Berita Viral

6 Poin Hasil Autopsi Juliana Marins, Perkiraan Waktu Meninggal hingga Luka Parah di Dada dan Perut

Enam poin hasil autopsi Juliana Marins pendaki asal Brasil yang jatuh di Rinjani, perkiraan waktu meninggal hingga luka parah di dada dan perut.

Kolase: Instagram @resgatejulianamarins/ KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA KUSUMANINGRUM
PENDAKIT RINJANI JATUH - (Kanan) Foto Juliana Marins yang diunduh di akun Instagram @resgatejulianamarins, pada Selasa (24/6/2025). Peti jenazah Juliana Marins pendaki Brasil yang meninggal di Gunung Rinjani dibawa ke Bali untuk menjalani autopsi (kanan). Dokter Spesialis Forensik RS Bali Mandara, Ida Bagus Putu Alit menegaskan bahwa hipotermia bukan penyebab meninggalnya pendaki asal Brasil, Juliana yang jatuh di Gunung Rinjani pada Sabtu (21/6/2025) lalu. Dokter Ida Bagus menyebut, penyebab kematian Juliana adalah kekerasan tumpul yang dialaminya akibat terjatuh ke jurang ratusan meter di Gunung Rinjani. Enam poin hasil autopsi Juliana Marins pendaki asal Brasil yang jatuh di Rinjani, perkiraan waktu meninggal hingga luka parah di dada dan perut. (Kolase: Instagram @resgatejulianamarins/ KOMPAS.COM/KARNIA SEPTIA KUSUMANINGRUM) 

TRIBUNKALTIM.CO - Berikut ini enam poin hasil autopsi Juliana Marins, perkiraan waktu meninggal hingga luka parah di dada dan perut.

Penyebab meninggalnya Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang jatuh di Gunung Rinjani diungkap dokter ahli forensik.

Dokter Spesialis Forensik Rumah Sakit Bali Mandara, Ida Bagus Putu Alit, mengungkapkan bahwa perkiraan kematian pendaki Gunung Rinjani asal Brasil, Juliana Marins, adalah 20 menit setelah terjatuh ke jurang dan mengalami pendarahan.

Hal tersebut berdasarkan hasil autopsi terhadap jenazah Juliana yang dilakukan di RS Bali Mandara, Denpasar.

Baca juga: Update Pendaki Brasil Tewas di Gunung Rinjani, Ini Pesan Menyentuh Ayah Juliana Marins di Instagram

Hasil autopsi Juliana Marins (26), wisatawan asal Brasil yang meninggal dunia akibat jatuh ke jurang sedalam 600 meter di Gunung Rinjani, akhirnya diumumkan oleh pihak RSUD Bali Mandara, Jumat (27/6/2025).

Peristiwa tragis yang menimpa Juliana terjadi pada Sabtu (21/6/2025) saat ia sedang melakukan pendakian di Gunung Rinjani bersama sejumlah temannya. 

Tiga hari setelah jatuh ke jurang, Juliana dinyatakan meninggal dunia, dan jenazahnya baru berhasil dievakuasi pada Rabu (25/6/2025). 

Dokter forensik RSUD Bali Mandara, dr Ida Bagus Putu Alit menjelaskan, autopsi dilakukan segera setelah jenazah tiba pada Kamis (26/6/2025) malam.

Lantas, apa saja fakta dari hasil autopsi Julian Marins:

Berikut 6 fakta yang disampaikan dokter Alit terkait kondisi jenazah hingga penyebab kematian Juliana Marins:

1. Jenazah Juliana diperiksa dalam kondisi masih utuh

Tanda-tanda lebam dan kekakuan tubuh menunjukkan Juliana meninggal dunia 12–24 jam sebelum autopsi dilakukan, sesuai dengan standar forensik mayat yang telah dibekukan.

2. Juliana mengalami luka lecet geser hampir di seluruh tubuh

Luka lecet geser ditemukan bagian punggung, kepala, dan anggota gerak, yang menunjukkan tubuh Juliana tergeser dengan benda-benda tumpul selama jatuh.

Selain lecet geser, korban juga mengalami patah-patah tulang, terutama di bagian dada, pinggul, dan paha.

HASIL OTOPSI - Foto Juliana Marins di lokasi terjatuh di Gunung Rinjani diambil dengan drone dan pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bali Mandara beberkan hasil autopsi jenazah Juliana Marins, wisatawan asal Brasil berusia 27 tahun yang jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani pada, Jumat 27 Juni 2025. (Istimewa via TribunBali)
HASIL autopsi - Foto Juliana Marins di lokasi terjatuh di Gunung Rinjani diambil dengan drone dan pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bali Mandara beberkan hasil autopsi jenazah Juliana Marins, wisatawan asal Brasil berusia 27 tahun yang jatuh di lereng puncak Gunung Rinjani pada, Jumat 27 Juni 2025. (Istimewa via TribunBali) (Istimewa via TribunBali)

3. Juliana meninggal akibat luka benda tumpul

Kesimpulan awal adalah korban meninggal akibat luka kekerasan benda tumpul yang menyebabkan kerusakan organ vital dalam dan memicu perdarahan hebat, terutama di area dada dan perut.

4. Korban meninggal bukan akibat hipotermia

Dokter Alit menegaskan, korban bukan meninggal akibat hipotermia, karena tidak ada penyusutan limpa atau tanda-tanda meninggal akibat hipotermia lainnya.

Pihaknya juga tidak bisa memastikan dugaan hipotermia karena kondisi jenazah sudah lama dan tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan cairan bola mata.

Terlebih, dilihat dari bekas luka dan pendarahan yang sangat banyak, dugaan hipotermia bisa disingkirkan.

Baca juga: Fakta-fakta Pendaki Brasil Jatuh di Gunung Rinjani, Dikonfirmasi Meninggal Dunia, Ini Sosok Juliana

5. Meninggal 20 menit usai alami cedera serius

Dokter Alit menambahkan,Juliana masih hidup setelah jatuh, tetapi hanya bertahan dalam waktu singkat lantaran cedera serius.

“Kami tidak menemukan tanda-tanda korban meninggal dalam jangka waktu yang lama dari luka-lukanya,” kata dia.

“Diprediksi setelah luka-luka Juliana meninggal paling lama 20 menit. Pendarahan paling parah dan banyak terjadi di dada dan perut,” imbuhnya.

6. autopsi belum sepenuhnya lengkap

Dokter Alit menegaskan, meskipun penyebab kematian mengarah ke kekerasan benda tumpul, proses autopsi belum lengkap karena masih menunggu hasil pemeriksaan toksikologi.

Kendala evakuasi Juliana Marins

Salah satu topik perbincangan yang paling menyita perhatian publik dalam kasus meninggalnya Juliana Marins adalah proses evakuasinya yang memakai waktu berhari-hari.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Yarman Wasur, menjelaskan proses evakuasi Juliana memang memakan waktu yang panjang karena berhadapan dengan kondisi ekstrem di puncak Rinjani.

“Gunung Rinjani sangat ekstrem, topografinya sangat curam, dan cuacanya setiap saat berubah-ubah. Ini yang menghambat terjadinya evakuasi,” jelasnya, dikutip dari Kompas.com.

Emi Freezer selaku Kasubdit RPDO (Pengarahan dan Pengendalian Operasi) Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia (KMM) Basarnas mengatakan, tidak semua evakuasi korban kecelakaan gunung bisa menggunakan helikopter.

"Penggunaan heli tergantung pada kondisi medan, cuaca, serta karakteristik lokasi dan teknis penerbangan," kata Emi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/6/2025).

Emi menjelaskan lokasi korban berada di jurang yang curam dan tidak memiliki ruang yang cukup untuk manuver helikopter, baik untuk mendarat ataupun menggantung di udara.

Kemudian ada potensi terjadinya angin vertikal dan turbulensi di area gunung tinggi, di mana ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan helikopter kehilangan daya angkat dan berisiko jatuh.

Kendala lainnya adalah cuaca buruk yang bisa mempengaruhi jarak pandang, juga debu vulkanik dan batuan di sekitar lokasi yang bisa teraduk oleh baling-baling helikopter dan membahayakan personel di area bawah. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Tribun-Bali.com dengan judul RSUD Bali Mandara Ungkap Penyebab Kematian Juliana Marins: Bukan Hipotermia, Tapi Kekerasan Tumpul,

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved