"Belum lagi pendapatan asli daerahnya (dari hasi sewa gedung). Kami ingin secepatnya. Tetapi, kalau tak memungkinkan, perlu menunggu, ya kami menunggu. Kami (Transmart) ikuti aturan saja," tambahnya.
Persoalan ini, diakuinya bukan menjadi masalah pertama kali yang pernah terjadi dalam pembangunan Transmart di kota‑kota lain.
Herman menyatakan, harusnya kalau pemerintah daerah memiliki visi yang seperti itu (mempercepat perizinan), maka itu bagus.
Di beberapa kota, kebanyakan mereka membantu dan mendukung. Ini bukan masalah pertama yang dihadapi Transmart. Masing‑masing daerah itu punya karakteristik. Ya, tergantung daerahnya.
"Ada yang dipercepat, ada yang biasa‑biasa saja. Ada juga yang mempersulit. Itu juga ada," kata Herman Budi.
Imbas dari adanya persoalan ini, mau tak mau, berdampak pada proses pembukaan Transmart yang diagendakan awal.
Sebagai informasi, dalam grounbreaking lalu, Transmart memperkirakan opening dan operasional Transmart Samarinda bisa dilakukan sekitar Desember 2018.
Ini jika proses pembangunan sudah dilakukan Januari bulan depan.
"Normalnya, jika izin semua sudah dapat, maka jangka waktu pembangunan itu 11 bulan (sejak dimulai pembangunan). Adanya hal ini, pasti memperlambat. Intinya kami sebagai investor menunggu saja. Semakin lama, kami semakin tak bisa bergerak. Ya kan ?," ucapnya.
Tribun pun menanyakan kepastian kembali, apakah tetap akan menunggu atau cabut dari Kaltim dengan adanya persoalan ini.
Diakui Herman, pihaknya akan mempertanyakan persoalan ini kepada Pemprov Kaltim, sebagai pihak yang melakukan MoU dengan Transmart.
"Ya, tergantung ya. Artinya, kami tak bisa ada target yang terundur‑undur. Kami harus menanyakan kepastiannya. Kalau terlalu lama, kami harus pikir‑pikir pertimbangkan lagi," ucapnya. (*)