Berita Nasional Terkini

SK Menteri Agama 2023 yang Diteken Yaqut Diserahkan ke KPK, Bukti Tambahan Kasus Korupsi Kuota Haji

SK Menteri Agama tahun 2023 yang diteken Yaqut Cholil Qoumas diserahkan ke KPK, bukti tambahan kasus korupsi kuota haji.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
DIPERIKSA KPK - Mantan Menteri Agama 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/8/2025).KPK akan memeriksa handphone Yaqut Cholil Qoumas yang disita dari kediaman mantan Menag tersebut. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

Namun, kebijakan ini berubah total pada SK tahun 2024.

Dari 20.000 kuota tambahan, pembagiannya diubah menjadi 50:50, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. 

Perbedaan inilah yang dinilai MAKI sebagai bukti adanya penyelewengan.

BOYAMIN MAKI — Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (20/8/2025). Ia menyerahkan bukti tambahan berupa Surat Keputusan (SK) Menteri Agama tahun 2023 yang ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas ke KPK. (Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama)
BOYAMIN MAKI — Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (20/8/2025). Ia menyerahkan bukti tambahan berupa Surat Keputusan (SK) Menteri Agama tahun 2023 yang ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas ke KPK. (Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama) (Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama)

Menanggapi penyerahan bukti ini, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan apresiasinya atas dukungan masyarakat dalam pemberantasan korupsi. 

Menurutnya, bukti SK tahun 2023 tersebut akan menjadi bahan pengayaan penting bagi tim penyidik.

"Tentu ini nanti akan menjadi pengayaan bagi penyidik ya, artinya memang ada dua hal yang berbeda antara SK Menteri tahun 2023 dengan SK Menteri 2024," ujar Budi Prasetyo.

Baca juga: Korupsi Kuota Haji, KPK Sebut Oknum Pejabat di Kementerian Agama Diduga Terima Setoran Pelicin

KPK, lanjut Budi, akan mendalami mengapa terjadi perubahan kebijakan yang drastis tersebut. 

"Kita akan dalami itu, mengapa ada diskresi aturan itu, kenapa diskresi itu berkebalikan dengan niat awal pemberian kuota tambahan dari pemerintah Arab Saudi untuk memangkas panjangnya antrean ibadah haji," tegasnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan, ketika peraturan perundang-undangan memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap, tidak jelas, atau terjadi stagnasi pemerintahan.

Duduk Perkara Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji

Kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama RI (Kemenag) periode 2023-2024 ini bermula dari kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah untuk Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi.

Penambahan kuota ini didapat setelah pertemuan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dengan otoritas Saudi pada 2023. 

Berdasarkan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji harus dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. 

Namun, Kementerian Agama RI (Kemenag RI) di bawah Menteri Agama RI 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas diduga membagi kuota ini secara merata (50 persen haji reguler, 50 persen haji khusus).

Pembagian 50:50 tersebut tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Menag Nomor 130 Tahun 2024, yang kemudian menjadi salah satu alat bukti dalam mengusut kasus dugaan korupsi kuota haji karena diduga menyalahi aturan.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved