Berita Nasional Terkini

Kisah Pilu Dokter Yuanti di Kaltara, Mengabdi 11 Tahun di Perbatasan Sepihak Dipecat dari ASN

Kisah pilu dokter Yuanti di Kaltara. Mengabdi 11 tahun di perbatasan dipecat sepihak dari ASN.

Tribun Kaltara
DOKTER DIPECAT - Dokter Yuanti saat di DPRD Nunukan. Tengok kisah pilu dokter Yuanti di Kaltara. Mengabdi 11 tahun di perbatasan dipecat sepihak dari ASN. (Tribun Kaltara) 

TRIBUNKALTIM.CO - Tengok kisah pilu dokter Yuanti di Kaltara.

Sosol yang telah mengabdi 11 tahun di perbatasan Indonesia-Malaysia dipecat sepihak dari ASN.

Ya, teka-teki pemecatan dr Yuanti Yunus Konda sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) menguak fakta baru. 

Dokter yang telah mengabdikan diri di pelosok perbatasan RI-Malaysia itu, kini harus menerima kenyataan pahit, dipecat sebagai ASN tanpa kesempatan membela diri.

Peliknya lagi, dr Yuanti Yunus Konda ini mengaku tidak pernah diperiksa dalam proses hukum disiplin (Hukdis) yang akhirnya membuatnya diberhentikan.

Baca juga: Daftar 4 Lowongan Kerja Proyek PLTA, PT Kayan Hydropower Nusantara di Kaltara, Cek Cara Mendaftarnya

Dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Nunukan Irwan Sabri Nomor 227 Tahun 2025, salah satu dasar pemecatan dr Yuanti adalah hasil berita acara pemeriksaan yang menyatakan bahwa ia telah diperiksa pada tanggal 2 November 2022 dan 18 November 2022 oleh atasannya langsung dalam hal ini Kepala UPT Puskesmas Nunukan.

Namun dr Yuanti membantah keras klaim tersebut.

Dia menyampaikan bahwa dirinya pernah mendapatkan surat panggilan dari Kepala UPT Puskesmas Nunukan, namun tidak bisa hadir menjalani pemeriksaan.

Hal itu lantaran dr Yuanti belum bisa mendapatkan izin dari kampus sebelum satu tahun kuliah.

Impian dr Yuanti untuk menjadi dokter spesialis justru terbentur statusnya sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). 

Padahal, sejak tahun 2017 ia telah berulang kali mengajukan izin belajar, namun tak pernah disetujui.

Pada 2022, dengan tekad dan biaya sendiri, ia memutuskan mengambil Spesialis Akupuntur Medis di Universitas Indonesia. 

"Saya kaget, dalam SK disebutkan saya dipecat berdasarkan hasil pemeriksaan. Tapi kenyataannya saya tidak pernah diperiksa. Itu berita acara dari mana?," kata dr Yuanti kepada TribunKaltara.com, Selasa (20/05/2025) malam dengan nada kecewa.

Baca juga: Daftar 4 Lowongan Kerja Perusahaan Tambang PT PKN bagi Lulusan S1 di Kaltara, Simak Persyaratannya

dr Yuanti menyatakan bahwa selama proses disiplin berlangsung, dirinya tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan atau membela diri. Bahkan, keberadaan tim pemeriksa tak pernah diketahuinya.

"Bagaimana bisa saya dipecat karena hasil pemeriksaan, padahal tidak pernah ada pemeriksaan? Saya tidak pernah diperiksa, tapi kok ada berita acara pemeriksaan?," ucapnya.

Dokter yang telah melayani masyarakat di Lumbis dan Pulau Nunukan ini juga menyoroti ketertutupan informasi dan kejanggalan prosedur dalam proses pemecatannya.

"Saya tidak pernah diberi tahu hasil evaluasi. Tiba-tiba SP1, SP2, SP3 keluar, lalu langsung SK pemecatan yang salinannya saya terima melalui pesan WhatsApp pada 14 April 2025. Padahal saya punya hak untuk membela diri," ujarnya.

Baca juga: Daftar 4 Lowongan Kerja Perusahaan Tambang PT PKN bagi Lulusan S1 di Kaltara, Simak Persyaratannya

Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan keabsahan dokumen surat panggilan dan berita acara pemeriksaan yang tidak menggunakan kop surat resmi. 

Menurut dr Yuanti, hal tersebut menimbulkan keraguan terhadap legalitas proses administrasi yang dijalankan.

Lebih lanjut, dasar hukum yang digunakan dalam proses pemecatannya dinilai tidak lagi berlaku. 

"Dalam dokumen pemeriksaan disebutkan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010, padahal aturan tersebut telah dicabut dan digantikan dengan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil," ungkap dr Yuanti.

Dalam Pasal 27 PP Nomor 94 Tahun 2021, khususnya Pasal 27, dijelaskan bahwa:

1. Atasan langsung wajib memeriksa PNS yang diduga melanggar disiplin sebelum menjatuhkan hukuman;

2. Pemeriksaan dilakukan secara tertutup, bisa tatap muka atau virtual, dan dituangkan dalam berita acara;

3. Jika pelanggaran merupakan kewenangan atasan langsung, maka ia wajib menjatuhkan hukuman;

4. Jika pelanggaran di luar kewenangannya, maka hasil pemeriksaan diteruskan ke atasan yang lebih tinggi.

Baca juga: Daftar 4 Lowongan Kerja Proyek PLTA, PT Kayan Hydropower Nusantara di Kaltara, Cek Cara Mendaftarnya

Sementara Pasal 28 menegaskan, bila atasan langsung tidak memanggil atau memeriksa PNS yang diduga melanggar, maka atasan tersebut dapat dikenai sanksi oleh pejabat yang lebih tinggi.

"Dengan semua kejanggalan ini, pertanyaan besar saya muncul, apakah prosedur pemecatan saya sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku?," imbuh dr Yuanti. (Febrianus Felis)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved