecat di Pertamina Patra Niaga, Erick Thohir Tunggu Rapat Tahunan

Kasus tersebut terjadi di lingkup PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023 dengan total kerugian keuangan negara sebesar Rp 193,7 triliun.

Salah satu pihak yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan.

Menurut Erick, Kementerian BUMN tidak kecolongan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus korupsi Pertamina Pertamina Patra Niaga karena selama ini pihaknya telah melakukan perbaikan sistem.

Ia juga mengeklaim, Kementerian BUMN sudah memperbaiki laporan keuangan perusahaan pelat merah, melakukan koreksi diri, termasuk berani melaporkan kasus korupsi.

“Ya enggak kalau kecolongan. Ya tentu pasti ada dinamika itu, ada ASDP kemarin (kasus korupsi), ya ada ini (korupsi Pertamina Patra Niaga), ya dulu ada Garuda,” ujar Erick di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten dikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (1/3/2025).

Erick Thohir akan review total Pertamina

Erick juga mengatakan, Kementerian BUMN akan melakukan review total terhadap Pertamina untuk melihat perbaikan-perbaikan yang bisa dilakukan ke depannya.

Upaya lain yang dilakukan adalah melakukan konsolidasi antara dirinya sebagai Menteri BUMN dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia serta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Erick menambahkan, dalam kasus yang menjerat petinggi Pertamina, ia sudah mengadakan pertemuan dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin sebelum penutupan retret kepala daerah di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah.

Ke depan, ia akan berupaya memulihkan kepercayaan publik terhadap produk Pertamina menyusul dugaan BBM RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah di-blending atau dioplos dengan RON 92 (Pertamax).

Namun, ia tidak mau berargumentasi mengenai apakah benar terjadi praktik Pertamax oplosan seperti dugaan yang dikemukakan Kejagung.

Dugaan Pertalite dioplos dengan Pertamax melibatkan Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

“Tetapi, kalau itu ada oplosan di titik tertentu ya tadi sudah dilakukan penindakan. Ini dari Kejaksaan sedang menggali itu,” kata Erick.

“Apakah blending? Ini beda lagi. Karena ada yang namanya blending-blending di industri perminyakan yang selama ini sudah terjadi. Ini mesti dilihat dari kategori yang berbeda, apakah itu koruptif atau penaikan performance dari bensin tersebut," tuturnya.

Apa itu kasus korupsi Pertamina?

Untuk diketahui, Kejagung telah menetapkan enam petinggi Pertamina sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang. Penetapan tersangka dilakukan dalam dua gelombang, yakni Senin (24/2/2025) dan Rabu (26/2/2025).

Pada gelombang pertama, Kejagung menetapkan Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), VP PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP), Direktur PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS), dan CEO PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF) sebagai tersangka.

Sementara Maya dan Edward baru ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (26/2/2025).

Dilansir dari Antara, Rabu (26/2/2025), kasus korupsi Pertamina terjadi pada 2018-2023 ketika pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak Bumi dari dalam negeri.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.

Dari situlah, PT Pertamina (Persero) wajib mencari pasokan minyak Bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak Bumi.

Tetapi, Riva, Sani, dan Agus melakukan pengondisian yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang.

Perbuatan tiga tersangka Pertamina tersebut menyebabkan produksi minyak Bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

Setelah itu, pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan lewat skema impor.

Skema yang dijalankan para tersangka adalah saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak.

Dalih para tersangka menolak adalah spesifikasi minyak mentah dari KKKS tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.

Setelah itu, minyak mentah yang merupakan bagian dari KKKS untuk dalam negeri mau tidak mau diekspor ke luar negeri.

Baca juga: Ahok Tak Kaget Riva Siahaan jadi Tersangka, Pernah Ancam Pecat Dirut Pertamina Patra Niaga

PT Kilang Pertamina Internasional kemudian melakukan impor minyak mentah, sementara PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang.

Kejagung juga menemukan fakta bahwa terjadi pengondisian pemenangan broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi (spot) yang tidak memenuhi persyaratan.

Setelah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, ditemukan fakta lain berupa mark up (penggelembungan) kontrak shipping yang dilakukan oleh Yoki.

Perbuatan tersangka membuat negara mengeluarkan fee sebesar 13—15 persen secara melawan hukum.

Tersangka lain dari pihak broker, yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa diduga mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Ikuti berita populer lainnya di Google News, Channel WA, dan Telegram

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved