Berita Nasional Terkini
'Telat', Kata Menteri Natalius Pigai soal PBB Minta Usut Dugaan Pelanggaran HAM saat Demo
Menanggapi pernyataan OHCHR, Menteri HAM Natalius Pigai menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah lebih dulu mengambil langkah konkret.
TRIBUNKALTIM.CO - Polemik seputar penanganan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam demonstrasi nasional akhir Agustus 2025 terus bergulir.
Sorotan terbaru datang dari Kantor Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk HAM (OHCHR), yang meminta Pemerintah Indonesia segera melakukan penyelidikan menyeluruh dan transparan.
Aksi demonstrasi yang menjadi sorotan berlangsung di berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, Makassar, dan Surabaya.
Salah satu titik krusial adalah kawasan Gedung DPR RI di Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, tempat sejumlah pelajar dan pengemudi ojek online (ojol) ikut menyuarakan aspirasi.
Baca juga: PBB Tuntut Investigasi Transparan atas Dugaan Kekerasan Aparat Sepanjang Demo di Indonesia
Demo yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi ricuh, dan dalam insiden tersebut, seorang pengemudi ojol bernama Affan Kurniawan dilaporkan meninggal dunia akibat tindakan represif aparat.
Tragedi ini memicu gelombang kritik dari masyarakat sipil, aktivis HAM, dan lembaga internasional.
Pernyataan OHCHR dan Tuntutan Internasional
OHCHR, lembaga HAM di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), melalui juru bicara Ravina Shamdasani, menyampaikan keprihatinan mendalam atas meningkatnya kekerasan dalam demonstrasi tersebut.
Dalam pernyataan resminya, Ravina mendesak Pemerintah Indonesia untuk:
- Melakukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan transparan
- Menjamin akuntabilitas aparat penegak hukum
- Menjunjung hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi
- Menghindari penggunaan kekuatan berlebihan dan senjata api, sesuai standar internasional
“Kami mengikuti dengan cermat rangkaian kekerasan di Tanah Air dalam konteks demonstrasi nasional. Kami menekankan pentingnya dialog untuk menangani kekhawatiran publik,” ujar Ravina.
OHCHR (Office of the High Commissioner for Human Rights) adalah lembaga di bawah PBB yang bertugas mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia di seluruh dunia.
Kantor ini dipimpin oleh Komisaris Tinggi HAM dan memiliki mandat untuk:
- Memantau pelanggaran HAM di negara-negara anggota PBB
- Memberikan rekomendasi dan dukungan teknis kepada pemerintah
- Menyuarakan keprihatinan atas isu HAM global
- Menyusun laporan tahunan dan tematik terkait HAM
OHCHR beroperasi secara independen dan sering menjadi rujukan utama dalam penilaian kondisi HAM suatu negara.
Respons Tegas dari Menteri HAM RI
Menanggapi pernyataan OHCHR, Menteri HAM Natalius Pigai menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah lebih dulu mengambil langkah konkret sejak 29 Agustus 2025, bahkan sebelum pernyataan OHCHR dirilis.
“Telat! (too late!). Indonesia telah mengambil langkah-langkah lebih cepat tiga hari dari juru bicara OHCHR,” kata Natalius Pigai dalam keterangan resminya yang diterima Warta Kota, Selasa (2/9/2025).
Pigai merinci tiga langkah utama yang telah dilakukan pemerintah:
Pernyataan Presiden yang Mengecam Tindakan Aparat Presiden
Prabowo Subianto menyatakan keterkejutannya atas tindakan berlebihan aparat kepolisian yang menyebabkan kematian Affan Kurniawan.
Pernyataan ini disampaikan pada 29 Agustus 2025 dan menjadi sinyal awal bahwa pemerintah tidak menutup mata terhadap insiden tersebut.
Langkah Pemulihan dan Dukungan kepada Keluarga Korban
Presiden langsung mengunjungi keluarga Affan dan memberikan jaminan kehidupan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Tindakan ini dinilai sebagai bentuk empati dan tanggung jawab negara terhadap korban pelanggaran HAM.
“Presiden langsung melakukan langkah pemulihan dengan mendatangi keluarga korban serta menjamin kehidupan keluarga yang ditinggalkan,” tegas Pigai.
Pernyataan Resmi
Mengutip ICCPR Pada 31 Agustus 2025, Presiden menyampaikan komitmen pemerintah terhadap prinsip-prinsip HAM internasional dengan mengutip International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), sebuah perjanjian internasional yang menjamin hak atas kebebasan berpendapat, berkumpul, dan perlindungan hukum.
“Saat ini proses hukum secara transparan sedang berlangsung dan menjaga kebebasan ekspresi. Serta pemerintah sedang dan akan lakukan pemulihan korban,” ungkap Pigai.
ICCPR adalah perjanjian internasional yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1966 dan mulai berlaku pada 1976.
Indonesia telah meratifikasi ICCPR melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005. Beberapa hak yang dijamin dalam ICCPR antara lain:
Hak atas kehidupan
Larangan penyiksaan
Kebebasan berpendapat dan berekspresi
Hak atas peradilan yang adil
Kebebasan berkumpul secara damai
Dengan mengutip ICCPR, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penanganan kasus ini akan mengikuti standar HAM internasional.
Fokus Pemerintah: Akuntabilitas dan Pemulihan
Pigai menambahkan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada akuntabilitas aparat yang terlibat, tetapi juga pada pemulihan psikologis dan sosial bagi keluarga korban.
Menurutnya, pendekatan ini sejalan dengan prinsip HAM yang diakui secara universal.
“Pemerintah Indonesia selalu berupaya memastikan penanganan kasus ini tidak hanya fokus pada akuntabilitas aparat saja, tapi juga pada pemulihan keluarga korban,” pungkas Natalius Pigai.
Baca juga: Polemik Transfer Data RI ke Amerika, Menteri HAM Natalius Pigai Tegas Nyatakan Tidak Melanggar HAM
Sosok Natalius Pigai
Natalius Pigai, S.I.P., menjabat sebagai Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) di era Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto.
Natalius Pigai lahir 25 Juni 1975 di Paniai, Papua Tengah.
Nama Natalius Pigai dikenal sebagai salah satu aktivis di Indonesia.
Natalius Pigai merupakan seorang aktivis asal Papua.
Pria kelahiran Paniai ini adalah Alumni Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" (STPMD "APMD") Yogyakarta, seperti dikutip dari Tribunnewswiki.
Menteri HAM era Kabinet Merah Putih ini merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengabdi selama 15 tahun di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia di masa kepemimpinan Al Hilal Hamdi dan Jacob Nuwa Wea tahun 1999-2004.
Dia menduduki posisi sebagai Staf Khusus Menteri di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Natalius Pigai juga pernah tercatat sebagai anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2012-2017.
Yang mencengangkan, Natalius Pigai pun pernah menjadi Juru Parkir di Kementerian Transmigrasi RI.
Pendidikan
Natalius Pigai adalah lulusan Sekolah Tinggi Pemerintah Masyarakat Desa di Yogyakarta.
Di tempat itulah Natalius Pigai mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Pemerintah (S.I.P.), mengutip Kompas.com.
Pada 2003, ia mengambil pendidikan statistika di Universitas Indonesia dan melanjutkan pendidikannya sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2005.
Pigai juga menyelesaikan pendidikan kepemimpinan di Lembaga Administrasi Negara pada 2010-2011.
- Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" (STPMD "APMD") Yogyakarta (1999)
- Pendidikan Statistika di Universitas Indonesia (2004)
- Pendidikan Peneliti di LIPI (2005)
- Kursus Kepemimpinan di LAN (2010 - 2011)
Riwayat Karier
- Ketua Asosiasi Mahasiswa Papua (AMP) Internasional (1997 - 2000)
- Staf di Yayasan Cindelaras/YACITRA (1998)
- Ketua Lembaga Studi Renaissance (1998 - 2000)
- Staf di Yayasan Sejati (1999 - 2002)
- Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi/Menakertrans (1999 - 2004)
- Anggota Komnas HAM RI (2012 - 2017)
Karya
- Anak Indonesia Teraniaya: Status kewarganegaraan Anak TKI di Malaysia
- Tenaga Kerja Penyandang Cacat
- Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Papua
- Migrasi Tenaga Kerja Internasional
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Natalius Pigai, S.I.P
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul PBB Menduga Ada Pelanggaran HAM saat Menangani Aksi Demo, Pigai: Mereka Telat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.