Berita Viral
Nasib 2 Polisi yang Viral Terlibat Penipuan Masuk Akpol Rp 2,6 Miliar, Ini Peran dan Kronologinya
Kasus penipuan seleksi Akpol melibatkan anggota kepolisian aktif dengan nilai kerugian mencapai Rp 2,6 miliar
Ringkasan Berita:
- Dua anggota Polres Pekalongan, Aipda Fachrurohim dan Bripka Alexander Undi Karisma, bersama dua warga sipil, diduga menipu warga dengan janji meluluskan anaknya ke Akpol melalui “jalur Kapolri"
- Keempatnya dijerat pasal 378 dan 372 KUHP, sementara dua polisi ditempatkan khusus (patsus) dan menunggu sidang kode etik Polri
- Kombes Pol Artanto menegaskan tak ada toleransi bagi anggota yang menyalahgunakan jabatan dan menegaskan seleksi Akpol bersifat gratis, transparan, dan akuntabel.
TRIBUNKALTIM.CO - Kasus dugaan penipuan bermodus janji kelulusan Akademi Kepolisian (Akpol) yang melibatkan dua anggota Polres Pekalongan, Jawa Tengah, terus bergulir dan kini telah memasuki tahap penyidikan di Polda Jawa Tengah.
Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran melibatkan anggota kepolisian aktif dengan nilai kerugian mencapai Rp 2,6 miliar, serta menggunakan modus mengatasnamakan “jalur Kapolri”.
Kedua anggota polisi yang terlibat dalam kasus ini adalah Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Fachrurohim alias Rohim, yang menjabat sebagai Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (Kaspkt) Polsek Paninggaran, dan Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Alexander Undi Karisma alias Alex, anggota Polsek Doro, Polres Pekalongan.
Dalam menjalankan aksinya, mereka dibantu dua warga sipil bernama Agung dan Joko, yang juga berperan penting dalam meyakinkan korban.
Baca juga: Viral Janji Palsu Kuota Kapolri: Warga Rugi Rp2,6 M Demi Anak Lolos Akpol, 2 Polisi Terlibat
Modus Penipuan: Janji Jalur Kapolri
Kasus ini berawal dari laporan seorang warga Kabupaten Pekalongan bernama Dwi Purwanto (42), seorang pengusaha yang ingin anaknya lolos seleksi masuk Akpol.
Berdasarkan pengakuannya, Dwi dijanjikan oleh para pelaku bahwa anaknya bisa diterima melalui “jalur khusus Kapolri” — istilah yang digunakan untuk menipu korban dengan dalih adanya kuota istimewa langsung dari pucuk pimpinan Polri.
Padahal, dalam sistem penerimaan Akpol, tidak ada jalur khusus seperti itu, karena seluruh proses dilakukan dengan prinsip BETAH (Bersih, Transparan, Akuntabel, dan Humanis).
Prinsip ini menjamin bahwa seleksi dilakukan tanpa pungutan biaya dan tanpa intervensi pihak mana pun.
“Iya betul, kasus ini ada empat orang yang diperiksa, dua polisi dan dua warga sipil. Khusus para polisi, penanganan kasus dilakukan secara paralel baik dari Ditreskrimum untuk dugaan pidana dan Bidpropam untuk pelanggaran etik,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto, saat dikonfirmasi di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Kamis (23/10/2025).
Kronologi Penipuan Rp 2,6 Miliar
Menurut hasil penyelidikan, Dwi Purwanto dijebak oleh empat pelaku yang mengaku memiliki jalur istimewa untuk meluluskan anak korban ke Akpol.
Dua pelaku warga sipil, Agung dan Joko, berperan pertama kali mendekati korban dengan mengaku sebagai adik Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Mereka membujuk Dwi agar percaya bahwa ada kuota khusus bagi calon taruna tertentu yang bisa “dibantu” dengan sejumlah uang.
Setelah korban percaya, kedua warga sipil tersebut kemudian memperkenalkan korban kepada dua oknum polisi, yakni Aipda Fachrurohim dan Bripka Alexander.
Keduanya lalu meyakinkan korban bahwa peluang anaknya untuk diterima sangat besar asalkan bersedia menyerahkan sejumlah uang.
“Uang Rp 2,6 miliar diserahkan beberapa kali. Sisanya Rp 600 juta sudah kami sita,” ujar Kombes Artanto.
Uang tersebut diserahkan korban secara bertahap, sebagian melalui transfer bank dan sebagian secara tunai.
Total kerugian yang dialami korban mencapai Rp 2,65 miliar. Akibatnya, Dwi bahkan harus menjual dua mobil mewahnya, Rubicon dan Mini Cooper, serta menguras tabungan pribadi demi memenuhi permintaan para pelaku.
Namun, setelah berbulan-bulan menunggu hasil seleksi, anak Dwi tak kunjung dinyatakan lulus. Kecurigaan pun muncul, dan Dwi kemudian melapor ke Polda Jawa Tengah pada Agustus 2025.
Penyidikan Polda Jawa Tengah
Setelah laporan diterima, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jateng langsung melakukan penyelidikan dan menemukan bukti kuat adanya tindak penipuan dan penggelapan.
Para pelaku dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Selain proses pidana, Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jateng juga melakukan pemeriksaan etik terhadap dua anggota polisi yang terlibat.
“Penanganan dilakukan secara paralel, baik oleh Ditreskrimum untuk aspek pidana maupun Bidpropam untuk dugaan pelanggaran kode etik,” terang Artanto.
Ia juga menambahkan, “Para polisi tersebut saat ini masih bertugas seperti biasa, tetapi selepas proses penyelidikan selesai akan ada tindakan khusus.”
Polda Jawa Tengah menegaskan, pihaknya tidak akan memberi toleransi terhadap anggota yang terbukti menyalahgunakan jabatan.
“Tidak ada toleransi bagi anggota Polri yang menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan merusak citra Polri,” tegas Artanto.
Sidang Etik dan Penempatan Khusus
Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa dua oknum polisi tersebut kini telah ditempatkan di Polda Jateng untuk menjalani penempatan khusus (patsus) selama 30 hari, sambil menunggu sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri.
“Dua anggota polisi itu saat ini sudah di Polda Jawa Tengah, dan hari ini sudah dinaikkan istilahnya ditetapkan untuk jadi terduga pelanggaran, dan sudah dilakukan penempatan khusus (patsus) untuk 30 hari ke depan untuk persiapan menjalani sidang kode etik,” ungkap Artanto, Jumat (24/10/2025).
Sidang KKEP ini nantinya akan menentukan nasib kedinasan kedua polisi tersebut. Bila terbukti bersalah secara etik dan pidana, keduanya bisa dijatuhi sanksi berat, mulai dari penurunan pangkat, penempatan khusus jangka panjang, hingga pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Sementara itu, dua pelaku warga sipil, Agung dan Joko, masih diperiksa intensif oleh penyidik.
Identitas dan peran mereka telah dikonfirmasi, dan penyidik tengah mendalami aliran dana yang melibatkan keduanya.
“Sedang dilakukan pendalaman karena mereka juga bertemu dengan pelaku dan membujuk rayu itu supaya menyerahkan uang dan menjanjikan untuk kelulusan,” jelas Artanto.
Langkah Tegas Polda Jawa Tengah
Kombes Pol Artanto menegaskan bahwa Polda Jawa Tengah berkomitmen menjaga integritas institusi Polri dengan menindak tegas setiap pelanggaran etik maupun tindak pidana oleh anggotanya.
“Polda Jateng secara tegas telah mengambil langkah terhadap kasus ini dengan penanganan dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan janji dari pihak mana pun yang mengaku bisa membantu kelulusan seleksi Polri.
“Penerimaan anggota Polri adalah gratis dan dilaksanakan secara BETAH, yaitu Bersih, Transparan, Akuntabel, dan Humanis,” kata Artanto.
Lebih lanjut, ia membuka kemungkinan bahwa masih ada korban lain dari modus serupa yang dilakukan oleh jaringan ini.
“Tentunya akan kita cross-check terhadap masyarakat yang lain. Kalau ada yang laporan, akan kita lakukan pemeriksaan atau penyelidikan,” ujarnya.
Artikel ini telah tayang di TribunBanyumas.com dengan judul Orang Tua di Pekalongan Tertipu Rp2,6 Miliar Demi Loloskan Anak Masuk Akpol
Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul Dua Polisi Terlibat Penipuan Masuk Akpol Rp 2,6 Miliar, Kini Menunggu Sidang Etik
Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul Dugaan Penipuan Rp 2,6 M untuk Masuk Akpol: Polda Jateng Periksa Dua Polisi
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Jalani Sidang KKEP Polri, 2 Oknum Polisi Diduga Terlibat Penipuan Rp 2,6 Miliar untuk Masuk Akpol

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.