Demo di Jakarta

Ahmad Sahroni, Uya Kuya hingga Nafa Urbach Masih Anggota DPR Meski Dinonaktifkan, Masih Terima Gaji

Ahmad Sahroni, Uya Kuya hingga Nafa Urbach masih anggota DPR meski status dinonaktifkan. Banggar DPR menyebut masih terima gaji dan tunjangan

|
Editor: Amalia Husnul A
Tribunnews.com
ANGGOTA DPR - Dari kiri ke kanan: Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Uya Kuya, Eko Patro dan Adies Kadir, lima anggota DPR RI yang dinonaktifkan partainya. Meski status nonaktif namun kelimanya masih anggota DPR RI. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR menyebut kelimanya masih terima gaji dan tunjangan hingga resmi ada Pergantian Antar Waktu (PAW). (Tribunnews.com) 

TRIBUNKALTIM.CO - Lima anggota DPR RI dinonaktifkan partainya yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, hingga Adies Kadir usai pernyataan dan tindakan yang kontroversial yang berujung demo besar-besaran di Indonesia. 

Meski statusnya dinonaktifkan, namun Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, hingga Adies Kadir masih berstatus anggota DPR RI.

Bahkan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah menyebut Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, hingga Adies Kadir masih menerima gaji dan tunjangan hingga resmi ada Pergantian Antar Waktu (PAW).

Menurut Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini menegaskan, istilah “nonaktif” yang digunakan partai politik tidak otomatis mengubah status hukum seorang legislator.

Baca juga: Kabar Terkini Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Resmi Dinonaktifkan Nasdem sebagai Anggota DPR RI

Senin (01/09/2025), Titi Anggraini mengatakan, “Istilah nonaktif memang ada dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), tetapi penggunaannya sangat spesifik. 

Pasal 144 UU MD3 menyebutkan bahwa pimpinan DPR dapat menonaktifkan sementara pimpinan dan/atau anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang sedang diadukan dan pengaduannya dinyatakan memenuhi syarat serta lengkap untuk diproses.”

“Jadi, konteks ‘nonaktif’ dalam UU MD3 itu hanya berlaku pada posisi pimpinan atau anggota MKD, bukan pada anggota DPR secara umum,” sambung dia.

Menurut Titi, Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR juga menegaskan hal serupa, yakni nonaktif hanya berlaku bagi pimpinan atau anggota MKD.

Dengan demikian, kata Titi, penonaktifan kader oleh partai politik yang sudah diumumkan baru sebatas keputusan internal.

Belum sampai ke mekanisme hukum untuk mengubah status seorang anggota DPR RI.

“Ketika partai politik menyatakan menonaktifkan kadernya yang menjadi anggota DPR, hal tersebut sebenarnya masih berupa keputusan internal politik partai atau fraksi, belum mekanisme hukum yang otomatis mengubah status mereka sebagai anggota DPR,” ujar Titi.

“Dari sisi hukum, mereka tetap berstatus anggota DPR sampai ada PAW.

Penggantian antarwaktu bisa dilakukan setelah ada pemberhentian antarwaktu yang disampaikan pimpinan partai politik kepada pimpinan DPR,” sambung dia.  

Mekanisme PAW Titi menuturkan, perubahan status anggota DPR hanya bisa terjadi melalui mekanisme PAW yang diatur dalam Pasal 239 UU MD3.

Ada tiga kondisi yang menyebabkan anggota DPR berhenti antarwaktu, yakni meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.

Pemberhentian itu pun ada syaratnya, misalnya tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan selama tiga bulan tanpa keterangan, melanggar sumpah jabatan, hingga dijatuhi pidana minimal lima tahun.

“(Syarat lain) diusulkan oleh partai politiknya, tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR, melanggar larangan dalam UU MD3, diberhentikan sebagai anggota partai politik, atau menjadi anggota partai politik lain,” kata Titi.

Mekanisme tersebut, lanjut Titi, dibuat agar tidak ada kursi baru di luar hasil pemilu.

Selain PAW, UU MD3 juga mengatur pemberhentian sementara, yakni ketika seorang anggota DPR menjadi terdakwa perkara tindak pidana dengan ancaman minimal lima tahun penjara atau kasus khusus seperti korupsi dan terorisme.

“Kalau putusan pengadilan menyatakan bersalah, barulah yang bersangkutan diberhentikan tetap.

Jika tidak bersalah, maka statusnya dipulihkan.

Selama pemberhentian sementara, anggota DPR tetap memperoleh sebagian hak keuangan,” ujar Titi. 

Penonaktifan timbulkan kerancuan

Dengan demikian, Titi berpandangan bahwa istilah “nonaktif” yang digunakan partai politik hanya berdampak internal pada hubungan kader dengan partainya, bukan pada status hukum anggota DPR.

Terlebih lagi, belum ada kepastian apakah partai politik telah secara resmi mengusulkan pemberhentian kadernya dari anggota dewan ke pimpinan DPR RI.

Para kader juga tidak diberhentikan dari keanggotaan partai politik.

“Dari perspektif akuntabilitas publik, penggunaan istilah nonaktif adalah di luar koridor UU MD3 dan Tatib DPR, sehingga bisa menimbulkan kerancuan bagi publik.

Agar lebih jelas dan demi menjaga kepercayaan masyarakat, maka partai politik harus mempertegas apa yang dimaksud dengan penonaktifkan tersebut.

Serta menjelaskan kepada masyarakat konsekuensi dari penonaktifan terhadap status dan hak keanggotaan dari anggota DPR yang dinonaktifkan itu,” ungkap Titi.

Eks Direktur Eksekutif Perludem itu menambahkan, yang lebih dibutuhkan saat ini adalah perbaikan mekanisme akuntabilitas.

Salah satunya melalui gagasan “recall” oleh konstituen, agar wakil rakyat yang bermasalah bisa diganti berdasarkan aduan pemilih, bukan semata keputusan elite partai.

“Saya lebih mendorong para legislator bermasalah tersebut untuk mengundurkan diri dan partai politiknya meminta maaf secara terbuka serta dilanjutkan dengan pembenahan besar-besaran atas kinerja anggotanya yang ada di parlemen,” ucap Titi seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Masih Terima Gaji

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang juga anggota Fraksi PDIP Said Abdullah juga menegaskan hal yang sama, tidak ada istilah anggota Dewan nonaktif dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). 

Dengan demikian, Adies Kadir (Golkar), Ahmad Sahroni (Nasdem), Nafa Urbach (Nasdem), Eko Patrio (PAN), dan Uya Kuya (PAN) yang kini telah dinonaktifkan oleh partainya tetap masih berstatus anggota DPR RI.

“Baik Tatib maupun Undang-Undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif,” ujar Said saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (1/9/2025).

Said menegaskan bahwa setiap anggota DPR RI masih berstatus aktif sampai ada pergantian resmi melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW).

Anggota DPR nonaktif masih terima gaji dan tunjangan

Oleh karena itu, lanjut Said, kelima anggota Dewan yang telah diumumkan nonaktif oleh masing-masing partainya secara teknis masih menerima gaji dan tunjangan lainnya.

“Kan tidak di Banggar lagi posisinya, Banggar sudah memutuskan (anggaran).

Sekarang kalau begitu diputuskan kan di bagian pelaksana, pelaksananya bukan Banggar. Kalau dari sisi aspek itu ya terima gaji,” jelas Said. 

Meski begitu, Said enggan berkomentar lebih jauh soal keputusan yang telah diambil PAN, Golkar, dan Nasdem.

Dia hanya menegaskan bahwa Fraksi PDIP menghormati keputusan tersebut.

“Saya menghormati keputusan yang diambil oleh NasDem, PAN, Golkar, dan seharusnya pertanyaan itu dikembalikan kepada ketiga partai tersebut, supaya moralitas saya tidak melangkahi itu, dan tidak bolehlah ya,” katanya seperti dikutip TribunKaltim.co dari kompas.com.

Penonaktifan dewan kontroversial 

Diberitakan sebelumnya, sejumlah partai politik memutuskan menonaktifkan kadernya dari Fraksi DPR buntut pernyataan dan tindakan kontroversial yang memicu amarah publik.

Partai Nasdem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.

PAN menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya

Sementara, Golkar menonaktifkan Adies Kadir.

Langkah ini diambil setelah gelombang unjuk rasa besar-besaran terjadi sejak 25 Agustus 2025.

Aksi massa dipicu kekecewaan terhadap sejumlah anggota DPR yang dinilai tidak sensitif, mulai dari berjoget di tengah kesulitan rakyat hingga membela tunjangan ratusan juta rupiah.

Demo tersebut bahkan memakan korban jiwa dan diwarnai penjarahan serta pembakaran fasilitas umum di sejumlah daerah.

Baca juga: Profil Adies Kadir dan Kontroversinya, Politisi Kelahiran Balikpapan Dinonaktifkan Golkar dari DPR

(*)

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved