Kisah Keseharian Prajurit TNI AD di Pos Terdepan Perbatasan Mahulu,Berburu Ketika Kehabisan Logistik
Kisah Keseharian Prajurit TNI AD di Pos Terdepan Perbatasan Mahulu, Berburu Ketika Kehabisan Logistik
Penulis: Christoper Desmawangga | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, MAHULU - Kisah Keseharian Prajurit TNI AD di Pos Terdepan Perbatasan Mahulu, Berburu Ketika Kehabisan Logistik.
Prajurit TNI yang bertugas di wilayah perbatasan terutama yang berada di pos terdepan, dituntut mampu mengatur persediaan pasokan makanan sehari-hari.
Kondisi medan yang tergolong extream, ditambah dengan tidak tersedianya akses darat maupun air, membuat pasokan logistik hanya dapat mengandalkan jalur udara menggunakan helikopter dari Puspenerbad, itupun disesuai dengan kondisi cuaca.
Baca Juga;
Ramalan Zodiak Hari ini Minggu 15 Desember 2019 Libra Keras Kepala, Pisces Mungkin Salah Paham
Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini Minggu 15 Desember 2019 Aquarius Sosok Masa Lalu, Cancer Jangan Janji
Waktu Kian Sempit, Inilah 10 Berkas Wajib Verifikasi Berkas CPNS 2019 Kemenkumham Khusus Lulusan SMA
Pelatih baru Timnas Indonesia Segera Diumumkan 2 Nama Ini Mencuat
Mengantisipasi hal itu, Dansatgas Pamtas RI-Malaysia Yonif Raider 303/Setia Sampai Mati (SSM) Kostrad, Letkol Inf Taufik Ismail memberikan pesan kepada setiap Danpos agar dapat mengatur persediaan logistik dengan baik.
"Pasokan logistik memang untuk sebulan, tapi mereka harus bisa mengatur persediaan untuk 40 hari, hal ini untuk antisipasi keterlambatan pengiriman logistik," tutur Dansatgas kepada Tribunkaltim.co.
Sejauh ini pengiriman logistik hanya mengandalkan satu unit helikopter jenis helly bell 412 EP. Dalam sehari helikopter bisa mengantar logistik sebanyak tiga kali pengiriman, padahal ada 15 Pos terdepan yang harus mendapatkan suplay logistik melalui jalur udara.
Namun, jika cuaca dalam kondisi buruk, dalam sehari bisa saja tidak ada pengiriman logistik yang dilakukan. Bahkan, menurut Dansatgas keterlambatan pengiriman logistik pernah terjadi hingga 10 hari akibat cuaca yang tidak kunjung membaik.
"Heli yang digunakan hanya satu unit saja. Kalau keterlambatan pengiriman pernah mencapai 10 hari, tapi sejauh ini kondisi anggota di Pos semuanya baik-baik saja," tegasnya.
Bukan prajurit TNI namanya jika tidak bisa bertahan hidup di hutan. Dansatgas menerangkan, jika sampai pasokan logistik telah habis, personel Satgas pun akan berburu, mulai dari mancing di sungai, hingga berburu hewan menggunakan senapan angin.
"Mereka terlatih untuk dapat memanfaat potensi alam disekitarnya. Kalau pos yang dekat sungai bisa mancing, atau berburu hewan pakai senapan angin. Tapi, tidak banyak juga hewan buruan yang ditemukan di sana," terangnya.