Berita Samarinda Terkini
RSUD IA Moeis di Samarinda Kaltim jadi Bertaraf Internasional, Dikelola Tenaga Ahli Kelas Global
Transformasi monumental tengah disiapkan untuk RSUD I.A. Moeis di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur
Penulis: Sintya Alfatika Sari | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Transformasi monumental tengah disiapkan untuk RSUD I.A. Moeis di Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
Melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), rumah sakit ini tidak hanya akan memperluas fasilitasnya, melainkan juga mengadopsi standar internasional dalam pengelolaan manajerial dan layanan medis.
Menurut dr. Osa Rafshodia selaku Direktur Utama RSUD I.A. Moeis, setelah penandatanganan kontrak kerja sama yang direncanakan tahun ini, perubahan identitas RSUD I.A. Moeis akan resmi diberlakukan.
Dari sisi nama, setelah penandatanganan kontrak, nama RSUD I.A. Moeis akan berubah menjadi RSUD I.A. Moeis Managed by Plenary Asia–Aspen Medical Group Indonesia.
Baca juga: RSUD IA Moeis Samarinda Bakal jadi RS Internasional dengan Skema KPBU
"Jadi, akan ada penambahan nama resmi," jelas dr. Osa kepada TribunKaltim.co pada Minggu (27/4/2025).
Tidak sekadar perubahan nama, transformasi ini mengusung perubahan fundamental.
Konsorsium Plenary Asia dan Aspen Medical Group Indonesia tidak hanya bertindak sebagai investor, melainkan turut bertanggung jawab dalam mengelola rumah sakit, termasuk menghadirkan layanan medis unggulan.
Mereka tidak hanya berinvestasi, tetapi juga turut mengelola manajerial rumah sakit, termasuk menjalankan sejumlah layanan medis unggulan.
Baca juga: RSUD IA Moeis Samarinda akan Ditingkatkan Jadi RS Kelas B Bertaraf Internasional
"Setidaknya akan ada lima layanan yang dikelola, antara lain poli jantung, poli rehabilitasi medik, dan layanan kecantikan," ungkapnya.
Berbeda dari konsep 'berstandar internasional' yang selama ini jamak diterapkan di berbagai institusi kesehatan di Indonesia, RSUD I.A. Moeis nantinya benar-benar akan dikelola oleh tenaga profesional asing yang berpengalaman.
Saat ini memang sudah banyak rumah sakit bertaraf internasional.
"Namun belum ada yang manajemennya juga dijalankan langsung oleh tenaga ahli internasional. Keunggulan skema KPBU ini ada di situ," kata dr. Osa.
Dengan demikian, RSUD I.A. Moeis bukan sekadar mengadopsi nama besar, melainkan memastikan praktik manajerial, standar layanan, dan operasional harian dilaksanakan sesuai praktik terbaik internasional.
"Kalau di tempat lain, hanya nama rumah sakitnya saja yang bertaraf internasional, sedangkan pengelolaannya tetap dilakukan oleh pihak lokal. Di sini, kita menggabungkan standar internasional dengan pengelolaan yang benar-benar melibatkan profesional asing," ungkapnya.
Struktur manajerial dirancang untuk mendorong kolaborasi erat antara pihak lokal dan mitra internasional. Komposisi manajemennya akan dibagi, 70 persen dikelola oleh pihak lokal dan 30 persen oleh mitra dari Australia.
“Akan ada pertukaran ilmu dan pengetahuan. Dalam enam bulan pertama, tenaga ahli dari Australia akan datang ke Samarinda, dan kami juga akan mengikuti pelatihan langsung di Australia," terangnya.
Dalam implementasinya, sejumlah profesional dari Australia akan ditempatkan di posisi strategis dalam jajaran manajemen RSUD I.A. Moeis. Kerja sama ini dirancang untuk berjalan selama dua dekade.
"Kerja sama ini dirancang berlangsung selama 20 tahun. Setelah masa kontrak berakhir, seluruh aset akan diserahkan kembali kepada Pemerintah Kota Samarinda. Jika ingin melanjutkan kerja sama, maka akan dilakukan negosiasi baru," ujar dr. Osa.
Untuk tahap selanjutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dan konsorsium tengah menyiapkan negosiasi terkait detail teknis investasi dan pengelolaan rumah sakit. Target pembangunan fisik juga telah ditetapkan dengan kerangka waktu yang jelas.
Untuk pembangunan fisik, konsorsium menargetkan waktu selama 18 bulan setelah penandatanganan kontrak.
"Jika kontrak ditandatangani pada Oktober, maka pembangunan gedung baru akan dimulai sekitar dua hingga tiga bulan setelahnya," ujar dr. Osa.
Selama masa pembangunan berlangsung, layanan medis bagi masyarakat tetap akan diberikan melalui gedung eksisting dengan rencana perpindahan penuh ke gedung baru pada Agustus 2027.
Mengenai pendanaan, investasi awal akan segera digelontorkan begitu kontrak ditandatangani.
Segera setelah Walikota Andi Harun menandatangani kontrak, kurang lebih satu hingga dua bulan kemudian, dana investasi tahap awal akan masuk ke Samarinda.
"Nilai investasi tahap pertama sebesar 15 juta dolar AS atau sekitar Rp230 miliar, yang merupakan sekitar 30 persen dari total investasi. Sisanya, yakni 70 persen, akan disalurkan sekitar dua bulan setelahnya," imbuh dr. Osa.
Total investasi proyek ini mencapai Rp740 miliar. Dana tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi pembangunan empat tower rumah sakit baru, melainkan juga untuk mendukung pengoperasian layanan kesehatan dengan standar pelayanan internasional.
"Mereka tidak hanya membangun gedung, tetapi juga turut terlibat dalam mengoperasikan rumah sakit," pungkasnya.
Sebelumnya, Wali Kota Samarinda Andi Harun menyampaikan bahwa proyek ini menjadi simbol penting bagaimana layanan publik bisa dibangun melalui inovasi pembiayaan.
Terlebih dibangun melalui skema KPBU, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Meskipun demikian, menurutnya, APBD Samarinda masih tergolong besar dibandingkan kota-kota lain yang lebih kecil. Namun, banyaknya sektor yang perlu dibangun menuntut langkah inovatif. Salah satunya adalah dengan menjalin kerja sama dengan pihak swasta melalui investasi KPBU.
"Layanan publik itu tidak harus selalu dibiayai sepenuhnya oleh APBD. Untuk membangun kemajuan, kita tentu tidak bisa terus-menerus mengandalkan APBD, apalagi jika kita bandingkan, kekuatan fiskal Samarinda kurang lebih setara dengan Jakarta. APBD Jakarta sekitar Rp90 triliun, sedangkan kita hanya Rp5,8 triliun," ujar Walikota Andi Harun. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.