TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir rekening bank tidak aktif atau dormant milik nasabah menuai pro dan kontra publik.
Rekening dormant merupakan jenis rekening tabungan atau giro milik nasabah (perorangan maupun perusahaan) di bank yang tidak digunakan untuk transaksi apapun dalam waktu tertentu.
RX (25), seorang perempuan warga BSD, Tangerang Selatan, mengaku kaget saat menyadari dua rekening miliknya dari dua bank yang berbeda, yakni BNI dan Jenius (BTPN) dalam kondisi terblokir.
Dia menyebut, kedua rekening tersebut memang sengaja dibuatnya untuk sekadar menyimpan uang.
Baca juga: 31 Juta Rekening Dormant dengan Dana Rp6 Triliun Diblokir, Kini Dibuka Kembali oleh PPATK
Malangnya, RX menyadari satu dari dua rekening bank miliknya terblokir saat hendak membayar biaya operasi sang ayah yang saat itu sedang sakit.
"Jadi saya punya beberapa rekening yang saya bagi-bagi sesuai kebutuhan. Ada 2 rekening yang memang dipakai untuk saving (menambung) aja, enggak buat apa-apa, benar-benar enggak ada transaksi masuk atau keluar," kata RX, saat ditemui Tribun, Kamis (31/7/2025).
"Satu lagi yang (rekening) Jenius itu akhirnya saya ngecek lah pas kemarin mau saya pakai buat bayar operasi bokap. Dan tiba-tiba udah diblokir enggak ada announcement (pengumuman) apa-apa," tambahnya.
Perempuan yang tidak mau disebutkan namanya ini mengaku kesal lantaran pemblokiran rekeningnya tersebut terjadi secara tiba-tiba.
"Kesal jujur. Lebih tepatnya enggak ada konfirmasi dulu gitu sih. Mungkin akan lebih baik kalau dihubungin dulu nasabahnya, masih aktif enggak ya ini rekeningnya, gitu," jelasnya.
"Kan bingung juga kalau itu akun (rekening) emang buat saving, malah pas mau dipakai terblokir," tambah RX.
Selanjutnya, RX mengaku sudah melaporkan pemblokiran dua rekeningnya tersebut kepada dua bank tersebut masing-masing. Namun, katanya, saat ini baru rekening dari Jenius (BTPN) yang sudah dipulihkan.
"Yang (rekening) Jenius sudah karena dia cuma butuh verifikasi muka aja. Kalau BNI belum, karena harus menyerahkan buku tabungan, harus ingat kapan transaksi terakhir," pungkasnya.
Berbeda dengan RX yang sudah mengalami pemblokiran rekening, seorang karyawan perusahaan yang bergerak di bidang penerbangan, Aisa Jihan (26) menyampaikan kekhawatirannya apabila sewaktu-waktu rekening bank miliknya tak digunakan bertransaksi dan tiba-tiba diblokir.
Menurutnya, perlu ada sosialisasi kepada para nasabah sebelum kebijakan blokir rekening tersebut dilakukan.
"Kan waktu awal buka rekening juga tidak ada kesepakatan (nasabah dengan bank) apakah rekeningnya harus aktif dalam tiga bulan atau akan diblokir, itu kan nggak ada syarat dan ketentuan tersebut," ucap Aisa, kepada Tribun.
Aisa menuturkan, apabila ada ketentuan yang seperti demikian disampaikan sejak awal nasabah membuka rekening, maka terdapat kesempatan bagi nasabah untuk mempertimbangkan kelebihan maupun kekurangan menyimpan uang di bank.
"Sebelum kebijakan tersebut diterapkan kan perlu ada sosialisasi. Bisa jadi kan saya pikir-pikir lagi untuk buka rekening. Siapa tahu saya jadi nggak mau buka rekening, mending nabung di rumah," katanya.
"Iya (sosialisasi). Karena kan ini juga butuh konsen. Ini kan rekening milik saya, kenapa jadi diakses oleh banyak pihak gitu," tambah Aisa.
Sementara itu, Aisa menanggapi alasan PPATK melakukan pemblokiran rekening karena adanya temuan rekening yang digunakan untuk menampung hasil pidana, mayoritas judi online.
"Semua kalau dikhawatirkan punya niat jahat, enggak usah rekening bank yang enggak dipakai, rekening yang dipakai juga bisa kok buat niat jahat. Kenapa dipukul rata," kata Aisa.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan pihaknya telah membuka kembali transaksi sebanyak 28 juta lebih rekening nganggur atau dormant yang sempat dihentikan sementara.
Ivan mengatakan pembukaan kembali transaksi terhadap lebih dari 28 juta rekening dormant tersebut telah dilakukan sejak awal proses tersebut berjalan beberapa bulan lalu.
"Lho ya memang sejak awal proses ini jalan beberapa bulan lalu, kami sudah membuka kembali 28 juta lebih rekening yang kami hentikan transaksinya sementara," kata Ivan saat dihubungi Tribun.
"Puluhan juta rekening tidak aktif, kami hentikan sementara transaksinya lalu kami cek kelengkapan dokumennya serta keberadaan nasabahnya, dan setelah diingatkan kepemilikan rekeningnya, segera kami cabut henti-nya. Ramainya baru sekarang," ungkapnya.
Ivan menjelaskan langkah tersebut adalah bagian dari program pencegahan yang harus dilakukan. Justru, kata Ivan, dengan apa yang dilakukan PPATK tersebut rekening-rekening tabungan menjadi semakin aman dan terpantau oleh nasabahnya masing-masing.
"Yang pusing sekarang para pelaku pidana, mau nyari rekening tidur buat disalahgunakan menjadi susah," ujar dia.
"Beberapa (ribuan nasabah) marah ke PPATK karena merasa dibekukan sebagai akibat tidak aktif, setelah kami cek ternyata alasan pembekuan bukan karena dormant tapi karena murni rekening penampungan hasil pidana (mayoritas judi online)," lanjutnya.
Ia mengatakan pihaknya juga telah melaporkan hal tersebut ke aparat penegak hukum. Dia juga menunjukkan sebuah grafik yang menunjukkam turunnya trend deposit perjudian online pada Semester I tahun 2025.
Pada grafik tersebut, terlihat tren mengalami kenaikan sekaligus penurunan yang tajam di bulan April 2025. "Ketika dormant kita bekukan, deposit judol langsung nyungsep sampai minus 70 persen lebih. Dari Rp5 trilliun lebih menjadi hanya Rp1 rilliunan lebih," kata Ivan.
"Tren jumlah transaksi deposit Judol juga terjun bebas setelah kita bekukan dormant. Ini kan semua hasil positif. Sesuai Asta Cita dan Indonesia Emas beneran," ungkapnya.
Ia juga mengimbau agar masyarakat sebagai nasabah menjaga kepemilikan rekeningnya. Ivan mengimbau agar jangan sampai rekening masyarakat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dia pun menunjukkan potongan klip pemberitaan di televisi yang menyoroti sejumlah kasus pidana terkait pembobolan rekening nasabah. Menurutya, saat ini tindak pidana semacam itulah yang juga tengah dicegah oleh PPATK.
"Ya jaga saja sebagai nasabah atas kepemilikan rekeningnya. Memang ini perintah Undang-Undang agar nasabah melakukan pengkinian datanya, sehingga tidak rawan disalahgunakan," pungkas Ivan.
Ogah Menabung
Terpisah, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyoroti soal kebijakan pemblokiran rekening dormant atau tidak aktif oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto mengatakan kebijakan tersebut dinilai gegabah dan berdampak besar terhadap perekonomian.
"Menurut saya direvisi ya bukan berarti kita nggak mendukung pemberantasan judi online ya, tetapi cara ini terlalu terlalu inilah ya terlalu gegabah begitu," kata Eko. Adapun dampak yang paling dekat yakni berpotensi menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat untuk menabung di perbankan.
Dimana masyarakat yang sejatinya menabung di bank agar bisa mengambil uangnya sewaktu-waktu, akan menjadi kesulitan ketika rekeningnya diblokir meski tak digunakan untuk tindak kejahatan.
"Sehingga menurut saya sih kebijakan ini terlalu ekstrem lah ya gitu ya, untuk sektor perbankan dan pasti tidak ini ya tidak konstruktif untuk sektor perbankan, bahkan saya menduganya mungkin juga ada risiko keengganan menabung ya ke depan kalau ini nggak segera direvisi," ucapnya.
Memang, bagi rekening yang terbukti tidak untuk menampung uang hasil kejahatan, pemilik bisa langsung melapor ke bank terkait pembukaan blokir tersebut. Namun, Eko menyoroti soal birokrasi yang akan sangat panjang bagi pemilik rekening yang terblokir tersebut.
"Tetapi dengan kebijakan ini secara tidak langsung mereka tertuduh gitu ya, bahwa rekeningnya indikasi disalahgunakan, terus untuk membuktikan tidak disalahgunakan mereka harus datang ke bank melaporkan kembali bahwa itu benar rekening yang tidak digunakan untuk judi online," ungkapnya.
"Cuma implikasinya kan ketika membuka tidak bisa segera gitu loh, harus ada konfirmatori check and recheck lagi disitu dan itu memakan waktu," ucapnya.
Dengan kondisi seperti itu, kata Eko, hal tersebut sudah tidak relevan dengan tren perbankan saat ini, di mana bank itu menjadi tempat invetasi besar-besaran seiring perkembangan digital.
Bahkan, lanjut Eko, dampak terbesarnya dengan berkurangnya minat masyarakat untuk menabung, akan membuat pembangunan di Indonesia tidak berjalan.
"Kalau nggak ada tabungan pembangunan gak bisa dilakukan tuh ya, jadi pertumbuhan ekonomi itu tergantung laju kredit perbankan, laju kredit perbankan tergantung berapa uang masyarakat yang disimpan di bank itu begitu," tuturnya.
Baca juga: Rekening Dormant Diblokir PPATK, Cara Mengaktifkan Lagi, Dana Dipastikan Aman dan Tidak Hilang
(Tribun Network/abd/ibz/wly)
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram