Siapa Sebenarnya Sosok George Floyd yang Kematiannya Memicu Demonstrasi Besar di Amerika Serikat
Kematian George Floyd memantik demonstrasi besar-besaran di Amerika Serikat. Demonstrasi itu mengangkat isu rasialisme
TRIBUNKALTIM.CO - Kematian George Floyd memantik demonstrasi besar-besaran di Amerika Serikat.
Demonstrasi itu mengangkat isu rasialisme di negeri Paman Sam tersebut.
Pria kulit hitam tersebut meninggal setelah lehernya ditindih lutut polisi
George Floyd di lingkungannya dikenal sebagai pria besar ala "raksasa" yang baik hati dan penyayang.
Hal tersebut diakui tidak hanya oleh keluarganya sendiri, tapi juga orang-orang di sekitarnya.
Pria kulit hitam itu meninggalkan Houston untuk memulai kehidupan baru di Minneapolis, tapi ternyata di situ pula ia menemui ajalnya secara tragis.
• Terungkap Fakta Baru, China Akhirnya Mengakui Virus Corona tak Berasal dari Pasar Wuhan
• Kabar Terbaru, Jokowi Tunda Masuk Sekolah? Muhadjir dan Kemendikbud Bahas Pendidikan Era New Normal
• Bukan Demam, Gejala Ini yang Paling Sering Dirasa Pasien Virus Corona di Indonesia
George Floyd tewas usai lehernya ditindih lutut polisi, ketika ia tiarap dan sedang diamankan.
Pria dengan tinggi 2 meter itu ditangkap dengan tuduhan memakai uang palsu untuk bertransaksi di toko kelontong.
"Semua orang mencintai saudaraku," kata Philonese Floyd, Selasa (26/5/2020), sehari setelah kematian George Floyd.
Insiden pembunuhan ini lalu memantik demonstrasi besar-besaran di Amerika Serikat (AS) dengan mengangkat isu rasialisme.
"Dia berbadan besar dan baik hati," lanjut Philonese saat diwawancarai CNN.
"Dia tidak menyakiti siapa pun."
George Floyd (46) pindah dari utara lalu mendapat pekerjaan sebagai sopir truk.
Kemudian baru-baru ini dia bekerja sebagai petugas keamanan di restoran Conga Latin Bistro, sebelum bisnis itu sepi karena aturan Minnesota agar warga tetap di rumah.
"Dia selalu membuat kami aman," ujar Luz Maria Gonzalez, pengunjung yang sering makan di restoran, mengatakannya kepada National Public Radio yang dikutip AFP.