Breaking News

Program Makan Bergizi Gratis

Keracunan Massal MBG, Pelanggaran HAM atau Kelalaian Teknis? Ini Kata Dosen UGM dan Natalius Pigai

Polemik keracunan massal MBG, pelanggaran HAM atau kelalaian teknis? Ini penjelasan dosen UGM dan Natalius Pigai.

TribunJabar.id/Rahmat Kurniawan
KERACUNAN MBG - Dalam foto: Korban keracunan menu MBG dirawat di posko kesehatan khusus di Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (22/9/2025). Polemik keracunan massal MBG, pelanggaran HAM atau kelalaian teknis? Ini penjelasan dosen UGM dan Natalius Pigai.(TribunJabar.id/Rahmat Kurniawan) 

Ia menambahkan, sekalipun suatu negara jelas-jelas memiliki sumber daya yang tidak memadai, kita tahu terbatas anggarannya, negara tersebut tetap harus memperkenalkan program-program berbiaya rendah dan terarah untuk membantu mereka yang paling membutuhkan sehingga sumber daya yang terbatas dapat digunakan secara efisien dan efektif.

"Progressive relation itu begitu cara berpikirnya. Ini konsep HAM. Enggak ada ceritanya justru teralokasi dana-dana MBG justru teralihkan ee mengalihkan maaf mengalihkan anggaran-anggaran yang juga punya kepentingan layanan dasar yang lain."

Untuk mencapai pemajuan sejati, Indonesia perlu kembali ke prinsip progressive realization: bertahap, inklusif, dan berbasis keadilan, bukan proyek ambisius yang mengorbankan fondasi HAM dasar. Penelitian lanjutan tentang "military free nutritious millal governance" yang disebutkannya diharapkan segera tersedia untuk memperkuat argumen ini, mendorong perdebatan yang lebih sungguh-sungguh tentang pembangunan berkelanjutan.

Data BGN soal Keracunan MBG

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengungkapkan sebanyak 6.517 orang mengalami keracunan makan bergizi gratis (MBG) sejak program tersebut diluncurkan pada Januari 2025. 

Data itu, kata Dadan, dihimpun sejak Januari sampai akhir September 2025.

Dadan mengatakan keracunan terbanyak terjadi di Pulau Jawa sebanyak 45 kasus.

Adapun sebanyak tiga wilayah pemantauan MBG, di antaranya wilayah 1 di Pulau Sumatera, wilayah II Pulau Jawa, dan wilayah III untuk Indonesia bagian timur.

"Kalau dilihat dari sebaran kasus, maka kita lihat bahwa di wilayah I itu tercatat ada yang mengalami gangguan pencernaan sejumlah 1.307, wilayah II ini sudah bertambah tidak lagi 4.147 ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang, wilayah III ada 1.003 orang," kata Dadan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025). 

Dadan mengatakan temuan kasus keracunan meningkat di dua bulan terakhir.

Penyebabnya antara lain ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tidak sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure).

"Seperti contohnya pemilihan bahan baku yang seharusnya H-2 kemudian ada yang membeli H-4, kemudian juga ada yang kita tetapkan processing masak sampai delivery tidak lebih dari 6 jam karena optimalnya di 4 jam seperti di Bandung itu, ada yang masak dari jam 9 dan kemudian di delivery-nya ada yang sampai jam 12 ada yang 12 jam lebih," kata dia.

Dadan menyebut SPPG yang tak sesuai dengan prosedur akan ditindak dan ditutup sementara. 

"Jadi dari hal-hal seperti itu kemudian kita berikan tindakan bagi SPPG yang tidak mematuhi SOP dan juga menimbulkan kegaduhan kita tutup sementara, sampai semua proses yang dilakukan dan kemudian mereka juga harus mulai mitigasi," pungkas Dadan. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Unsur HAM Program MBG Versi Natalius Pigai dan Dosen UGM, Kritik Tajam Herlambang

Sumber: Tribunnews
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved