Berita Kukar Terkini

Menjaga Nutuk Beham Ritual di Kukar Kaltim, Sesaji Hasil Bumi hingga Pembacaan Mantra

Ritual ini digelar oleh masyarakat di salah satu kampung adat yaitu Desa Kedang Ipil, di Kukar, Kalimantan Timur.

|
Editor: Budi Susilo
Kompas.com/pandawa borniat
KUE WAJIK KETAN - Makanan khas hasil dari ritual ini disebut beham, sejenis kue wajik dari ketan yang dicampur kelapa parut dan gula merah. Rasanya manis legit, namun maknanya jauh lebih dalam: ini adalah simbol kehidupan, kerja keras, dan keberkahan hasil bumi pada Sabtu (9/5/2025) di Kukar, Kalimantan Timur. (Kompas.com/pandawa borniat) 

TRIBUNKALTIM.CO, KEDANG IPIL - Inilah kisah warga di Kukar, Kalimantan Timur dalam menjaga Nutuk Beham, sebuah ritual yang telah hidup dan berkembang lama di Kukar.

Di antaranya ada ritual soal sesaji hasil bumi hingga pembacaan mantra di Kedang Ipil, Kukar, Provinsi Kalimantan Timur

Asap tipis mengepul dari prapen (tungku api tradisional) yang menyala di tengah Balai Adat.

Di sekelilingnya, sejumlah orang duduk bersila, khusyuk mendengar tiga pria tua melafalkan mantra dalam bahasa yang nyaris punah.

Baca juga: Festival Budaya Nutuk Beham Kedang Ipil, Asisten I: Pemkab Kukar Mendukung Upaya Pelestarian Adat

Suasana hening, hanya sesekali terdengar suara gemerisik dedaunan atau kayu terbakar.

Ini bukan sekadar pertunjukan budaya. Ini adalah “nutuk beham”, sebuah ritual spiritual warisan nenek moyang Kutai Adat lama yang masih dijaga hingga kini untuk memaknai kegiatan Nutuk Beham.

Ritual ini digelar oleh masyarakat di salah satu kampung adat yaitu Kedang Ipil, di Kukar, Kalimantan Timur pada Minggu (11/5/2025) yang mengutip dari Kompas.com

Dalam kesempatannya, Kompas.com menyaksikan kegiatan terakhir dalam Nutuk Beham, setelah ritual dilakukan selama 2 hari 3 malam. Tokoh spiritual kampung, Innasrih, memimpin jalannya prosesi dengan penuh kehati-hatian.

Menurutnya, “nutuk beham” bukan sembarang upacara, melainkan perwujudan perjanjian tak tertulis antara manusia dan alam, antara generasi kini dan para leluhur yang telah pergi.

Baca juga: Pesta Panen dan Nutuk Bahamp di Dusun Putak Kukar Tarik 1000 Wisatawan

“Memang ini dasarnya dari perjanjian juga, perjanjian setiap tahun mengadakan ritual ini,” kata Innasrih, kepada Kompas.com.

“Bukan hanya kepada roh leluhur, tapi juga kepada makhluk-makhluk di sekitar kita. Kalau tidak diberikan, biasanya ada teguran.”

Beham jadi Sesaji Hasil Bumi

Dalam prosesi ini, masyarakat memberikan sesaji berupa hasil bumi yang telah diolah menjadi (Beham) atau makanan tradisional yang terbuat dari ketan.

Masing-masing persembahan ditujukan untuk entitas berbeda.

Ada yang ditujukan untuk roh leluhur, ada pula yang untuk makhluk halus penjaga kampung, serta energi tak kasatmata lainnya. 

“Kalau kita kerja seperti ini, kalau nggak dikasih, nanti ada teguran,” jelas Innasrih.

Teguran yang dimaksud bisa datang dalam bentuk kecelakaan, hasil panen yang buruk, atau gangguan tak kasatmata yang meresahkan warga.

Karena itu, setiap tahapan dalam ritual ini harus dilakukan secara tepat, mulai dari pembacaan mantra, pemanggilan roh, hingga pemberian sesaji. 

“Baca-bacaannya itu nggak bisa dituliskan walau puluhan lembar buku. Harus diturunkan langsung, dari mulut ke mulut,” ujarnya.

Menjaga Nutuk Beham di Tengah Modernisasi

Namun di tengah modernisasi dan perubahan zaman, menjaga keberlangsungan “nutuk beham” tidak mudah. Regenerasi menjadi tantangan besar.

Banyak anak muda enggan belajar atau bahkan malu melibatkan diri dalam praktik spiritual warisan leluhur ini.

“Seandainya kami orang tua sudah hilang semua, siapa yang meneruskan?” kata Innasrih lirih. “Yang penting itu mau dulu. Mau dan sanggup. Itu syarat awalnya.”

Padahal, menurut dia, tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi penerus ritual ini selain kemauan dan kesanggupan. Semua bisa dipelajari jika ada niat.

RITUAL BUDAYA KUKAR - Ilustrasi Festival Nutuk Beham di Kukar, Kalimantan Timur pada tahun 2024.
RITUAL BUDAYA KUKAR - Ilustrasi Festival Nutuk Beham di Kukar, Kalimantan Timur pada tahun 2024. (HO/PROKOM)

Termasuk membaca mantra, memahami makna sesaji, dan menjaga komunikasi dengan leluhur secara spiritual. Meski sederhana, setiap tahapan ritual memiliki makna mendalam. 

Tidak hanya sebagai bentuk penghormatan, tetapi juga komunikasi spiritual untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan alam.

Bagi masyarakat kampung, ritual ini adalah fondasi hidup. Ia menjadi jembatan antara yang tampak dan yang tak terlihat.

“Kalau sudah diberi duluan, sudah selesai membangun, tinggal kita ngatur saja lagi,” tutur Innasrih, menutup wawancara dengan tatapan jauh ke hutan lebat di desa kedang ipil.

Ritual “nutuk beham” barangkali tampak asing di telinga masyarakat urban. Namun di pedalaman Kalimantan Timur, inilah cara masyarakat menjaga relasi mereka dengan dunia yang lebih luas dunia roh, alam, dan sejarah panjang nenek moyang yang tak pernah benar-benar pergi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menjaga Harmoni Alam dan Leluhur Lewat Tradisi Nutuk Beham di Pedalaman Kalimantan." 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved