Berita Nasional Terkini
Keputusan Menkeu Kucurkan Rp 200 Triliun ke Himbara Dikritik, Prof Didik: Langgar Konstitusi dan UU
Kebikakan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa kucurkan Rp 200 Triliun ke Himbara menuai kritik dari Rektor Universitas Paramadina
TRIBUNKALTIM.CO - Kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kucurkan Rp 200 Triliun ke Himbara menuai kritik dari Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbini, P.hD.
Bahkan, Prof Didik menyebut kebijakan Menkeu itu melanggar konstitusi dan 3Undang-Undang.
Apa itu Himbara? Himbara merupakan singkatan dari Himpunan Bank Milik Negara, yang terdiri dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atau Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau Bank BNI, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau Bank BTN.
Apakah BSI termasuk Himbara? BSI atau Bank Syariah Indonesia merupakan gabungan dari anak perusahaan Bank Himbara.
BSI adalah hasil merger tiga bank syariah milik Himbara yakni PT Bank BRI syariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah.
Baca juga: Menkeu Purbaya Suntik Rp 200 T ke 6 Bank Himbara Hari Ini, Saham Bank Mandiri hingga BRI Melesat
Meski begitu, sebagai entitas baru, saat ini BSI bukan termasuk bagian dari Himbara.
Berikut beberapa poin penting keputusan Menkeu seputar kucuran dana Rp 200 Triliun ke Himbara:
- Dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang ditarik dari Bank Indonesia telah disalurkan ke lima bank BUMN pada Jumat (12/9/2025). Penempatan dana ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025.
- Ada 5 Bank yang menerima kucuran dana, yakni Bank Mandiri Rp55 triliun, BRI Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, BNI Rp55 triliun, BSI Rp10 triliun.
- Rp200 triliun yang dialokasikan ke lima bank tersebut berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dari Bank Indonesia.
- Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan likuiditas perbankan agar kredit dapat tumbuh dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Disetujui Presiden Prabowo Subianto
Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang ditarik dari Bank Indonesia, telah disalurkan ke lima bank BUMN pada Jumat (12/9/2025).
“Kemarin kan saya janji akan menempatkan dana Rp200 triliun ke perbankan, ini sudah diputuskan dan siang ini sudah disalurkan, jalan,” ucap Purbaya dalam jumpa pers di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2025) seperti dilansir Kompas.com.
Mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menuturkan, ada lima bank yang menerima alokasi dari total dana Rp200 triliun tersebut.
“Ini kita kirim ke lima bank, Mandiri, BRI, BTN, BNI, BSI. Mandiri itu kita taruh Rp55 triliun, BRI Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, BNI Rp55 triliun, BSI Rp10 triliun,” kata Purbaya yang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto menjadi Menkeu menggantikan Sri Mulyani pada 8 September 2025.
Baca juga: Kebijakan Baru Menkeu Purbaya, Rp 200 Triliun Dana Pemerintah Akan Masuk ke Perbankan
"Jadi saya pastikan dana yang 200 triliun masuk ke sistem perbankan, hari ini."
Dia juga menjawab pertanyaan soal alasan Kementerian Keuangan mengalokasikan hanya Rp10 triliun untuk BSI.
“Size banknya. Kenapa BSI ikut? Karena dia satu-satunya bank yang punya akses ke Aceh, supaya dananya juga bisa dimanfaatkan di Aceh sana,” ujarnya.
Menkeu meyakini kebijakan penempatan dana triliunan rupiah pada bank-bank BUMN bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan menghidupkan kembali aliran kredit.
Menurutnya, tambahan likuiditas dari dana pemerintah akan membuat bank memiliki lebih banyak ruang untuk menyalurkan pinjaman.
"Tujuannya supaya bank punya duit, banyak cash tiba-tiba, dan dia (bank, red.) gak bisa naruh di tempat lain selain dikreditkan. Jadi, kita memaksa market mekanisme berjalan," ujarnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (10/9/2025) malam, dikutip dari Antara.
Dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu, Purbaya menuturkan Rp200 triliun yang dialokasikan ke lima bank tersebut berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dari Bank Indonesia.
Dalam rapat tersebut, dia juga mengatakan kebijakan tersebut telah disetujui oleh Presiden Prabowo Subianto.
Rektor Paramadina sebut Penempatan Dana Rp 200 Triliun ke Himbara Melanggar Konstitusi dan 3 UU
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbini, P.hD menyebut kebijakan Menkeu mengucurkan dana pemerintah Rp 200 Triliun ke Himbara melanggar konstitusi dan 3Undang-Undang (UU).
Dalam rilis yang diterima TribunKaltim.co, Senin (15/9/2025) Prof Didik menyebutkan bahwa setiap tahunnya proses penyusunan, penetapan, dan alokasi APBN diatur oleh:
1. UUD 1945 Pasal 23
2. UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan
3. UU APBN setiap tahun.
Menurut Prof Didik, kebijakan spontan pengalihan anggaran negara 200 trilyun rupiah ke perbankan dan kemudian masuk ke kredit perusahaan, industri atau individu merupakan kebijakan yang melanggar prosedur yang diatur olehUndang-Undang Keuangan Negara danUndang-Undang APBN, yang didasarkan padaUndang-Undang dasar.
Baca juga: Cerita Purbaya saat Tahu Besaran Gaji Menkeu dan Dibandingkan dengan LPS: Waduh, Turun
"Proses kebijakan yang benar harus dijalankan berdasarkan aturan main sebab jika tidak di masa mendatang akan menjadi preseden anggaran publik dipakai seenaknya, semau gue dan sekehendak pejabatnya secara individu," kata tokoh Partai Amanat Nasional (PAN) yang menjabat sebagai anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk masa bakti 2004-2009 dari daerah pemilihan (dapil) V Jawa Timur itu.
Berikut 7 Poin Kritik Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbini, P.hD terhadap kebijakan Menkeu kucurkan dana pemerintah Rp 200 Triliun ke Himbara:
1. Proses penyusunan, penetapan dan alokasi APBN diatur oleh: 1) UUD 1945 Pasal 23, 2) UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan 3) UU APBN setiap tahun. Inilah prosedur resmi dan aturan main ketatanegaraan, yang harus dijalankan karena anggaran negara masuk ke dalam ranah publik (lihat gambar 1).
Anggaran negara bukan anggaran privat atau anggaran perusahaan.

2. Kebijakan spontan pengalihan anggaran negara Rp 200 Triliun ke perbankan dan kemudian masuk ke kredit perusahaan, industri atau individu merupakan kebijakan yang melanggar prosedur yang diatur olehUndang-Undang Keuangan Negara danUndang-Undang APBN, yang didasarkan padaUndang-Undang dasar.
3. Proses kebijakan yang benar harus dijalankan berdasarkan aturan main sebab jika tidak dimasa mendatang akan menjadi preseden anggaran publik dipakai seenaknya, semau gue dan sekehendak pejabatnya secara individu. Alokasi anggaran negara tidak bisa dijalankan atas perintah menteri atau perintah presiden sekalipun. Pejabat-pejabat negara tersebut harus taat aturan menjalankan kebijakan sesuai rencana kerja pemerintah (RKP), yang datang dari kementrian lembaga dan pemerintah daerah.Tidak ada tiba-tiba program datang nyelonong di tengah-tengah semaunya.
4. Program-program yang disusun teratur ada di dalam nota keuangan yang secara resmi diajukan oleh pemerintah kepada DPR. Karena anggaran negara adalah ranah publik, maka proses politik yang bernama legislasi dijalankan bersama oleh DPR dengan pembahasan-pembahasan di setiap komisi dengan menteri-menteri dan badan anggaran dengan menteri keuangan. Setiap program yang menjalankan anggaran negara tidak melalui proses legislasi adalah pelangaran terhadap konstitusi. Jika ada kebijakan dan program nyelonong dengan memanfaatkan anggaran maka kebijakan tersebut hanya kehendak individu pejabat dan tidak ada proses legislasi, maka ini terindikasi melanggar konstitusi danUndang-Undang negara.
5. Jadi setiap rupiah dari anggaran negara harus lewat pembahasan dengan DPR (Legislative Deliberation). Berdasarkan asumsi yang disepakati komisi-komisi bahas alokasi K/L secara detail dan Badan Anggaran merumuskan secara hasil akhir pembahasan tersebut untuk kemudian disetujui disetujui DPR dalam sidang paripurna. Baru setelah melewati proses legislasi seperti ini anggaran negara tersebut bisa dialokasikan untuk dilaksanakan di sektor-sektor oleh kementrian lembaga dan di daerah oleh pemda. Inilah proses yang sah dari program pemerintah yang melibatkan alokasi anggaran negara. Tidak bisa lewat keputusan menteri atau SK Gubernur.
6. Pelaksanaan Anggaran dan Pengelolaan Kas dijalankan oleh Kementrian Keuangan, baik penerimaan, belanja maupun utang. Semua pengelolaan tersebut harus berdasarkan dan diatur olehUndang-Undang dan karenanya pejabat mana pun tidak boleh melanggarnya. Pengeluaran dana Rp 200 Triliun juga berpotensi melanggar UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, seperti terlihat pada pasal 22, ayat 4, 8 dan 9.
Baca juga: Bupati Kukar Aulia Rahman Basri Harap Menkeu Baru Perhatikan Dana Bagi Hasil Daerah
Pasal 22 UU No. 1/2004:
Ayat 4: untuk kepentingan operasional ( penerimaan negara dan APBN), Bendahara umum Negara dapat membuka rekening penerimaan (pajak dan PNBP) dan rekening pengeluaran (operasional APBN) di bank umum;
Ayat 8: Rekening pengeluaran diisi dana dari RKUN (Rekening Umum Kas Negara) di Bank Sentral.
Ayat 9: jumlah dana yang disediakan di rekening mun Kas Negara) pengeluaran (ayat 8) disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah yang sudah ditetapkan di APBN.
Pengeluaran anggaran negara untuk program-program yang tidak ditetapkan oleh APBN jelas melanggar Ayat 9. Ayat ini sangat jelas membatasi jumlah dan tujuan penempatan sebatas pada operasional pengeluaran sesuai rencana pemerintah yang sudah di tetapkan dalam APBN, bukan untuk program-program yang seingat di kepala lalu dijalankan.
Jelaslah bahwa tujuan dan jumlah penempatan dana pemerintah di bank umum hanya untuk kepentingan operasional pengeluaran APBN yang jumlah dan penggunaannya sudah ditetapkan DPR. Bukan untuk disalurkan oleh bank ke industri melalui skema kredit umum yang lepas dari pembiayaan APBN. Meskipun tujuannya baik, penempatan anggaran publik (dana pemerintah) di perbankan melenceng dari amanah Pasal 22 khususnya ayat 8 dan 9 UU No. 1/2004 tersebut.
Pada ayat 4, Unang-Undang ini membolehkan Menteri Keuangan membuka rekening (penerimaan dan pengeluaran) di bank umum. Tetapi rekening tersebut terbatas pada kepentingan operasional APBN, bukan untuk melaksanakan program yang tidak ditetapkan APBN. Penempatan dana Rp 200 triliun dari anggaran negara secara spontan tersebut juga melanggar Pasal 22 ayat 4 UU 1/2004 tersebut.
7. Saya menganjurkan agar presiden turun tangan untuk menghentikan program dan praktik jalan pintas seperti ini karena telah melanggar setidaknya 3 Undang-Undang dan sekaligus konstitusi. Kita tidak boleh melakukan pelemahan aturan main dan kelembagaan seperti yang dilakukan pemerintahan sebelumnya. Program tersebut harus dimulai dari proses legislasi yang baik melalui APBN dan diajukan dengan sistematis berapa jumlah yang diperlukan dan program apa saja yang akan dijalankan. Tidak ada lagi program yang diambil dari ingatan sepintas yang keluar dari wawancara spontan yang dicegat atau “doorstop”.
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.