Berita Nasional Terkini

Polda Metro Libatkan 7 Ahli dalam Kasus Ijazah Jokowi, Pengamat: Polisi Ragu dan Tak Percaya Diri

Polda Metro Jaya libatkan 7 ahli dalam kasus ijazah Jokowi, pengamat nilai polisi ragu dan tidak percaya diri.

Twitter/DianSandiU/Tribunnews.com/Reynas Abdila
IJAZAH JOKOWI - Foto yang diduga memperlihatkan ijazah Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) diunggah oleh relawan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di akun @DianSandiU di media sosial X (dulu Twitter), Selasa (1/4/2025) (Inset).Bareskrim Polri menyatakan ijazah sarjana Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) asli. Hal itu disampaikan Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025). (Twitter/DianSandiU/Tribunnews.com/Reynas Abdila) 

TRIBUNKALTIM.CO - Polda Metro Jaya libatkan 7 ahli dalam kasus ijazah Jokowi, pengamat nilai polisi ragu dan tidak percaya diri.

Laporan soal ijazah Jokowi masih terus diproses di Polda Metro Jaya.

Selain memeriksa saksi pelapor, Polda Metro Jaya juga akan melibatkan sebanyak tujuh ahli dalam kasus tudingan ijazah palsu eks Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

Baca juga: Dituding Otak Pembuatan Ijazah Jokowi di Pasar Pramuka Muncul, Widodo Bantah Menghilang Tahun 2024

Namun, keterlibatan 7 ahli itu dipersoalkan oleh Tim Advokasi Kriminalisasi dan Akademisi, Ahmad Khozinudin.

Sebab, dengan itu, Ahmad menilai bahwa penyidik ragu dan tidak percaya diri dengan kasus tudingan ijazah palsu Jokowi itu, hingga memerlukan keterangan tujuh ahli tersebut.

"Kenapa kok sampai 7 ahli? Saya justru melihat, membaca, ini penyidik ragu, nggak percaya diri dengan kasus ini. Maka perlu keterangan 7 ahli untuk memastikan bahwa suatu tindakan yang sebenarnya bukan pidana, dia tetap berusaha menggiring menjadi pidana," ungkapnya, dikutip dari YouTube tvOneNews, Senin (30/6/2025).

"Padahal, kalau penyidik konsisten dengan asas hukum, walaupun ini bagi hakim ya, tapi ini juga bisa berlaku buat penyidik di tingkat penyelidikan dan penyidikan karena keputusan ini naik atau tidak, hakim itu penyidik, berhenti atau tidak hakimnya penyidik," sambungnya.

Ahmad pun mengatakan, dalam hal ini, jika memang ada keraguan soal kasus tersebut, seharusnya penyidik menganut asas hukum in dubio pro reo.

"Makannya, harusnya hari ini ya, penyidik menggunakan asas hukum in dubio pro reo, kalau ragu-ragu, lepaskan," tegasnya.

Menurut Ahmad, tidak perlu memaksakan mencari ahli, seperti ahli bahasa yang diminta menilai keterangan orang, padahal pendapat itu merupakan bagian dari kemerdekaan menyampaikan suatu hal.

Terlebih lagi, jika pendapat itu merupakan pendapat berdasarkan ilmu.

"Kalau ragu-ragu sebuah tindakan itu apakah dianggap sebagai penghasutan, ya sudah lepas saja. Jangan memaksakan mencari ahli bahasa untuk memasukkan keterangan orang di dalam sebuah podcast atau dalam wawancara media yang sebenarnya itu adalah bagian dari kemerdekaan menyampaikan pendapat," katanya.

"Apalagi pendapat berdasarkan ilmu, ditarik seolah-olah ini menjadi penghasutan, ditarik-tarik seolah ini kabar bohong, ditarik seolah-olah ini menjadi pencemaran, ditarik seolah-olah ini menjadi fitnah, ditarik seolah-olah ini menjadi satu tindakan yang dianggap melanggar Undang-Undang ITE," ujar Ahmad.

Baca juga: Dituding Jadi Dalang di Balik Ijazah Jokowi, Eks Wamendes Paiman Bersumpah, Bantah Tuduhan Roy Suryo

Kuasa Hukum Jokowi Beri Pembelaan

Mengenai hal ini, Kuasa Hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara, mengatakan bahwa tujuh ahli dilibatkan untuk menguatkan laporan dari pihak mereka, jadi tidak ada kaitannya dengan ijazah Jokowi.

"Kenapa ada 7 ahli? Ini 7 ahli tidak ada kaitannya dengan ijazah, 7 ahli ini adalah untuk menguatkan laporan kami," katanya.

Rivai pun membeberkan, dalam hal ini, pihaknya melaporkan beberapa pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Kami kan melaporkan ada 310, 311, 27, 32, dan 35 ITE. 310 itu penghinaan, 311 fitnah, 27 itu penghinaan atau fitnah yang dilakukan dalam teknologi informasi, 32 rekayasa teknologi, 35 penggunakan data teknologi informasi tanpa izin," jelasnya.

Keterlibatan tujuh ahli itulah, kata Rivai, yang akan menjelaskan mengenai pasal-pasal tersebut, apakah memang masuk dalam kategori fitnah maupun pencemaran nama baik.

"Nah ini untuk mengurai ini, apakah yang kami laporkan itu memasuki pasal ini. Contohnya ada ahli bahasa, apakah ini masuk kategori fitnah, apakah masuk dalam kategori pencemaran, Ahli bahasa nih yang akan menjelaskan," ungkapnya.

"Kedua apakah ini masuk ke pasal 32 dan 35, Ahli digital forensik akan menyatakan," imbuh Rivai.

Baca juga: Polda Metro Ungkap 2 Perkara dalam Laporan Jokowi soal Ijazah Palsu, Roy Suryo: Trik Licik

Kasus Jokowi Masih Dalam Penyelidikan

Hingga saat ini, Polda Metro Jaya masih melakukan penyelidikan dua objek perkara kasus tudingan ijazah palsu Jokowi, karena penyidik masih menunggu seluruh fakta terkumpul secara utuh.

“Objek perkara pertama dugaan fitnah yang diketahui dari akun media sosial dengan tuduhan pelapor memiliki ijazah S1 palsu, skripsi palsu serta lembar pengesahannya," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (26/6/2025).

Perkara pertama ini berdasarkan laporan polisi yang dibuat Jokowi pada 30 April 2025 lalu.

Dalam objek tersebut, penyelidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 49 saksi, termasuk saksi yang melihat, mendengar, dan mengetahui peristiwa tersebut, serta terduga pelaku.

Sedangkan objek perkara kedua berkaitan dengan dugaan tindakan penghasutan orang lain dan menyebarkan berita bohong melalui media elektronik. 

Perkara ini berasal dari lima laporan polisi yang ditarik dari sejumlah Polres ke Polda Metro Jaya dengan terlapor Roy Suryo Dkk.

"Update pendalaman dalam tahap penyelidikan ini yaitu penyelidik sudah melakukan pengambilan keterangan terhadap 50 saksi," imbuhnya.

Polisi juga meminta legal opinion atau pendapat hukum dari beberapa ahli.

"Yang jelas proses penyelidikan atau penerimaan laporan dari masyarakat maka tim yang mengawali tugasnya dalam proses penyelidikan itu harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian sesuai SOP yang berlaku," ucapnya.

Menurut Ade, pendapat hukum dari berbagai ahli tersebut diperlukan untuk mengungkap fakta peristiwa.

"Untuk perkara pertama legal opinion telah diminta dari Dewan Pers dan ahli digital forensik," tuturnya.

Pendapat ahli juga dimintakan untuk objek perkara kedua yang digabungkan dari beberapa Polres.

"Ada beberapa pendapat ahli yang belum penyelidik terima balik hasil legal opinion-nya yang sudah dimintakan kepada para ahli," ujar Ade.

"Antara lain, ahli digital forensik kemudian ahli bahasa Indonesia, kemudian ahli hukum ITE, kemudian ahli sosial hukum, ahli psikologi masa, grafologi, dan ahli hukum pidana," sambungnya.

Terkait dengan pertanyaan kapan gelar perkara akan dilakukan, Ade menegaskan, hal itu masih menunggu seluruh fakta terkumpul.

Ade menyebut, tahapan-tahapan harus dilakukan agar peristiwa yang diselidiki utuh.

Baca juga: Sidang Ijazah Jokowi di PN Sleman: 4 Poin Eksepsi UGM, Gugatan Dinilai Prematur

"Gelar perkara akan dilakukan setelah semua fakta lengkap untuk menentukan apakah ada unsur tindak pidana atau tidak,” tuturnya.

Sebelumnya, Jokowi telah melaporkan langsung sejumlah orang atas dugaan pencemaran nama baik ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada 30 April 2025.

Adapun, kelima terlapor tersebut yakni berinisial RS, ES, RS, T, dan K.

Dari beberapa inisial nama merujuk pada Roy Suryo, Rismon Sianipar, Dokter Tifa, Eggi Sudjana, dan Kurnia Tri Royani.

Praktis laporan Jokowi ini sudah berjalan hampir dua bulan. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Polisi Dinilai Ragu Karena Libatkan 7 Ahli dalam Kasus Ijazah Jokowi, Kuasa Hukum Beri Pembelaan

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved