Sementara Bupati Jember Faida menilai usulan hak menyatakan pendapat tidak memenuhi prosedur sebagaimana dalam pasal 78 ayat (2) peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2018.
Dalam aturan itu, pengusulan hak menyatakan pendapat (HMP) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit materi dan alasan pengajuan usulan pendapat. K
emudian materi hasil pelaksanaan hak interpelasi dan atau hak angket. Namun, surat DPRD Jember pada Bupati Jember untuk hadir dalam memberikan pendapat dalam sidang tersebut tidak disertai denga dokumen pendukung sebagaimana diwajibkan dalam pasal 78 diatas.
“Tidak dilampirkannya dokumen materi dan alasan pengajuan usulan pendapat membawa kerugian pada Bupati,” ucap Faida dalam keterangan yang dikirim kepada DPRD Jember.
3 partai pengusung ikut makzulkan Bupati Jember
Partai pengusung Bupati Jember Faida juga turut memakzulkan Bupati perempuan pertama di Jember tersebut.
Ada tiga partai pengusung yang turut memakzulkan Faida, yakin PDI-P, Nasdem, dan PAN.
Ketiganya juga meminta agar Mendagri memberhentikan Bupati Faida.
PDI-P Jember mengungkap kronologi DPRD Jember melakukan pemakzulan Bupati.
Hal itu diawali DPRD Jember menggunakan hak interpelasi pada 27 Desember 2019.
“Namun, pada sidang paripurna Hak Interpelasi, Bupati Jember tidak menghadiri sidang itu,” kata Ketua Fraksi PDI-P Edi Cahyo Purnomo saat sidang paripurna, Rabu (22/7/2020).
Bupati Jember melayangkan surat sehari sebelum pelaksanaan sidang dan meminta agar paripurna dijadwal ulang.
Alasannya, Jember ditetapkan dalam status Kejadian Luar Biasa (KLB) hepatitis A sejak 26 Desember 2019.
Alasan lain karena sudah terjadwalnya kegiatan bersama masyarakat yang tidak bisa ditunda hingga 31 Desember 2019.
“Alasan yang dibuat-buat, alasan yang melecehkan eksistensi dewan,” tutur dia.