Berita Samarinda Terkini

 Balita 4 Tahun Alami Kekerasan di Yayasan di Samarinda, Orangtua Pertanyaan Kasus Penyelidikan

Reny Lestari (36) wali sementara dari seorang anak balita 4 tahun di Kota Samarinda, pertanyaan kasus kekerasan terhadap anak asuhnya

TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG SALMON
KEKERASAN - Reni Lestari, Orang tua wali sementara anak balita 4 Tahun, pertanyaan kasus kekerasan terhadap anak asuhnya di sebuah Yayasan Sosial di Samarinda. (TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG SALMON) 

TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA - Reny Lestari (36) wali sementara dari seorang anak balita 4 tahun di Kota Samarinda, pertanyaan kasus kekerasan terhadap anak asuhnya di sebuah Yayasan Sosial di Samarinda.

Kasus ini sedang ditangani Polsek Sungai Pinang Samarinda sejak 20 Mei lalu.

Wanita berusia 36 tahun itu menceritakan,  pertama kali melihat anak asuhnya itu berinisial N (4) pada 21 Maret 2025 dalam kondisi yang tidak terawat.

Anak yang dalam kondisi kejang dan terlihat tidak terurus, kemudian membuat memberitahukan hak tersebut ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Kalimantan Timur (Kaltim) dan mereka pun langsung meninjau lokasi dan kasus sempat ditangani, sayangnya tidak ditindaklanjuti. 

"Masalah ini sempat gantung, akhirnya saya mencari tahu keberadaan anak ini (N), akhirnya pada 10 Mei, berada di rumah saya ibunya menyerahkan anak itu langsung ke saya, sekitar jam setengah dua belas malam dengan kondisi memprihatinkan,"ujarnya 

Baca juga: Berau Dorong Pembangunan Rumah Aman, Tangkal Maraknya Kasus Kekerasan Seksual

Setiba di rumah Reny, ia pun merasa sedih dengan kondisi anak balita itu yang sangat memprihatinkan. Ia bilang pada rambut anak tersebut dipenuhi kutu, dan benjolan besar pada bagia dahi sebelah kanan. 

Selain itu, pada tubuhnya ditemukan luka terbuka, kulit, perut membengkak dan mengalami kencing berdarah disertai demam tinggi pada anak balita tersebut. 

Melihat kondisi anak tersebut, keesokan harinya, Reny membawa balita N ke dokter, dan mendapatkan rujukan untuk melakukan visum serta pemeriksaan laboratorium. Hasilnya, kadar hemoglobin (Hb) hanya 7,8 dari batas normal 16.

Reny, juga menyebutkan bahwa sejak Januari 2024, N, yang memiliki kondisi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan epilepsi, tidak mendapatkan pengobatan rutin yang seharusnya dijalani setelah dititipkan ke yayasan. Padahal, obat epilepsi sudah diserahkan oleh ibunya kepada pihak yayasan.

Saat mengunjungi yayasan pada 10 April 2025, salah satu sakasi menyatakan bahwa pihak yayasan menyebutkan tidak ada terapi medis atau psikologis yang dijalani oleh N.

Rekaman pernyataan tersebut dimiliki oleh saksi, seorang mahasiswa hukum dari Universitas Mulawarman bernama Ridho. Reny menyayangkan tidak hadirnya perwakilan yayasan dalam pertemuan resmi di Dinas Sosial.

"Pihak yayasan bisa bertanggung jawab, Kalau memang tidak ada kekerasan, sampaikan saja. Jangan dibiarkan berlarut-larut seperti ini,” ujar

Baca juga: Kasus Kekerasan pada Anak di Kukar Meningkat, DP3A Genjot Pencegahan hingga Desa

Saat ini ia pun berharap dengan melaporkan ke Pihak kepolisian sejak mei lalu, untuk segera menindaklanjuti. 

"Saya berharap visumnya bisa keluar gitu lo, sesuai dengan hasilnya, kalau tidak terjadi apa-apa, saya rasa tidak harus menunggu sebulan lebih hasilnya," pungkasnya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved