TRIBUNKALTIM.CO - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo hadir dan ikut memberikan pidato di Rakernas XVI APEKSI di Makassar.
Dalam pidatonya, Ganjar Pranowo juga menyinggung soal Wadas, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah yang jadi perhatian publik.
Terkait Wadas, Ganjar Pranowo menyebut dirinya masih terus dibully bahkan menjadi stempel hitam.
“Kejadian (kasus Wadas) menjadi viral di mana mana, karena saya menjadi tertuduh utama,” ucap Ganjar.
“Pembuatan bendungan benar di Purworejo, yang kemudian jadi terkenal dengan kasus Wadas,” lanjutnya.
Ganjar mengatakan bendungan tersebut merupakan proyek pemerintah pusat dan bisa jadi solusi sejumlah masalah.
Menurut Ganjar, banyak informasi yang belum diketahui oleh publik terkait pembangunan Bendungan Bener, Desa Wadas, Kabupaten Purworejo.
Salah satu yang belum diketahui adalah pemberian ganti rugi sebesar Rp11 miliar ke ketua kelompok yang menolak pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas.
Kasus Wadas ini, pengakuan Ganjar Pranowo, membuat dirinya hingga saat ini masih saja di-bully.
"Hari ini saya masih di-bully. Akan tetapi, seluruh informasi tak disampaikan dengan baik.
Saya sampaikan, bagaimana kasus Wadas?"
"Ketua kelompok penolaknya sudah terima dan mendapat untung Rp 11 miliar," ujar Ganjar Pranowo dalam Diskusi Rakernas Apeksi 2023 di Makassar seperti dikutip TribunKaltim.co dari TribunBekasi.com di artikel berjudul Ganjar Pranowo Mengaku Ketua Kelompok Penolak Bendungan Bener Desa Wadas Sudah Menerima Rp11 Miliar.
Ganjar Pranowo mengaku sudah berkomunikasi dengan Presiden RI Joko Widodo terkait ganti rugi kepada warga.
Baca juga: Tindak Lanjut Penyerahan Berkas ke BPN, Pengukuran Tanah Tahap Ketiga Warga Desa Wadas Dilakukan
Dia menilai pemberian uang ganti rugi akan mempermudah proses komunikasi dengan warga di sana.
"Saya komunikasi ke presiden, Pak Jokowi. Beliau tanya, sudah selesai pak gub? Izin dilanjutkan.
Ganti ruginya bagus. Ini memudahkan kami bicara dengan mereka," ujarnya.
Lebih lanjut, Gubernur Jawa Tengah dua periode ini menyampaikan pihak terkait sudah selesai melakukan pengukuran lahan untuk keperluan pembangunan Bendungan Bener.
Hasil tersebut pengukuran itu juga menjadi dasar pemberian ganti rugi kepada warga yang terdampak proyek tersebut.
Di sisi lain, Ganjar Pranowo membenarkan persoalan Wadas menjadi stempel hitam bagi dia dan jajarannya.
Namun, dia mengaku telah meminta bawahannya untuk terbiasa dalam menyelesaikan masalah.
"Itu jadi stempel hitam. Saya bilang sama teman-teman semua, biasakan menghadapi persoalan jangan lari dari persoalan. Begitu persoalan itu muncul semua ketakutan," ucapnya.
Meski masih ada masyarakat yang belum percaya, Ganjar Pranowo menegaskan Bendungan Bener akan berperan untuk mencegah banjir dan menjadi sumber air.
"Turunan proyek itu nilainya gede banget dan sudah belasan tahun tak berhasil.
Kita lobinya setengah mati untuk mendapatkan ini. Kenapa kita tidak bisa bertugas?" ujarnya.
Baca juga: Setujui Pembebasan Tanah di Desa Wadas, Ketua Gempadewa Serahkan Berkas ke BPN Purworejo
Lebih dari itu, Ganjar Pranowo kembali mengaku memang ada pro dan kontra terkait pembangunan bendungan itu.
Dia juga dengan tegas pasang badan terkait dengan berbagai gesekan antara aparat dengan warga.
"Begitu tindakan agak represif di video muncul, satupun tak ada yang terbiasa bilang siap saya salah dan bertanggung jawab."
"Saya datang ke lokasi dan mengatakan, saya penanggung jawab, saya bereskan, yang ditahan saya minta dikeluarkan, dan saya akan datangi orangnya," ujar Ganjar Pranowo.
Apa Itu Bendungan Bener?
Dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com, Bendungan Bener yang berada di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).
Dikutip dari laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Rabu (9/2/2022), nama Waduk Bener atau Bendungan Bener diambil dari lokasinya yang berada di Kecamatan Bener.
Bendungan ini direncanakan akan mengairi lahan sawah seluas 15.069 hektar.
Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk memperbanyak waduk guna mendukung proyek ketahanan pangan.
Dengan keberadaan Bendungan Bener, diharapkan dapat mengurangi debit banjir sebesar 210 meter kubik per detik, menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 meter kubik per detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6 MW.
Selain itu, bendungan ini akan memasok sebagian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
Sumber air Bendungan Bener berasal dari Sungai Bogowonto, salah satu sungai besar di Jateng.
Baca juga: Warga Desa Wadas Terima Pembayaran Ganti Rugi Lahan, Kini Capai 92 Persen
Proyek ini berada sejauh sekitar 8,5 kilometer dari pusat Kota Purworejo.
Bendungan Bener merupakan proyek yang didanai langsung APBN lewat Kementerian PUPR.
Pemilik proyek ini adalah Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak yang berada di bawah Ditjen Sumber Daya Air PUPR. Proyek Waduk Bener digarap secara keroyokan oleh tiga BUMN karya, yakni PT Brantas Abipraya (Persero), PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Apa yang Ditolak Warga Wadas?
Sebagian warga Desa Wadas menolak penambangan batu andesit yang akan digunakan untuk pembangunan Bendungan Bener.
Untuk diketahui, batu andesit yang dijadikan material pembangunan Bendungan Bener, diambil dari bukit Desa Wadas.
Penambangan batu andesit inilah yang ditolak oleh warga.
Mereka menganggap penambangan tidak sekadar mematikan mata pencarian sebagian besar warga, tetapi juga merusak lingkungan yang bisa mengancam keselamatan nyawa warga Wadas dan sekitarnya, Siswanto (30), warga Desa Wadas, mengatakan, perbukitan Wadas termasuk daerah penyangga Bedah Menoreh.
Hal itu juga telah disebutkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Purworejo.
"Perbukitan Wadas itu penyangga Bedang Menoreh yang rawan bencana, terutama tanah longsor. Jadi tidak bisa jadi penambangan.
Akan tetapi, entah bagaimana RTRW berubah kalau kawasan Wadas boleh ditambang," ujar Siswanto melalui sambungan telepon, Rabu.
Pemerintah dianggap sudah menerobos aturan-aturan yang justru tidak memihak pada keselamatan warga.
Menurutnya, masyarakat Wadas secara turun-temurun sudah memahami kondisi daerahnya, bahkan jauh sebelum ada kajian analisis dampak lingkungan (amdal).
Soal bendungan akan mendukung perekonomian masyarakat, menurut Siswanto, meningkatkan perekonomian masyarakat tidak ada artinya jika harus mengorbankan banyak hal.
"Apa artinya mendukung perekonomian, tapi kalau yang dikorbankan jumlahnya banyak.
Pemerintah sudah menerobos, sampai mengubah data," ungkap Siswanto.
Sementara itu, dalam petisi yang dibuat pada Selasa (8/2/2022), disebutkan bahwa penambangan batuan andesit akan merusak 28 titik sumber mata air yang dibutuhkan oleh warga.
Selain itu, lahan seluas 145 hektar di Desa Wadas akan dikeruk habis untuk jadi tambang batuan andesit.
Hal tersebut membuat warga kehilangan lahan untuk pertanian, sedangkan semua warga Wadas menggantungkan hidup sebagai petani.
Baca juga: 233 Warga Desa Wadas Terdampak Tambang Andesit Terima Ganti Rugi Rp 335 Miliar
(*)
Update Berita Regional Terkini
IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS