Berita Nasional Terkini
Keracunan Makanan MBG Terus Berulang, KPAI: Hentikan Program, Evaluasi Total
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan tajam setelah muncul sejumlah kasus keracunan yang menimpa anak-anak sekolah.
TRIBUNKALTIM.CO - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan tajam setelah muncul sejumlah kasus keracunan yang menimpa anak-anak sekolah.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa insiden semacam ini tidak bisa lagi ditoleransi, mengingat dampaknya langsung pada kesehatan dan keselamatan anak.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menyebut satu kasus keracunan saja sudah cukup untuk mendorong evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan MBG.
Menurutnya, anak-anak cenderung kesulitan menyampaikan kondisi kesehatannya, terlebih jika lingkungan sekitarnya kurang peka.
Baca juga: Menkeu Purbaya Ancam Cabut Dana MBG Rp 217 Triliun Jika tak Terserap hingga Oktober 2025
KPAI bahkan mengusulkan agar program MBG dihentikan sementara, sampai pemerintah benar-benar memastikan bahwa seluruh mekanisme pengawasan, penyimpanan, dan distribusi makanan berjalan sesuai standar keamanan pangan.
Survei gabungan KPAI, CISDI, dan Wahana Visi Indonesia juga mengungkap sejumlah temuan memprihatinkan, seperti makanan basi, tempat penyajian yang kotor, hingga kurangnya edukasi soal pentingnya makanan bergizi kepada siswa dan penyedia makanan.
"Satu kasus anak yang mengalami keracunan bagi KPAI sudah cukup banyak. Artinya pemerintah perlu evaluasi menyeluruh program MBG," kata Jasra kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (20/9/2025).
KPAI mengusulkan, agar program MBG dihentikan sementara, sampai benar benar instrumen panduan dan pengawasan sudah terlaksana dengan baik.
"Penting pencapaian program MBG ini dihentikan sementara untuk melihat lagi kondisi, antisipasi, pengawasan," ungkap dia.
Survei KPAI, CISDI, WVI
Sebelumnya KPAI, CISDI, Wahana Visi Indonesia (WVI) melaksanakan Survei Suara Anak Untuk Program Makan Bergizi Gratis yang dilaksanakan di 12 propinsi dengan 1.624 responden anak dan anak disabilitas.
Pada 14 April hingga 23 Agustus 2025.
Ada 4 temuan yang terjadi di lapangan.
Pertama, kualitas makanan MBG.
Dari 1624 responden anak ada 583 anak menerima makanan MBG sudah rusak, bau dan basi.
Bahkan 11 responden menyatakan meski sudah rusak, bau dan basi mereka tetap mengkonsumsinya karena berbagai sebab.
Kedua, soal tempat makan MBG dimana responden merasakan bau tidak sedap dari tempat makan MBG.
Ketiga, anak meminta makanan tetap fresh atau tidak basi saat mau di makan.
Karena makanan yang sudah tidak fresh membuat siswa malas untuk menyantap nya.
Keempat, edukasi kepada penyedia MBG, siswa dan wali siswa bahwa memakan makanan bergizi itu sangat penting dan banyak manfaat yang akan didapatkan.
Dari temuan tersebut, bisa di simpulkan pemahaman MBG yang masih berkutat pada dampak ekonomi seperti alasan hemat, mengurangi uang jajan dan lain lain.
Anak senang adanya budaya makan bersama, namun aspek keamanan dan kebersihan pangan harus terjaga.
Oleh sebab itu, pemerintah harus memastikan pemenuhan hak anak untuk memperoleh makan bergizi gratis yang aman dan berkualitas, serta pemulihan atas kerugian yang ditimbulkan dari kasus tidak dinginkan seperti keracunan.
Menkeu Purbaya Ancam Tarik Dana MBG
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mewanti-wanti Badan Gizi Nasional (BGN) untuk segera memaksimalkan penyerapan anggaran Program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp 217,8 triliun.
Jika hingga Oktober 2025 dana belum terserap optimal, Kemenkeu tak segan mencabut alokasi dan mengalihkannya ke sektor lain demi menekan defisit anggaran negara.
Baca juga: Cara Purbaya Hindari Laporan Asal Bapak Senang, Nyamar Jadi Warga Hubungi Layanan Pengaduan
Untuk diketahui, pemerintahan Prabowo-Gibran telah memberikan anggaran besar untuk pelaksanaan program MBG ini, yakni mencapai Rp 217,8 triliun.
Menkeu Purbaya mengaku tidak ingin penyerapan dana untuk MBG ini berjalan lambat.
Sehingga ia memberikan batas waktu kepada Badan Gizi Nasiona (BGN)l untuk memaksimalkan penyerapan dana hingga Oktober 2025 mendatang, sama seperti batas waktu yang diberikan ke kementerian lainnya.
Untuk saat ini, Purbaya menyebut pihaknya akan membantu manajemen BGN dalam memaksimalkan penyerapan anggaran ini.
Namun jika nanti sampai batas waktu Oktober 2025 BGN tidak bisa memaksimalkan penyerapan anggaran dari negara itu, maka Kemenkeu akan mengambil alokasi dana MBG ini dan memindahkannya untuk membiayai kebutuhan negara yang lain.
Di antaranya bisa di sebar ke tempat lain untuk mengurangi defisit anggaran, atau untuk mengurangi utang negara.
"MBG, treatment-nya akan sama, kalau memang bisa kita lihat, kita coba bantu termasuk dari manajemen segala macam."
"Kalau di akhir Oktober kita bisa hitung dan antisipasi penyerapannya hanya akan sekian, ya kita akan ambil juga uangnya."
"Kita akan sebar ke tempat lain, untuk mengurangi defisit atau untuk mengurangi utang. Jadi pada dasarnya enggak ada uang nganggur di Departemen, di Kementerian sampai akhir tahun. Kira-kira begitulah langkahnya," kata Purbaya dalam konferensi persnya hari ini, Jumat (19/9/2025), dilansir Kompas TV.
Purbaya menilai, langkahnya ini justru bertujuan untuk membantu BGN agar bisa menyerap dana MBG lebih cepat.
Karena jika tak ada sanksi yang diberikan, maka Purbaya menilai mereka akan cenderung santai dalam mengelola anggaran.
"Justru kita membantu MBG agar diserap lebih cepat, tapi kalau saya enggak ada sanksi ya mereka santai-santai aja. Kalau lebih cepat (penyerapannya) ditambah lagi uangnya. Kalau memang bagus."
"Tapi itungan kita enggak mungkin, makanya kita akan lihat, kita perbaiki, kita bantu kalau bisa," tegas Purbaya.
Baca juga: Purbaya Ingatkan BGN, Dana Makan Bergizi Gratis Harus Terserap Sebelum Oktober 2025 atau Dialihkan
Alokasi Dana MBG Capai Rp 217,8 Triliun Tahun Ini, Akan Naik Jadi Rp 268 Trilliun di 2026
Melansir laman resmi Badan Gizi Nasional, Kepala BGN, Dadan Hindayana menyebutkan total anggaran BGN tahun depan, ditetapkan sebesar Rp 268 triliun.
Jumlah tersebut meningkat sekitar Rp 50,1 triliun dibandingkan pagu indikatif sebelumnya yang senilai Rp 217,8 triliun.
Hal ini diungkapkan Dadan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan Komisi IX DPR RI, di Jakarta, Senin (15/9/2025) kemarin.
"Ini berdasarkan Surat Bersama Pagu Anggaran Menteri Keuangan dan Menteri PPN atau Kepala Bappenas, total anggaran tahun 2026 untuk Badan Gizi Nasional sebesar Rp 268 triliun. Jadi, meningkat Rp 50 triliun dari pagu indikatif."
"Jadi pada pagu indikatif kita akan mendapatkan Rp 217.860.184.715.000 menjadi Rp 268 triliun dan ini bertambah kurang lebih Rp 50.139.815.285.000," kata Dadan, Senin.
Pagu indikatif adalah estimasi atau prakiraan awal jumlah anggaran yang akan dialokasikan kepada kementerian atau lembaga, sebagai pedoman dalam menyusun rencana kerja dan anggaran (Renja K/L) untuk tahun anggaran mendatang.
Angka ini belum final dan dapat berubah setelah melalui tahap evaluasi dan pembahasan lebih lanjut hingga menjadi pagu anggaran definitif.
Menurut Dadan, anggaran besar itu nantinya akan dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ditujukan kepada penerima manfaat anak sekolah sebesar Rp 34.492.076.463.000.
Kemudian untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita sebesar Rp 3.187.028.981.000.
Ada juga alokasi anggaran untuk belanja pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar Rp 3,9 triliun, digitalisasi MBG senilai Rp 3,1 triliun, serta promosi, edukasi, kerja sama, dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp 280 miliar.
Dadan juga menyebut ada tambahan Rp 700 miliar untuk pemantauan dan pengawasan yang akan dilaksanakan oleh BPOM.
Baca juga: Menkeu Purbaya Sebut akan Alihkan Anggaran MBG yang Tak Terserap ke Bansos Beras
Sementara itu, Rp 412,5 miliar akan dipakai untuk sistem dan tata kelola, termasuk pemanfaatan data status gizi yang dikelola Kementerian Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Adapun kebutuhan untuk koordinasi penyediaan dan penyaluran, termasuk gaji akuntan, ahli gizi, serta pelatihan penjamah makanan di setiap SPPG, dialokasikan sebesar Rp 3,8 triliun.
Jika diklasifikasikan, 95,4 persen anggaran atau sekitar Rp 255,5 triliun difokuskan untuk program pemenuhan gizi nasional, sementara 4,6 persen atau Rp 12,4 triliun untuk program dukungan manajemen.
Sementara itu, jika berdasarkan fungsinya, 83,4 persen anggaran dialokasikan ke fungsi pendidikan senilai Rp 223,5 triliun, 9,2 persen ke fungsi kesehatan Rp 24,7 triliun, dan 7,4 persen ke fungsi ekonomi Rp 19,7 triliun.
Serta dari sisi belanja, 97,7 persen merupakan belanja barang, 1,4 persen belanja pegawai, dan 0,9 persen belanja modal.
8.018 SPPG Sudah Beroperasi, Anggaran Terserap Capai Rp 15,7 Triliun
Menurut Kepala BGN Dadan Hindayana, tercatat hingga kini sudah ada 8.018 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beroperasi di seluruh Indonesia.
Jumlah ini meningkat 565 unit dibandingkan data per 8 September lalu, yang telah mencakup 38 provinsi, 509 kabupaten, dan 7.022 kecamatan.
"Progres capaian Badan Gizi Nasional sampai hari ini, alhamdulillah hari ini sudah tercatat ada 8.018 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi yang sudah beroperasi. Ini bertambah kurang lebih 565 dibandingkan per tanggal 8 September, minggu lalu."
"Dan ini sudah mencakup di 38 provinsi, di 509 kabupaten, dan juga 7.022 kecamatan," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Komisi IX DPR RI, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Meski demikian, masih ada 5 kabupaten yang belum terjamah Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yakni di Pegunungan Arfak, Papua Barat; Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT); Maybrat dan Tambrauw, Papua Barat Daya; dan Mahakam Ulu, Kalimantan Timur (Kaltim).
Baca juga: KPK Ingatkan Menkeu Purbaya soal Dana Rp200 Triliun ke Bank Himbara, Potensi Kredit Fiktif
SPPG Jadi Instrumen Penting Penyerapan Anggaran MBG
Dadan Hindayana menilai, dalam penyerapan anggaran MBG, keberadaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG ini memiliki peranan penting.
Karena setiap SPPG akan bisa menyerap anggaran sekitar Rp 900 juta hingga Rp 1 miliar per bulan.
"Jadi perlu diketahui bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi ini adalah boleh dikatakan sebagai mesin penyerapan anggaran. Jadi setiap satu SPPG berdiri, maka otomatis dalam satu bulan akan terserap antara Rp 900 (juta) sampai Rp 1 miliar."
"Jadi kenapa SPPG ini penting sekali, sehingga jika ibu/bapak perhatikan penyerapan anggaran pada tanggal 8 September kami baru menyerap Rp 13,2 triliun, sekarang Rp 15,7 triliun," jelas Danan.
Kata Dadan, saat ini terdapat 12.897 SPPG berstatus potensi bakal beroperasional dan 9.632 dalam proses verifikasi pengajuan.
Jumlah ini meningkat setelah adanya kebijakan follow back atau reset, di mana sekitar 5.000 SPPG yang sebelumnya berstatus persiapan dikembalikan ke tahap pengajuan.
"Kami sedang sinkronisasi data sehingga totalnya setelah selesai akan dibuka kembali tanggal 20 September. Jadi tinggal 5 hari lagi kami sedang sinkronisasi data mana mitra-mitra yang serius bekerja atau mana-mana mitra-mitra yang hanya booking titik."
"Jadi ini akan disampaikan kembali nanti pada tanggal 20 (September) yang ada di setiap kecamatan di seluruh Indonesia," ucapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Menkeu Purbaya Wanti-wanti soal Dana MBG, jika sampai Oktober Tak Diserap dengan Baik, Akan Diambil.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Respons KPAI terkait Kasus Keracunan MBG yang Terus Berulang: Hentikan Sementara untuk Evaluasi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.