Berita Internasional Terkini
Pernah Disematkan Media Asing ke Gibran, Mengenal Istilah 'Nepo Kids' yang Mengemuka di Demo Nepal
Istilah 'Nepo Kids' atau 'Nepo Babies' mengemuka dalam demo besar-besaran mengguncang negara Nepal, Selasa (9/9/2025) waktu setempat.
TRIBUNKALTIM.CO - Istilah 'Nepo Kids' atau 'Nepo Babies' mengemuka dalam demo besar-besaran mengguncang negara Nepal, Selasa (9/9/2025) waktu setempat.
Demo berujung kericuhan di Nepal dipicu protes terhadap pemblokiran 26 platform media sosial yang dianggap membungkam kebebasan berekspresi.
Di media sosial Nepal, istilah "Nepo kids" menjadi trending dan disebut ikut memicu kemarahan warga.
Sebelum demo besar-besaran mengguncang negara Nepal, Selasa (9/9/2025) waktu setempat, beredar foto di media sosial yang menunjukkan gaya hidup mewah anak-anak dari elit politik negara tersebut.
Baca juga: Amien Rais Sudah Lama Prediksi Jokowi Sosok yang Terapkan Nepotisme, Singgung Jargon Revolusi Mental
Foto-foto ini diberi tagar #nepokids, yang merujuk pada anak muda yang mendapatkan keuntungan dari koneksi keluarga mereka.
"Nepo kids" di Nepal, yang menggunakan versi singkatan dari nepotisme, serupa dengan konsep populer di Barat.
Di sana, istilah "nepo kids" dan "nepo babies" digunakan untuk merujuk pada anak-anak istimewa dari selebritas dan tokoh masyarakat lainnya.
Perilaku anak-anak pejabat ini membuat geram masyarakat di negeri yang sebagian besar warganya hidup dalam kemiskinan, memperlihatkan kesenjangan sosial yang dalam.
Banyak warga Nepal mengutuk mereka karena dianggap tidak peka di negara di mana seperempat penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Para pejabat dan politisi Nepal dituding berpraktik koruptif, kurangnya transparansi dalam penggunaan dana publik, dan dugaan memakai anggaran negara untuk gaya hidup mewah keluarga mereka.
Padahal, gaji resmi mereka terbilang rendah.
Sebagai bagian dari tren media sosial #nepokids di Nepal, netizen Nepal mengunggah video dan unggahan ke TikTok dan X yang memperlihatkan anak para tokoh politik Nepal sedang berlibur mewah dan mengenakan pakaian mahal.
Masih dalam postingan tersebut, gambar kemewahan para nepo kids, disandingkan dengan adegan perjuangan sehari-hari warga Nepal biasa.
Di antara gambar yang paling sering dibagikan adalah foto yang diklaim menunjukkan putra seorang menteri berpose dengan kotak-kotak berlabel Louis Vuitton dan Cartier yang disusun menjadi pohon Natal.
Video lain menggabungkan foto-foto yang diklaim sebagai putra seorang mantan hakim sedang makan di restoran mewah dan berpose di samping mobil Mercedes.
"Ribuan video semacam itu menjadi tren di seluruh ekosistem digital Nepal," kata Raqib Naik, direktur eksekutif dari Center for the Study of Organized Hate, sebuah kelompok pengawas yang berbasis di Washington yang melacak ekstremisme dan misinformasi daring di Asia Selatan dan komunitas diasporanya.
Kontras "antara hak istimewa elit dan kesulitan sehari-hari menyentuh hati para Gen Z dan dengan cepat menjadi narasi sentral yang mendorong gerakan ini," katanya, seperti dilansir Tribunnews.com di artikel berjudul Siapa 'Nepo Kids' dan Mengapa Mereka Jadi Pemicu Kemarahan Masyarakat di Nepal?.
Baca juga: Viral Video Bule Ngoceh Ibukota Koruptor Nepotisme, Satgas Sebut Lokasi Bukan di IKN di Kaltim
Kronologi demo di Nepal
4 September
Pemerintah Nepal memblokir 26 platform media sosial (termasuk Facebook, Instagram, WhatsApp, YouTube, X) karena dianggap gagal mendaftar ke Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi dalam tenggat waktu yang diberikan sejak 28 Agustus.
8 September 2025
Pagi hari, ribuan pelajar dan anak muda berkumpul Maitighar Mandala, Kathmandu.
Mereka turun ke jalan menuntut pencabutan blokir medsos dan ruang demokrasi yang lebih luas di negara itu.
Siang hari, bentrokan massa dengan aparat keamanan pecah.
Pengunjuk rasa berhasil menembus pertahanan polisi dan merangsek ke kompleks parlemen New Baneshwor.
Polisi berusaha membendung dengan menembakkan peluru tajam ke arah demonstran.
Korban mulai berjatuhan.
19 orang dilaporkan tewas, ratusan orang, termasuk polisi terluka.
Malam hari, Pemerintah berupaya meredam kemarahan masyarakat dengan mencabut larangan medsos.
Namun, massa sudah terlanjur marah.
Kerusuhan berlanjut.
9 September 2025—
Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak dan Menteri Pertanian Ramnath Adhikari mengundurkan diri atas tanggung jawab moral menyusul korban jiwa dalam protes.
Hanya dalam hitungan jam, Perdana Menteri K.P. Sharma Oli juga mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Ramchandra Poudel.
Sore hingga malam, situasi makin tak terkendali.
Ribuan orang menolak aturan jam malam.
Mereka turun ke jalan.
Massa mulai membakar gedung-gedung pemerintah di kawasan elite dan rumah pejabat.
Menteri Keuangan Bishnu Prasad Paudel dikejar massa hingga terjun ke sungai untuk menyelamatkan diri, ia bahkan sempat ditelanjangi massa.
Baca juga: Daftar Kritik PDIP untuk Jokowi yang Kini Beda Haluan, Singgung Gibran, Nepotisme hingga Utang
10 September 2025—
Tentara Nepal mulai mengambil alih keamanan di Ibu Kota Kathmandu.
Namun situasi masih memanas.
Panglima Angkatan Bersenjata Ashok Raj Sigdel mengimbau dialog damai untuk mencegah situasi makin tidak terkendali.
Gibran Dijuluki 'Nepo Baby' oleh Media Asing
Saat perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2025 lalu, media asing menyoroti calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka sebagai seorang "nepo baby".
Diberitakan Kompas.com (24/12/2023), media asing Al Jazeera menuliskan berita berjudul "Indonesian Leader's Son Brushes Off 'Nepo Baby' Tag in Feted Debated Showing".
Media asal timur tengah itu menyebutkan, Gibran dinilai menepis tuduhan nepotisme yang dilekatkan pada dirinya sebagai putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam debat cawapres, Jumat (22/12/2023).
Al Jazeera menulis, Gibran mendapatkan tuduhan sebagai 'nepo baby' atau 'anak ningrat' yang melanjutkan politik dinasti.
Namun, tuduhan itu ditepis karena dia tampak mendominasi acara debat dengan pemahaman terhadap isu ekonomi dan investasi.
Lalu, apa arti dari istilah 'nepo baby' yang diberikan kepada cawapres Gibran Rakabuming Raka?
Arti nepo baby
Ahli kajian budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS), Sri Kusumo Habsari mengungkapkan istilah 'nepo baby' merupakan singkatan dari 'nepotism baby' yang dapat diartikan sebagai bayi atau anak nepotisme dalam bahasa Indonesia.
"Nepotism baby dianggap sebagai masih anak-anak, belum dewasa, dan terkenal lebih karena mendompleng ketenaran orang tuanya," jelasnya kepada Kompas.com, Selasa (26/12/2023).
Menurut Habsari, istilah ini digunakan sebagai bentuk stigma negatif masyarakat terhadap anak-anak yang kebetulan orangtuanya berprestasi.
Dia menyebut, 'nepo baby' digunakan untuk memanggil seseorang karena masyarakat tidak yakin anak tersebut benar-benar berprestasi karena diri sendiri atau dipengaruh pencapaian orangtuanya.
"Stigma tersebut memang melekat ke anak-anak orang terkenal dan kebetulan juga berpretasi," lanjut dia.
Menurut Habsari, stigma 'nepo baby' ini menjengkelkan karena anak yang kurang berprestasi akan dibandingkan dengan orangtua yang berprestasi.
Sementara anak yang berprestasi akan dianggap nepotisme karena orangtuanya.
Makna penggunaan nepo baby
Sementara itu sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menjelaskan, istilah 'nepo baby' memang bernada negatif.
Menurut dia, 'nepo baby' berasal dari tulisan seorang pengamat yang merujuk pada anak-anak artis di dunia seni Hollywood.
Mereka disebut 'nepo baby' karena bisa langsung masuk ke film-film besar tanpa bekal kemampuan akting yang tinggi.
"Jadi 'nepo baby' itu adalah privilege yang diberikan orangtuanya, temannya menjadi jembatan bagi anak-anaknya untuk bisa masuk ke dalam panggung kelas yang atas," jelasnya kepada Kompas.com, Selasa.
Drajat menyebut, orang-orang yang 'nepo baby' mendapatkan prestasi atau masuk dalam kelas yang tinggi bukan karena kemampuan profesional yang dia miliki.
Namun, karena orang itu memiliki hubungan baik dengan orang-orang di sekitar dia.
Misal, orangtua, saudara, atau temannya. Menurutnya, sistem nepotisme tersebut sudah ada sejak zaman dulu di berbagai bidang termasuk politik dan bisnis.
Meski tampak negatif, Drajat mengatakan ada yang menganggap orang 'nepo baby' lebih terpercaya dan lebih setia.
"Kalau orang-orang ini setia, maka perlindungan terhadap penguasa ekonomi atau politik akan tetap terjaga," tambahnya.
Kebalikan dari meritokrasi
Lebih lanjut, Drajat menyebut 'nepo baby' merupakan kebalikan dari 'meritokrasi'.
Meritokrasi adalah sistem yang memberikan kesempatan kepada seseorang memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasinya.
"Orang yang berprestasi dan bisa loncat ke atas karena kemampuannya begitu besar," lanjut dia. Drajat mengakui saat ini ada banyak orang yang masuk kategori 'nepo baby'.
Namun meski mendapatkan posisi atas karena nepotisme, hal tersebut didapatkan karena adanya usaha.
Orang tersebut, katanya, memang mendapatkan akses kelas atas dari orang terdekat. Ketika berada di posisi atas, orang itu tetap bersaing profesional menunjukkan dia pantas di sana.
"Apakah ada yang full 'nepo baby' atau full 'merit baby', kebanyakan saat ini adalah campuran," tambahnya.
Drajat menyebut orang yang 'nepo baby' juga perlu berusaha untuk ada di posisinya.
Jika tidak, dia akan mendapatkan hukuman sosial yang lebih besar.
"Kalau 'nepo baby' bisa menunjukkan kemampuannya di kelas atas, orang juga akan memberi pengakuan," ungkapnya.
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.