TRIBUNKALTIM.CO - Sementara pemerintah Indonesia telah mengutuk invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina tersebut, suasana online yang diisi oleh warganet lebih simpatik ke Rusia, benarkah karena mirip dengan Soeharto?
Memasuki minggu ketiga serangan Rusia ke Ukraina, warganet Indonesia menjadi sorotan karena dinilai pro Rusia dan terlalu mengidolakan Vladimir Putin.
Bukan tanpa sebab, warganet dicap pro Rusia dan mengutuk Ukraina dinilai dari meme dan unggahan sosial media mayoritas masyarakat Indonesia yang menunjukkan hal tersebut dan ada kaitannya dengan Presiden Indonesia kedua, Soeharto.
Hal ini tentu saja bersebrangan dengan statement resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia terkait serangan Rusia Ukraina tersebut.
Baca juga: AS Bantah Adanya Laboratorium Senjata Biologis di Ukraina, Rusia Ungkap Bukti Baru, Ini Kata PBB
Mengutip dari Aljazeera.com, Indonesia memilih mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang mengutuk agresi Rusia serta keputusan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia membentuk komisi independen untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
Presiden Joko Widodo juga menyerukan gencatan senjata dalam wawancara dengan Nikkei Asia pada 9 Maret 2022.
Menurut Yohanes Sulaiman, Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung, dukungan warganet ini dikarenakan adanya ketidaksukaan sebagian orang Indonesia terhadap Amerika Serikat.
Padahal sebelumnya mereka mungkin memprotes perang Rusia di Chechnya dan serangannya ke Suriah.
Baca juga: Bukan NATO, Putin Bongkar Tujuan Mulia Rusia Serang Ukraina, Demi Cegah Genosida
Kebencian terhadap Amerika Serikat
Sebagian besar ketidakpercayaan masyarakat berasal dari periode setelah 9/11 dan tanggapan Indonesia terhadap apa yang disebut 'War on Terror' Amerika Serikat di negara Indonesia.
"(Orang Indonesia yang Pro-Rusia) tidak menyukai dan tidak mempercayai Amerika Serikat. Orang-orang melihat Amerika menyerang Afghanistan dan Irak di masa lalu karena alasan yang dianggap dibuat-buat seperti konspirasi 9/11 dan kurangnya Weapons of Mass Distruction yang digunakan sebagai dalih untuk perang di Irak," ujar Yohanes Sulaiman.
"Ini berdampak pada mereka mempertanyakan kredibilitas sumber berita, yang diambil dari media massa Amerika. Banyak yang menyatakan bahwa mereka tidak bisa begitu saja menerima berita dari Amerika tanpa membaca sisi lain," lanjutnya.
Tetapi menurut Yohanes, ini berakar dari ketidakpercayaan mereka terhadap Amerika secara umum.
Baca juga: Update Perang Rusia vs Ukraina: Keterlibatan China Kian Perburuk Keadaan, Amerika Ancam Xi Jinping
Survei Pew Research Center di Washington, DC, menunjukkan sikap skeptis yang lebih besar terhadap Amerika di Indonesia dibandingkan dengan banyak negara lain di Asia Pasifik.
Sebuah studi Pew yang dirilis pada Februari 2020 menunjukkan hanya 42 persen orang Indonesia yang berpandangan baik tentang AS, terendah dari enam negara yang disurvei.
Daya pikat pria macho
Orang Indonesia juga cenderung melihat situasi di Ukraina melalui prisma konflik lain.
Lebih dari 90 persen dari 270 juta penduduk Indonesia adalah Muslim, dan dukungan untuk hak-hak Palestina hiungga kini masih sangat tinggi.
Baca juga: Akhirnya Muncul ke Publik, Putin Berapi-Api Beber Latar Invasi Rusia ke Ukraina
Terbukti dari kebijakan dan prinsip Indonesia yang tidak memiliki hubungan formal dan kerjasama dengan Israel.
"Ada masalah standar ganda dan whataboutisme di mana Israel meneror Palestina, jadi mengapa tidak ada masalah dengan itu, tetapi Ukraina adalah masalah?" kata Yohanes Sulaiman.
Namun, ia memperingatkan bahwa dukungan online untuk Rusia di Indonesia tetap bersifat anekdot dan bahwa belum ada studi atau upaya apa pun untuk benar-benar mengetahui dan memahami seberapa luas sentimen ini di masyarakat Indonesia.
Rusia terkenal dengan kegiatan kampanye disinformasi online dan penelitian telah menemukan Badan Penelitian Internet yang berbasis di St Petersburg bekerja untuk memanipulasi hasil pemilu 2016 di Amerika Serikat.
Baca juga: AKHIRNYA Presiden Zelensky Ingin Bertemu Pihak Rusia, Singgung Soal Integritas Teritorial & Keadilan
Negara ini juga telah berusaha untuk meningkatkan reputasinya di nusantara dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Radityo Dharmaputra, Dosen di Departemen Hubungan Internasional, Universitas Airlangga, mengatakan:
"Upaya bersama untuk menggambarkan Rusia sebagai teman dan sekutu Islam."
Untuk diketahui dosen Unair ini juga menulis di blog untuk Universitas Melbourne, Dharmaputra mencatat Rusia telah mendirikan pusat sains dan budaya di Jakarta.
Baca juga: Isu China Bantu Militer Rusia, Biden Beri Peringatan, Nasib Hubungan Tanpa Batas Putin & Xi Jinping
Dirinya juga mendirikan situs Russia Beyond the Headlines versi bahasa Indonesia dan memberikan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia serta pendanaan untuk pusat-pusat bahasa Rusia.
Indonesia tidak asing dengan orang-orang kuat seperti presiden Rusia, Vladimir Putin.
Seorang pria yang dikenal dengan kegemarannya dalam pemotretan macho.
Mendiang Presiden Soeharto, mantan jenderal yang memerintah Indonesia dengan tangan besi selama lebih dari 30 tahun hingga akhir 1990-an dan banyak politisi Indonesia dulu dan sekarang memiliki ikatan dengan militer atau berasal dari keluarga elit politik.
Baca juga: NEWS VIDEO Rusia Ancam Punya Kekuatan Permalukan Amerika Serikat, Buntut AS Picu Narasi Anti-Rusia
Kekaguman akan pemimpin yang memiliki keterkaitan dengan dunia militer juga merupakan salah satu alasan yang membuat warganet Indonesia mendukung Rusia.
"Popularitas tinggi seorang tokoh seperti Putin, menurut saya, berbicara tentang budaya politik dan sejarah otoriter Indonesia yang tidak liberal dan militeristik," kata Ian Wilson, dosen studi politik dan keamanan di Universitas Murdoch di Perth, Australia, mengatakan kepada Al Jazeera.
"Orang kuat otoriter telah lama dianggap baik, tegas dan teguh, dengan agresi dan penghinaan terhadap hak yang ditafsirkan secara positif sebagai tanda tekad. Patut diingat bahwa masih ada sentimentalitas yang signifikan bagi mantan diktator Soeharto," ujarnya.
"Mungkin juga bukan kebetulan bahwa tokoh politik populer dengan masa lalu militeristik dan citra orang kuat, seperti Prabowo Subianto (mantan calon presiden yang sekarang menjabat menteri pertahanan), kadang-kadang dibandingkan dengan Putin," ungkap Ian.
Baca juga: 3 Kesalahan Terbesar Militer Rusia dalam Invasi Ukraina, Simak Penjelasannya!
Sulaiman setuju bahwa, bagi banyak orang Indonesia yang menonton dari jauh, sosok seperti Putin lebih bisa diterima daripada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Karena Volodymyr Zelenskyy merupakan mantan komedian yang memenangkan Dancing with the Stars versi Ukraina pada 2006.
Sementara Zelenskyy tetap berada di Ukraina dan telah menginspirasi banyak orang dengan pembaruan videonya untuk rakyat Ukraina dan pidato yang menggugah di parlemen barat, ini tidak serta-merta diterjemahkan dengan baik untuk penonton Indonesia.
"Dalam budaya politik Indonesia, ‘orang kuat’ memiliki ciri khas otokratis, demagogis, dan meremehkan proses demokrasi," kata Wilson.
"Banyak yang melihat ini dalam diri Putin, tetapi tidak dalam sosok seperti Zelenskyy yang sering dicirikan dalam komentar sebagai ‘boneka’ kekuatan eksternal, meskipun kemunculannya sebagai pemimpin sejati di masa krisis."
"Putin dianggap sebagai orang yang keren, kuat, dan banyak netizen yang sangat menyukai sosok seperti itu," kata Sulaiman. (*)