Berita Nasional Terkini

Tunjangan Reses DPR Tembus Rp702 Juta, Publik Bingung karena Bukan Uang Dewan

Polemik seputar besarnya tunjangan reses anggota DPR RI kembali memanas. Ada isu kenaikan tunjangan.

Editor: Budi Susilo
Dok DPR
DANA RESES DPR - Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta. Kenaikan dana reses hingga Rp 702 juta per anggota sejatinya menjadi peluang besar bagi DPR untuk memperbaiki citra dan membuktikan manfaat nyata bagi rakyat. (Dok DPR) 

TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA – Polemik seputar besarnya tunjangan reses anggota DPR RI kembali memanas. Isu kenaikan tunjangan yang beredar sejak Oktober 2025 langsung dibantah pimpinan DPR.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa dana reses kini mencapai Rp 702 juta per anggota, naik tajam dari sebelumnya Rp 400 juta.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa dana tersebut bukan kenaikan baru, melainkan anggaran yang telah ditetapkan untuk periode 2024–2029.

“Dana reses itu bukan uang untuk anggota dewan pribadi, tapi untuk kegiatan menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihan,” kata Dasco, Minggu (11/10/2025).

Baca juga: Usai Reses Bersama DPRD Kutim, Yuliana Langsung Bentuk Poktan Wanita

Menurut Dasco, dana tersebut bukan hasil usulan para anggota DPR, melainkan dari Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI.

Anggota hanya menjalankan tugas kunjungan ke dapil masing-masing sesuai program.

Isu yang beredar menyebutkan bahwa dana reses naik Rp 54 juta menjadi Rp 756 juta per anggota mulai Oktober 2025.

Namun, Wakil Ketua DPR dari Fraksi NasDem, Saan Mustopa, membantah keras kabar tersebut.

“Sudah saya cek, enggak ada kenaikan. Angkanya tetap di sekitar Rp 702 juta. Enggak nambah titik, berarti enggak nambah juga dananya,” ujarnya.

Dasco pun mengakui sempat ada kekeliruan administratif di internal Setjen DPR yang mengira tambahan Rp54 juta sudah disetujui.

Baca juga: Reses Wakil Ketua DPRD Budiono Digelar Warga HER II Balikpapan Keluhkan Persoalan Listrik hingga TPS

Dana tersebut sempat masuk ke sistem, namun langsung ditarik kembali sebelum sempat dicairkan.

“Sudah didebit balik semuanya. Tetap Rp 702 juta,” jelasnya.

Ia menjelaskan bahwa besaran dana reses ini naik dibanding periode sebelumnya karena adanya penambahan titik dan aktivitas yang harus dilaksanakan di dapil.

Solusi Transparansi atau Formalitas Digital?

Untuk meningkatkan transparansi, DPR mengembangkan aplikasi digital yang akan memuat laporan kegiatan reses tiap anggota.

Melalui aplikasi ini, masyarakat bisa melihat siapa anggota DPR di dapil mereka, dari partai apa, dan kegiatan apa saja yang dilakukan selama masa reses.

“Kita sudah bikin aplikasi. Nanti publik bisa klik nama anggota, lihat kegiatannya di mana saja,” kata Dasco.

Sebanyak 580 anggota DPR diwajibkan melaporkan kegiatan melalui aplikasi tersebut. Jika laporan tidak sesuai, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan mengevaluasi dan menindaklanjuti laporan masyarakat.

Baca juga: Rentan Timbulkan Pelanggaran Pemilu, Bawaslu Apresiasi Penundaan Reses Anggota DPRD Paser

Namun, laporan itu tidak mencakup detail pengeluaran seperti struk atau bukti pembayaran, karena setiap dapil memiliki kondisi yang berbeda.

“Biasanya, anggota DPR punya tim dapil yang membantu kegiatan. Tim ini tidak digaji APBN, jadi pengeluaran tiap daerah pasti beda-beda,” ujar Dasco.
 
Publik Seperti “Kena Prank”

Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menyebut publik seolah “kena prank massal” dari DPR.

Setelah sebelumnya DPR menghapus tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan usai gelombang demo besar, kini publik dikejutkan oleh angka dana reses yang jauh lebih besar.

“Kita dibuat senang karena tunjangan perumahan dihapus. Tapi ternyata, tunjangan reses justru fantastis dan tidak dianggap masalah oleh anggota DPR,” kata Lucius, Minggu (12/10/2025).

Ia menilai, besarnya dana reses ini bisa menjadi kompensasi diam-diam atas hilangnya tunjangan perumahan.

“Dengan dana reses setinggi itu, wajar kalau mereka tidak ribut kehilangan Rp 50 juta per bulan,” sindirnya.
 
Lucius juga menyoroti lemahnya transparansi dalam pelaporan kegiatan reses.

Ia menyebut laporan tersebut sebagai “informasi hantu” karena sangat jarang bisa diakses publik secara utuh dan jujur.

“Selama ini, informasi soal penggunaan dana reses dan kunjungan ke dapil tidak pernah benar-benar terbuka,” tegasnya.

Menurut Lucius, kegiatan reses lebih sering menjadi formalitas administratif dibanding sarana menyerap aspirasi yang sesungguhnya.

“Ada enggak bukti konkret bahwa aspirasi rakyat benar-benar disampaikan ke parlemen setelah reses? Rasanya jarang sekali,” ujarnya.

Baca juga: Wakil Ketua DPRD Kaltim Samsun Tangkap Keresahaan Masyarakat Saat Reses di Loa Kulu, Kukar

Ia bahkan menyebut, tak sedikit anggota DPR yang tidak kembali ke dapil saat masa reses, dan justru menggunakan waktu tersebut untuk berlibur ke tempat lain.

“Tanpa pertanggungjawaban jelas, dana sebesar itu sangat rawan disalahgunakan,” tutup Lucius.
 
Besar Anggaran, Besar Harapan

Kenaikan dana reses hingga Rp 702 juta per anggota sejatinya menjadi peluang besar bagi DPR untuk memperbaiki citra dan membuktikan manfaat nyata bagi rakyat.

Namun, tanpa transparansi dan akuntabilitas, angka fantastis itu justru jadi bumerang yang semakin merusak kepercayaan publik.

Masyarakat tidak hanya menuntut penjelasan, tapi juga ingin melihat bukti nyata bahwa setiap rupiah digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan sekadar seremonial atau “jalan-jalan politik” berkedok reses.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Dana Reses Naik dan Janji DPR Bikin Aplikasi untuk Transparansi 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved