Ijazah Jokowi
Jokowi Bersikeras Ada Orang Besar di Balik Isu Ijazah Palsu, Kubu Roy Suryo: Kami Tantang Sebut Nama
Jokowi bersikeras ada orang besar di balik isu ijazah palsu, kubu Roy Suryo: Kami tantang sebut nama.
TRIBUNKALTIM.CO - Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikeras ada orang besar di balik isu ijazah palsu, kubu Roy Suryo menantang pembuktian.
Roy Suryo Notodiprojo adalah seorang pakar telematika, mantan politisi, dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia.
Ia salah seorang yang paling getol mempermasalahkan ijazah Jokowi.
Kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin menanggapi pernyataan Jokowi yang menganggap ada 'orang besar' di balik isu ijazah dan menilainya hanya tuduhan tanpa bukti.
Polemik seputar dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang saat ini menjabat Wakil Presiden Indonesia, kini bergeser ke ranah tudingan politis.
Baca juga: Gugatan Rp125 Triliun ke Gibran soal Ijazah Luar Negeri, Mengapa Prabowo tak Ikut Digugat?
Ahmad Khozinudin yang pernah menjadi Ketua Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat (KPAU) ini , menanggapi pernyataan terbaru Jokowi yang menyebut ada sosok besar di balik isu yang berlarut-larut ini.
Menurut Ahmad, tudingan tersebut hanyalah asumsi yang bersifat ilusi tanpa didukung bukti nyata.
Hal itu ia sampaikan dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi di tvOneNews.
Tudingan 'Orang Besar' Dianggap Repetisi
Ahmad Khozinudin menilai tudingan Jokowi tentang "orang besar" yang mendalangi isu ijazah bukanlah hal baru.
Ia menyebut pernyataan ini sebagai "repetisi" atau pengulangan dari tuduhan serupa yang pernah dilontarkan Jokowi pada Juli 2025 lalu.
"Tuduhan Saudara Joko Widodo ini kan sebenarnya repetisi," ujar Ahmad Khozinudin.
Pada kejadian sebelumnya, ketika Jokowi menyinggung "orang besar" terkait suatu polemik, pihak Roy Suryo sudah menantangnya untuk membuktikan nama sosok tersebut.
"Saat itu kami tantang, kami challenge, sebut saja namanya [orang di balik agenda besar, red] siapa. Apa SBY, apa Aguan, apa Anthony Salim, dan sampai hari ini tidak ada jawaban," terang Ahmad.
Bahkan, Ahmad mengaku sempat melayangkan somasi agar Jokowi tidak melontarkan tuduhan tanpa dasar.
Baca juga: Poin-poin Jokowi soal Ijazah Gibran Digugat, Sebut Ada Pihak yang Backup
Jokowi Dituding Baper Politik dan Latah Politik
Karena tudingan tersebut tidak pernah dibuktikan, Ahmad Khozinudin menilai Jokowi sedang "baper politik."
Istilah ini ia artikan sebagai sikap politisi yang terlalu sensitif atau berlebihan dalam menanggapi suatu isu, sehingga perasaannya memengaruhi pandangan politik.
"Jangan-jangan Saudara Joko Widodo ini baper politik, karena perasaan politiknya mengatakan ada orang besar," imbuhnya.
Lebih lanjut, Ahmad menyebut Jokowi tidak hanya baper politik, tapi juga latah politik karena mengulang tuduhan "orang besar" pada isu terbaru, yakni dugaan ijazah palsu Gibran.
"Hari ini, Saudara Joko Widodo tidak hanya baper politik, tapi apa? Latah politik," tutur Ahmad.
"Kenapa? Melakukan repetisi, tuduhan terhadap adanya orang yang mem-backing-i, orang besar, di balik perjuangan untuk mengungkap ijazah palsu, dengan menyatakan, 'Oh, sekarang Gibran ada dipersoalkan. Jangan-jangan nanti Jan Etes juga dipersoalkan,'" tambahnya.
Dengan pernyataan ini, Ahmad Khozinudin kembali menegaskan bahwa polemik ijazah ini tidak didalangi oleh "orang besar," melainkan murni upaya hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memperjuangkan transparansi.
Ahmad menjelaskan, polemik ijazah Gibran saat ini patut disorot lantaran dinilai tidak sesuai dengan persyaratan mengajukan diri jadi calon wakil presiden RI, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya Pasal 169 huruf r.
Syarat itu menyebut, calon presiden maupun calon wakil presiden harus memiliki syarat pendidikan minimal SMA/MA/SMK/MAK.
Baca juga: Roy Suryo Makin Mantap Soal Wacana Pemakzulan Gibran, Siap Beber Data Fufufafa dan Keabsahan Ijazah
UU Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 169
BAB II PESERTA DAN PERSYARATAN MENGIKUTI PEMILU
Persyaratan Calon Presiden dan Calon Wakil presiden
Pasal 169
r. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat
Sementara, Gibran disinyalir tidak memiliki ijazah kelulusan pendidikan menengah atas sebagaimana persyaratan yang dimaksud.
"Saya ingin dudukkan masalahnya demikian ya. Kalau hari ini ada gugatan terhadap Gibran, yang menjadi latar belakang statement saudara Joko Widodo, itu kan berangkat dari Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 pasal 169 huruf R atau syarat ke-18," papar Ahmad.
"Untuk menjadi seorang presiden atau wakil presiden itu kan memang harus berijazah atau berpendidikan SMA, Madrasah Alyiah, SMK, Madrasah Aliyah Kejuruan, ya kan, atau pendidikan yang setara dengan itu," tambahnya.
"Nah, problemnya kan Saudara Gibran ini tidak lulus semuanya," sambungnya.
"Dan kalau yang setara kan di Indonesia diketahui adalah paket C, bukan juga pakai paket C yang digunakan adalah konon dari luar negeri," kata Ahmad.
"Itu yang kemudian dipersoalkan apakah itu dianggap memenuhi syarat sehingga apa saudara Gibran itu bisa menjadi seorang wakil presiden," jelasnya.
Dua Kali Jokowi Singgung Soal Sosok Besar
Sudah dua kali Jokowi bilang soal adanya sosok besar di balik berlarut-larutnya isu ijazah yang mendera dirinya dan kini mengarah ke sang anak.
Pada Senin (14/7/2025) lalu, Jokowi menyebut ada agenda besar politik dari polemik ijazah dan usulan pemakzulan putranya, Gibran Rakabuming Raka dari posisi Wakil Presiden RI.
Menurutnya, agenda besar itu bertujuan untuk menjatuhkan reputasinya.
"Ini perasaan politik saya mengatakan, ada agenda besar politik untuk menurunkan reputasi politik, untuk men-downgrade," kata Jokowi kepada awak media di kediamannya di Solo, Jawa Tengah.
Saat itu, dugaan Jokowi soal agenda besar ini sudah dibantah oleh Roy Suryo dan Partai Demokrat yang ikut terseret karena ada istilah 'Partai Biru' yang disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Peradi Bersatu, Ade Darmawan.
Namun, tudingan agenda atau sosok besar di balik polemik ijazah dan pemakzulan Gibran ini sudah sama-sama dibantah oleh Roy Suryo maupun Partai Demokrat.
Terbaru, pada Jumat (12/9/2025), Jokowi lagi-lagi menyinggung soal 'orang besar' yang berada di balik polemik ijazah dirinya dan putranya, Gibran Rakabuming Raka.
Menurutnya, isu tersebut telah bergulir sejak empat tahun lalu dan tidak mungkin bertahan lama tanpa sokongan dari aktor besar.
“Ya ini kan tidak hanya sehari, dua hari. Empat tahun yang lalu. Kalau nafasnya panjang, kalau nggak ada yang mem-backup, nggak mungkin. Gampang-gampangan aja,” ujar Jokowi saat ditemui wartawan, menanggapi gugatan terhadap Gibran yang dilayangkan Subhan Palal.
3 Isu Besar Terpa Jokowi setelah Lengser
Setelah tak lagi menjabat sebagai Presiden RI, Jokowi kini diterpa sejumlah cobaan besar.
Yakni, polemik ijazah Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) miliknya yang dituding palsu dan wacana pemakzulan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dari kursi Wakil Presiden RI.
Bahkan, Jokowi sampai mengambil langkah hukum terkait tudingan ijazah palsu tersebut dengan melapor ke Polda Metro Jaya.
Sementara, surat tuntutan agar pemakzulan Gibran segera diproses, sudah dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI ke DPR RI dan MPR RI.
Terkini, keabsahan ijazah milik Gibran turut dipertanyakan.
Adapun ijazah Gibran Rakabuming Raka menuai polemik setelah dia bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat secara perdata oleh seorang warga sipil bernama Subhan Palal, S.H., M.H di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Gugatan terdaftar dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst dan disidangkan perdana pada Senin (8/9/2025).
Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto, menyampaikan bahwa dalam petitumnya, penggugat meminta majelis hakim menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Salah satu poin utama dalam petitum itu adalah meminta agar pengadilan menyatakan Gibran tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029.
“Menyatakan tergugat I (Gibran) tidak sah menjabat sebagai Wakil Presiden periode 2024–2029,” kata Sunoto kepada awak media, Rabu (3/9/2025).
Subhan juga menuntut agar Gibran dan KPU membayar ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp125,01 triliun kepada dirinya dan seluruh warga negara Indonesia.
Selain itu, ia meminta pengadilan menghukum para tergugat membayar uang paksa sebesar Rp100 juta per hari apabila lalai melaksanakan putusan.
Subhan menggugat Gibran karena syarat pendidikan SMA putra sulung Jokowi itu dinilai tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran cawapres karena tidak pernah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat.
"Hal itu melanggar Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, Pasal 169 huruf (r) jo Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 13 huruf (r). Yang mengamanatkan syarat Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Riwayat pendidikan harus tamat minimal SMA atau sederajat," tulis Subhan dalam dokumen isi gugatan yang dibawanya.
Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Program Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.
Berikut urutan pendidikan Gibran yang tercantum dalam berkas KPU yang digunakan oleh Subhan Palal dalam gugatannya:
- SD Negeri Mangkubumen Kidul 16 Solo 1993-1999
- SMP Negeri 1 Solo 1999-2002
- Orchid Park Secondary Singapore (OPSS) 2002-2004 [setingkat SMA, red]
- University Technology of Sidney (UTS) Program Insearch 2004-2007
- Management Development Institute of Singapore (MDIS) 2007-2010 (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jokowi Bilang Isu Ijazah Awet karena Ada Orang Besar, Kuasa Hukum Roy Suryo: Asumsi Sifatnya Ilusi
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.