Berita Nasional Terkini
Dugaan Korupsi Pertamina di Eranya, Jokowi Ngaku Tak Curiga: Kalau Ada, Sudah Digebuk dari Dulu!
Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi merespons soal kasus korupsi Pertamina yang terjadi di eranya.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengonfirmasi, penyidik menemukan fakta hukum bahwa terjadi
pembelian dan pembayaran BBM RON 92 (Pertamax) oleh Pertamina Patra Niaga, namun jenis BBM yang diterima adalah RON 88 (Premium) atau RON 90 (Pertalite).
BBM RON 88 dan 90 kemudian di-blending atau diplos dan disimpan di depo milik PT Orbit Terminal Merak.
“Namun, perlu kami tegaskan bahwa perbuatan itu dilakukan oleh segelintir oknum yang saat ini telah dinyatakan tersangka dan ditahan,” ujar ST Burhanuddin di Kantor Kejagung, Jakarta dikutip dari kanal YouTube Kompas TV, Kamis (6/3).
Ia menambahkan, terbongkarnya kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produksi kilang merupakan bentuk sinergitas dan kolaborasi antara Kejagung dengan Pertamina.
Hal tersebut dilakukan untuk membersihkan Pertamina supaya perusahaan pelat merah ini mencapai good corporate governance dan untuk perbaikan tata kelola BUMN.
ST Burhanuddin juga menegaskan, Kejagung tidak mendapat intervensi dari pihak manapun ketika
membongkar maupun menyidik kasus korupsi Pertamina Patra Niaga.
“Tidak ada intervensi dari pihak manapun melainkan murni sebagai penegakan hukum asta cita
pemerintahan Indonesia Emas 2045,” ujar ST Burhanuddin.
“Saat ini penyidik fokus menyelesaikan untuk bekerja sama dengan ahli keuangan untuk menghitung
kerugian keuangan negara yang benar dari 2018-2023,” tambahnya.
ST Burhanuddin menegaskan, BBM yang beredar saat ini sudah sesuai dengan spesifikasi karena praktik pengoplosan Pertalite jadi Pertamax terjadi pada 2018-2023.
Ia menjelaskan bahwa BBM adalah barang habis pakai dengan masa stok selama 21-23 hari sehingga
Pertamax hasil oplosan sudah tidak ada pada 2024 hingga seterusnya.
Peluang Tersangka Bertambah
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah mengungkapkan ada kemungkinan penambahan jumlah tersangka.
Penambahan ini bisa terjadi setelah penyidik melakukan pendalaman dalam kasus korupsi minyak mentah tersebut.
"Oh iya nanti kan dalam pengembangan bisa kita lihat (apakah ada penambahan jumlah tersangka)," kata Febrie setelah mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Rabu (5/3).
Febrie mengatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga masih menghitung angka kerugian negara
akibat perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.