Berita Nasional Terkini

Presiden Prabowo Tidak Setuju Koruptor Dihukum Mati dan Dimiskinkan, Ini Alasannya

Presiden Prabowo Subianto tidak setuju koruptor dihukum mati dan dimiskinkan, ini alasannya.

Dok. Setpres
PRABOWO SOAL KORUPTOR - Presiden Prabowo Subianto, menyampaikan ucapan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947 kepada umat Hindu di Tanah Air, Minggu (30/3/2025). Presiden Prabowo Subianto tak setuju koruptor dijatuhi hukuman mati. Dia menilai adanya kemungkinan koruptor tersebut juga ternyata seorang korban, Selasa (8/4/2025).Prabowo juga tak setuju koruptor dimiskinkan, karena tidak adil untuk anak dan istrinya. (Dok. Setpres) 

Namun, dia pun menilai hal tersebut tidak bisa dilakukan lantaran menurutnya keluarga koruptor seperti istri dan anak tidak harus menanggung dosa serupa.

Menurut Prabowo, hukuman semacam itu tidak adil.

Baca juga: Prabowo dan Megawati Dikabarkan Bertemu di Teuku Umar, Elite PDIP dan Gerindra: Tinggal Tunggu Waktu

"Nah masalah dimiskinkan. Saya berpendapat kembalikan yang kau curi. Kerugian negara yang dia timbulkan ya harus dikembalikan. Makanya aset-aset pantas kalau negara itu menyita."

"Tapi kita juga harus adil kepada anak-istrinya. Kalau ada aset yang sudah milik dia sebelum dia menjabat, ya nanti ahli hukum suruh bahas apakah adil anaknya menderita juga? Karena dosa orang tua sebetulnya kan tidak boleh diturunkan ke anaknya. Jadi saya minta masukan dari ahli-ahli hukum," beber Prabowo.

Sebagai informasi, sebenarnya dijatuhkannya vonis hukuman mati terhadap koruptor telah tertuang dalam Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun dalam pasal tersebut koruptor dapat divonis hukuman mati jika aksinya dilakukan dalam keadaan tertentu.

Namun, pasal itu tidak merinci keadaan tertentu yang dimaksud.

"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan," demikian bunyi dari pasal tersebut.

Di sisi lain, pasal itu pernah disoroti oleh mantan Menkopolhukam, Mahfud MD, terkait ketidakjelasan diksi 'keadaan tertentu' tersebut.

Pada 8 Februari 2024 lalu ketika Mahfud mencalonkan diri sebagai cawapres di Pilpres 2024, dia menyebut bahwa diksi di atas tidak jelas ukurannya.

Menurutnya, hal tersebut membuat jaksa tak berani untuk menuntut vonis mati terhadap terdakwa korupsi.

"Ukuran krisisnya apa. Kemudian, apakah jika krisis ekonomi apa iya? Ukurannya apa? Oleh karena itu jaksa tidak ada yang berani menuntut," kata Mahfud dalam acara bertajuk Tabrak Prof di Pos Bloc, Jakarta.

Baca juga: Prabowo Mengaku Setiap Malam Pelajari Ancaman Perang Nuklir yang Membuat Indonesia Mati

Mahfud pun mengusulkan dihapuskannya diksi 'keadaan tertentu' dalam pasal tersebut agar dijatuhkan vonis hukuman mati dapat diterapkan secara maksimal terhadap koruptor.

"Harusnya dicoret saja kata krisisnya itu, itu bisa," tuturnya.

Mahfud pun menegaskan secara prinsip bahwa dirinya mendukung agar koruptor dihukum mati.

"Saya selalu mengatakan, saya setuju koruptor dijatuhi hukuman mati," kata Mahfud. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Prabowo Tak Setuju Koruptor Dihukum Mati: Mungkin Ada Satu Masalah Ternyata Dia Korban

Ikuti berita populer lainnya di Google NewsChannel WA, dan Telegram

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved