Berita Nasional Terkini
Kak Seto Saat Kunjungi Siswa Langsung di Barak Militer, 'Kemajuan Ada di Tangan Kalian'
Ketua LPAI Seto Mulyadi mengunjungi langsung para siswa di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi, Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat
TRIBUNKALTIM.CO - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto oleh masyarakat Indonesia mengunjungi langsung para siswa di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi, Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (10/5/2025).
Kedatangannya ini bermaksud untuk meninjau langsung Program Pendidikan Karakter Panca Waluya yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi.
Di tengah pro dan kontranya program tersebut saat ini, kedatangan tokoh yang memperjuangkan hak-hak anak Indonesia itu menjadi hal yang menarik perhatian.
Terutama karena program ini memunculkan diskusi-diskusi mengenai pelanggaran hak anak dan efektivitas pendidikan yang dilakukan di lingkungan militer.
Dalam kesempatan tersebut, ia menyapa langsung siswa-siswa yang telah duduk dengan rapi di lapangan.
Baca juga: Soal Pendidikan Militer Dedi Mulyadi, Kak Seto: Gunakan Bahasa Anak dan Lindungi Hak Mereka
Momen ini terekam melalui postingan akun Instagram resmi @dedimulyadi71 milik Dedi Mulyadi.
"Siapa yang bangga sebagai anak Indonesia?" tanya Kak Seto dan dijawab dengan penuh semangat oleh para peserta Program Pendidikan Karakter.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hal Program Pendidikan Karakter ini menjadi salah satu cara untuk mempersiapkan tokoh-tokoh yang akan membawa Indonesia ke arah yang lebih maju.
"Jangan sampai menjadi Indonesia Cemas atau Indonesia Lemas. Ini ada di tangan kalian, adik-adik adalah calon pemimpin bangsa di bidangnya masing-masing."
"Tentunya adik-adik harus memiliki nilai-nilai Pancasila," sambungnya.
Secara terpisah, Kak Seto kemudian membagikan pandangannya mengenai program ini usai meninjau para siswa.
Meskipun berada di lingkungan militer, katanya, para siswa yang bermasalah mengikuti Program Pendidikan Karakter tersebut tetap mendapatkan haknya untuk mengeyam pendidikan.
"Sering kali ada anggapan keliru. Meskipun ada unsur kedisiplinan ala militer, pendekatannya tetap menggunakan bahasa anak dan menjunjung tinggi hak-hak mereka," ungkap Kak Seto, Minggu (11/5/2025), seperti dikutip dari Kompas.com.
Kak Seto juga mengatakan bahwa siswa yang jadi peserta masih mendapatkan hak mereka untuk tumbuh dan berkembang, perlindungan serta kesempatan untuk menyuarakan pendapat.
Bahkan, ada pemeriksaan kesehatan dan psikologi.
Kak Seto menilai, pendidikan karakter yang dikawal oleh berbagai pihak secara intensif ini memberikan dampak positif bagi peserta didik.

Ia mengapresiasi inisiatif pemerintahan Provinsi Jabar yang tetap terbuka pada kritik di tengah pro dan kontra selama berjalannya program ini.
"Pak Gubernur sangat terbuka, saya ajukan untuk melihat kondisi anak-anak, beliau mempersilakan, saya mengapresiasi sekali," kata Kak Seto.
Ia menegaskan akan berkomitmen untuk terus memantau pelaksanaan program ini hingga selesai.
Dia juga akan mengajar langsung para peserta.
Tak lupa, ia juga memberi motivasi kepada siswa agar selalu semangat dan menjaga kesehatan fisik, mental dan sosial.
Baca juga: Kementerian HAM Pastikan Pendidikan Militer Ala Dedi Mulyadi tak Langgar Hak Asasi Manusia
"Jangan saling menyakiti, mem-bully, atau bertikai. Jaga kekompakan karena kita semua menuju satu tujuan menjaga keutuhan NKRI," pungkasnya.
Pro dan Kontra Pendidikan Karakter di Barak Militer
Sebelumnya pada Selasa (6/5/2025), Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai menyatakan dukungannya terhadap program gagasan Dedi Mulyadi ini.
Menurutnya, pendidikan di lingkungan militer dapat membuat visi pelajar lebih cerah ke depan.
"Kalau itu berlangsung uji coba pertama ini bagus, ya kami meminta Menteri Dikdasmen untuk mengeluarkan sebuah peraturan supaya ini bisa dijalankan secara masif di seluruh indonesia, kalau bagus," katanya, seperti dilansir dari Kompas.com.
"Kemudian di dalam meningkatkan kualitas, kompetensi, karakter, mental, disiplin dan tanggung jawab, karena ini bagus, idenya bagus, supaya apa, untuk ke depan, kita kan 10 tahun ke depan itu 2025-2035 itu kita harus go international," imbuhnya.
Kemudian, penilaian senada datang dari pengamat pendidikan sekaligus pendiri Ikatan Guru Indonesia (IGI), Satria Dharma yang menyambut baik program ini.
Menurutnya, siswa nakal yang dikirim ke barak militer adalah anak-anak yang tidak bisa ditangani lagi oleh sekolah maupun orang tuanya.
“Jadi ini adalah special case (kasus khusus) yang membutuhkan special treatment (perlakuan khusus),” ucap Satria, Rabu (7/5/2025).
“Saya juga mendapat info bahwa para siswa yang didatangkan ke barak militer mendapat pendidikan seputar bela negara, wawasan kebangsaan, pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), kedisiplinan, anti-narkoba, pendidikan keagamaan, dan lain-lain,” sambungnya.
Ia berharap agar pihak-pihak yang memberikan kritikan dapat langsung melihat kegiatan mereka di barak untuk menilai seperti apa bentuk program tersebut.
“Intinya, marilah kita berhenti dari sikap skeptis, sinis, dan curiga serta mulai bersikap kolaboratif demi anak-anak bangsa yang sudah tidak bisa lagi ditangani oleh sekolah dan orangtua mereka selama ini,” tandasnya.
Sementara itu, beberapa pengamat dan psikolog mengungkapkan ketidaksetujuan mereka terhadap program ini.
Pendapat pertama datang dari Psikolog Anak, Remaja dan Keluarga, Farras Afiefah Muhdiar yang menjelaskan bahwa akar "kenakalan" remaja perlu untuk dicari tahu terlebih dahulu.
Menurutnya, pemberian label "nakal" dan hukuman perlu dilakukan setelah mengetahui apa penyebab di balik perilaku anak tersebut.
"Definisi nakal sangat subyektif. Menurut saya, penggunaan istilah ‘nakal’ bukan istilah yang konstruktif, kalau di psikologi bisa disebut perilaku maladaptif," jelas Farras seperti dikutip dari Kompas.com, Kamis (1/5/2025).
Bagi Farras, pendekatan militeristik tidak mengungkap penyebab dari perilaku maladaptif pada anak.
Program ini justru menjadi kontra-produktif serta memperburuk kondisi psikologi anak.
Hal ini senada dengan pendapat pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi.
Menurutnya, pembinaan anak yang dilakukan di barak militer sangat berisiko bagi psikologis.
Fahmi menegaskan, yang dibutuhkan siswa bukanlah pendekatan koersif, melainkan disesuaikan dengan masalah masing-masing anak.
Baca juga: Sentil Program Dedi Mulyadi, Rocky Gerung Sebut Lebih Baik Preman yang Dibawa ke Barak Militer
"Yang dibutuhkan siswa bukan barak, tapi ruang belajar yang memulihkan. Kalau yang bermasalah adalah sikap, maka pendekatannya harus bersifat pedagogis dan reflektif, bukan koersif,” tegas Fahmi, Rabu (30/4/2025).
Ia menilai bahwa kenakalan remaja dapat ditangani dengan pendekatan sipil yang berbasis pendampingan, bukan penertiban.
Pendisiplinan anak-anak, kata Fahmi, memang merupakan hal yang penting untuk membentuk karakter anak.
Namun, pendisiplinan yang sebenarnya adalah yang lahir dari kesadaran dan bukannya ketakutan. (*)
Sebagian dari artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cek Langsung Siswa di Barak Militer, Kak Seto: Dedi Mulyadi Terbuka, Saya Apresiasi"
Demo Memanas di 11 Kota: Jakarta, Surabaya, hingga Makassar, Rakyat Tuntut Keadilan |
![]() |
---|
Setelah Eko Patrio, Kini Uya Kuya Minta Maaf karena Joget di DPR, Tidak Bermaksud Meledek |
![]() |
---|
Demonstran di DPR Cari Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Tagih Janji Puan Buka Pintu untuk Rakyat |
![]() |
---|
Anggota DPR Bikin Gaduh, Jusuf Kalla: Jangan Bicara Asal-asalan dan Hina Masyarakat |
![]() |
---|
Gerak Cepat Dedi Mulyadi, Hadiahi Rumah untuk Keluarga Ojol Affan yang Tewas Dilindas Rantis Brimob |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.