Program Makan Bergizi Gratis
YLKI Dorong Pemerintah Evaluasi Program MBG dan Pemetaan Wilayah Prioritas
YLKI dorong pemerintah evaluasi program MBG dan pemetaan wilayah prioritas.
Penulis: Rita Noor Shobah | Editor: Christoper Desmawangga
TRIBUNKALTIM.CO - Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah melakukan evaluasi pada progran Makan Bergizi Gratis (MBG).
Program Makan Bergizi Gratis yang menjadi salah satu prioritas nasional kini menghadapi tantangan serius menyusul ribuan kasus keracunan yang menimpa siswa di berbagai daerah.
Menanggapi hal ini, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rafika Zulfa, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG, sekaligus pemetaan wilayah prioritas penerima manfaat.
YLKI adalah sebuah organisasi nirlaba yang berdiri sejak tahun 1973. YLKI berperan sebagai lembaga advokasi dan edukasi yang fokus pada perlindungan hak-hak konsumen di Indonesia.
Baca juga: Dinkes SPPG MBG di Balikpapan Belum Memiliki Sertifikat Higien Sanitasi
“Jika memang tidak memungkinkan untuk dihentikan sementara, maka evaluasi harus segera dilakukan. Terutama di wilayah-wilayah sekolah yang terdampak langsung,” ujar Rafika dalam program ‘Overview’ di kanal YouTube Tribunnews.com, Rabu (1/10/2025).
YLKI sebelumnya telah menyarankan agar program MBG dihentikan sementara guna memungkinkan evaluasi yang optimal.
Namun, dalam audiensi bersama DPR, disebutkan bahwa penghentian program tidak memungkinkan karena besarnya anggaran yang telah terserap.
“Dana yang digunakan untuk program ini cukup besar, sehingga regulator menyatakan tidak mungkin untuk menghentikannya,” jelas Rafika.
Sebagai alternatif, YLKI mendorong pemerintah untuk segera memetakan wilayah-wilayah yang paling membutuhkan MBG agar pelaksanaan program menjadi lebih efektif dan efisien.
Baca juga: 8 Fakta Dugaan Keracunan MBG di Sebatik Kaltara, Sekolah Diliburkan, Orangtua Tolak Anak Diberi MBG
Ribuan Kasus Keracunan, Jawa Jadi Wilayah Terparah
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa sejak diluncurkan pada Januari 2025, program MBG telah mencatat sebanyak 6.517 kasus keracunan hingga akhir September.
Pulau Jawa menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi, yakni 45 kejadian.
Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, Dadan merinci sebaran kasus berdasarkan wilayah pemantauan MBG:
- Wilayah I (Sumatera): 1.307 kasus gangguan pencernaan
- Wilayah II (Jawa): 4.147 kasus ditambah sekitar 60 kasus baru di Garut
- Wilayah III (Indonesia Timur): 1.003 kasus
Dadan menyebut lonjakan kasus terjadi dalam dua bulan terakhir, yang sebagian besar disebabkan oleh pelanggaran prosedur oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Contohnya, bahan baku seharusnya dibeli H-2, tapi ada yang membeli H-4. Proses memasak dan pengiriman juga melampaui batas waktu optimal. Di Bandung, ada yang memasak pukul 09.00 dan baru dikirim pukul 12.00, bahkan ada yang sampai 12 jam lebih,” ungkap Dadan.
Baca juga: MBG di Pulau Sebatik Kaltara, Awalnya Disambut Gembira Kini Ramai Ditolak, Anak Takut dan Trauma
Akibat pelanggaran tersebut, BGN mengambil tindakan tegas dengan menutup sementara SPPG yang tidak mematuhi standar operasional dan menimbulkan gangguan.
“Kami tutup sementara SPPG yang tidak patuh SOP, dan mereka harus melakukan mitigasi sebelum kembali beroperasi,” tegasnya.
Dengan meningkatnya jumlah kasus dan tantangan dalam pelaksanaan, berbagai pihak kini mendesak pemerintah untuk memperbaiki sistem pengawasan, memperjelas standar operasional, dan memastikan keamanan pangan bagi anak-anak penerima manfaat MBG.
Alokasi Dana MBG Capai Rp 217,8 Triliun Tahun Ini, Akan Naik Jadi Rp 268 Trilliun di 2026
Melansir laman resmi Badan Gizi Nasional, Kepala BGN, Dadan Hindayana menyebutkan total anggaran BGN tahun depan, ditetapkan sebesar Rp 268 triliun.
Jumlah tersebut meningkat sekitar Rp 50,1 triliun dibandingkan pagu indikatif sebelumnya yang senilai Rp 217,8 triliun.
Hal ini diungkapkan Dadan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan Komisi IX DPR RI, di Jakarta, Senin (15/9/2025).
"Ini berdasarkan Surat Bersama Pagu Anggaran Menteri Keuangan dan Menteri PPN atau Kepala Bappenas, total anggaran tahun 2026 untuk Badan Gizi Nasional sebesar Rp 268 triliun. Jadi, meningkat Rp 50 triliun dari pagu indikatif."
"Jadi pada pagu indikatif kita akan mendapatkan Rp 217.860.184.715.000 menjadi Rp 268 triliun dan ini bertambah kurang lebih Rp 50.139.815.285.000," kata Dadan, Senin.
Pagu indikatif adalah estimasi atau prakiraan awal jumlah anggaran yang akan dialokasikan kepada kementerian atau lembaga, sebagai pedoman dalam menyusun rencana kerja dan anggaran (Renja K/L) untuk tahun anggaran mendatang.
Angka ini belum final dan dapat berubah setelah melalui tahap evaluasi dan pembahasan lebih lanjut hingga menjadi pagu anggaran definitif.
Menurut Dadan, anggaran besar itu nantinya akan dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ditujukan kepada penerima manfaat anak sekolah sebesar Rp 34.492.076.463.000.
Kemudian untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita sebesar Rp 3.187.028.981.000.
Ada juga alokasi anggaran untuk belanja pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar Rp 3,9 triliun, digitalisasi MBG senilai Rp 3,1 triliun, serta promosi, edukasi, kerja sama, dan pemberdayaan masyarakat sebesar Rp 280 miliar.
Dadan juga menyebut ada tambahan Rp 700 miliar untuk pemantauan dan pengawasan yang akan dilaksanakan oleh BPOM.
Sementara itu, Rp 412,5 miliar akan dipakai untuk sistem dan tata kelola, termasuk pemanfaatan data status gizi yang dikelola Kementerian Kesehatan dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Adapun kebutuhan untuk koordinasi penyediaan dan penyaluran, termasuk gaji akuntan, ahli gizi, serta pelatihan penjamah makanan di setiap SPPG, dialokasikan sebesar Rp 3,8 triliun.
Jika diklasifikasikan, 95,4 persen anggaran atau sekitar Rp 255,5 triliun difokuskan untuk program pemenuhan gizi nasional, sementara 4,6 persen atau Rp 12,4 triliun untuk program dukungan manajemen.
Sementara itu, jika berdasarkan fungsinya, 83,4 persen anggaran dialokasikan ke fungsi pendidikan senilai Rp 223,5 triliun, 9,2 persen ke fungsi kesehatan Rp 24,7 triliun, dan 7,4 persen ke fungsi ekonomi Rp 19,7 triliun.
Serta dari sisi belanja, 97,7 persen merupakan belanja barang, 1,4 persen belanja pegawai, dan 0,9 persen belanja modal. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul YLKI Minta Pemerintah Petakan Wilayah Prioritas Penerima MBG: Agar MBG Lebih Efektif & Efisien
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.