Ijazah Jokowi
Mengapa Ijazah Asli Jokowi Tak Bisa Diakses Publik? Polda Metro Jaya Ungkap Alasannya
Polda Metro Jaya menegaskan bahwa ijazah asli Jokowi beserta dokumen pendukungnya tidak dapat diakses publik
Ringkasan Berita:
- Penjelasan Polda Metro Jaya soal status ijazah Jokowi yang disita dan ditetapkan sebagai barang bukti sehingga masuk informasi dikecualikan
- Klarifikasi terkait tidak adanya respons sejak Agustus, perbedaan dokumen, serta permintaan bukti administratif oleh Majelis KIP
- Penjabaran proses sidang, posisi dokumen akademik Jokowi, dan rencana pemeriksaan lanjutan KIP
TRIBUNKALTIM.CO - Ijazah Jokowi kembali menjadi perbincangan publik usai Polda Metro Jaya menjelaskan status dokumen pendidikan Presiden ke-7 RI itu dalam sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP).
Permintaan klarifikasi terkait ijazah Jokowi diajukan oleh kelompok Bonjowi, yang sejak Agustus 2025 menanti jawaban resmi mengenai keberadaan berkas akademik tersebut.
Namun, Polda Metro Jaya menegaskan bahwa ijazah asli Jokowi beserta dokumen pendukungnya tidak dapat diakses publik karena berstatus barang bukti dalam proses penyidikan.
Penjelasan tersebut disampaikan dalam sidang pada Senin (17/11/2025), ketika Majelis KIP meminta Polda Metro Jaya menerangkan secara rinci posisi fisik, status hukum, hingga alasan pengecualian terhadap permohonan informasi.
Dalam persidangan, Polda mengurai bahwa seluruh dokumen yang berkaitan dengan ijazah Jokowi, mulai dari salinan, hasil pindai berwarna, transkrip nilai, KHS, surat tugas, hingga SK yudisium, kini berada dalam berkas penyidikan yang disita berdasarkan penetapan pengadilan.
Baca juga: KPU Solo Tegaskan Dokumen Ijazah Jokowi Masih Tersimpan, Bantah Isu Pemusnahan Berkas Pendaftaran
Status dokumen sebagai barang bukti membuatnya secara otomatis masuk kategori informasi yang dikecualikan.
“Karena ini menjadi status barang bukti dalam proses penyidikan, maka ini menjadi satu hal yang dikecualikan. Masih berproses dan ini masuk dalam kategori pengecualian,” kata perwakilan Polda Metro Jaya.
Dalam konteks Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, informasi dikecualikan adalah informasi yang tidak dapat diberikan kepada publik karena masih terkait proses penyidikan, persidangan, atau alasan keamanan negara.
Polda Metro Jaya menegaskan bahwa posisi dokumen ijazah Jokowi memenuhi kategori tersebut sehingga tidak dapat dibuka untuk publik.
Seiring memanasnya perdebatan publik dan munculnya berbagai klaim di media sosial, sidang KIP menjadi ruang klarifikasi penting.
Di hadapan Majelis, Polda Metro Jaya juga menjelaskan alasan mereka tidak merespons permohonan informasi sejak Agustus, termasuk perbedaan istilah dokumen antara yang diminta pemohon dan yang disita penyidik.
Majelis meminta jawaban tertulis, dan Polda mengonfirmasi bahwa seluruh bukti administratif, notulen gelar perkara, serta SOP peningkatan proses hukum akan diserahkan pada sidang lanjutan.
Sidang KIP dan Kebutuhan Klarifikasi
Sidang sengketa informasi terkait ijazah Jokowi digelar Komisi Informasi Pusat sebagai tindak lanjut dari permohonan yang diajukan kelompok Bonjowi.
Pemohon mengaku tidak menerima respons atas permintaan akses terhadap dokumen akademik Jokowi sejak 29 Agustus 2025.
Majelis kemudian memanggil Polda Metro Jaya untuk memberikan klarifikasi mengenai posisi dokumen dan alasan tidak dijawabnya permohonan tersebut.
Majelis membuka sidang dengan menanyakan lokasi fisik ijazah asli Jokowi. Pertanyaan ini menjadi penting mengingat polemik publik mengenai keaslian dokumen pendidikan sang presiden.
Dalam sidang, Polda Metro Jaya menegaskan bahwa ijazah asli berada dalam penguasaan penyidik berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri. Artinya, dokumen telah masuk dalam proses hukum yang resmi dan teregistrasi.
Ijazah Jokowi Berstatus Barang Bukti
Perwakilan Polda Metro Jaya menyebut bahwa dokumen yang diminta pemohon mencakup beragam jenis arsip akademik, bukan hanya satu lembar ijazah. Pemohon meminta:
Ijazah asli
Salinan legalisir
Hasil pindai berwarna
Transkrip nilai
Kartu Hasil Studi (KHS)
Dokumen yudisium
Laporan tugas akhir
Surat tugas akademik
Semua dokumen tersebut, kata Polda, telah berada dalam berkas penyidikan.
Barang bukti dalam istilah hukum adalah objek yang relevan dengan penyidikan dan disita melalui mekanisme hukum, biasanya lewat penetapan pengadilan.
Bila suatu dokumen berstatus barang bukti, maka dokumen tersebut harus dijaga integritasnya dan tidak boleh dipublikasikan tanpa izin hingga proses hukum selesai.
Polda Metro Jaya memastikan bahwa status ini secara otomatis membuatnya masuk kategori informasi yang dikecualikan sesuai Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik, yang melarang pembukaan informasi yang dapat mengganggu proses penegakan hukum.
Mengapa Polda Tidak Merespons Sejak Agustus 2025?
Majelis KIP menyoroti lamanya waktu tanpa jawaban, mengingat pemohon telah mengirim permohonan sejak akhir Agustus.
Dalam penjelasannya, Polda Metro Jaya menyampaikan bahwa mereka baru mengetahui permintaan tersebut pada 13 November 2025 setelah menerima pemberitahuan dari Mabes Polri.
Ternyata, permohonan tersebut dikirim pemohon ke Humas Mabes Polri, bukan ke PPID Polda Metro Jaya selaku pejabat yang berwenang menangani permohonan keterbukaan informasi di wilayah hukum Polda. Akibat salah alamat tersebut, permohonan tidak terdistribusi dan baru terdeteksi dua bulan kemudian.
Polda juga menambahkan bahwa pemohon mengaku kesulitan menemukan alamat PPID Polri di situs resmi, sehingga kemungkinan terjadi kekeliruan pengiriman.
Majelis Soroti Perbedaan Istilah Dokumen
Dalam sidang, Majelis juga meminta klarifikasi terkait perbedaan istilah dokumen yang diminta pemohon dan dokumen yang disita penyidik. Contohnya:
Pemohon meminta SK Yudisium, sementara dokumen yang disita penyidik tercatat sebagai daftar nilai sarjana muda untuk keperluan yudisium.
Ada juga dokumen bertajuk “surat keterangan” dalam berkas penyidik yang tidak disebut dalam permohonan.
Polda Metro Jaya meminta waktu untuk menjelaskan detail perbedaan tersebut melalui jawaban tertulis yang lebih sistematis.
Dokumen Kebijakan Akademik UGM Juga Disita
Bukan hanya dokumen pribadi Jokowi, Majelis menanyakan dokumen kebijakan akademik Universitas Gadjah Mada (UGM) pada masa Jokowi kuliah.
Dokumen ini juga diminta pemohon sebagai pembanding prosedural terkait proses akademik pada masa itu.
Polda Metro Jaya menjelaskan bahwa dokumen UGM tersebut juga telah disita sebagai bagian dari berkas penyidikan dan memiliki status hukum yang sama sebagai barang bukti.
Dasar Penyidikan dan Bukti Administratif
Majelis KIP meminta agar Polda Metro Jaya menyertakan bukti administratif, termasuk:
SOP peningkatan penyelidikan ke penyidikan
Notulen gelar perkara
Surat penetapan penyitaan barang bukti
Dokumen-dokumen tersebut diminta agar Majelis dapat menilai apakah pengecualian informasi memang dilakukan sesuai prosedur hukum yang sah.
Polda Metro Jaya menyatakan siap memberikan dokumen administratif tersebut dalam jawaban tertulis pada persidangan lanjutan.
Latar Belakang Kasus: Untuk Apa Dokumen Ini Diproses Hukum?
Meski dalam sidang tidak dijelaskan secara eksplisit konteks penyidikan, kasus ini berhubungan dengan laporan dugaan pemalsuan ijazah Jokowi yang sebelumnya dilaporkan sejumlah pihak.
Proses hukum yang sedang berjalan menuntut penyidik untuk menyita seluruh dokumen terkait pendidikan Jokowi sebagai bahan pemeriksaan.
Karena masih dalam proses penyidikan, Polda Metro Jaya menegaskan bahwa pembukaan dokumen kepada publik dapat mengganggu proses penyidikan, sehingga dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Sidang Dilanjutkan
Majelis Komisi Informasi Pusat menjadwalkan untuk melanjutkan sidang dengan pemeriksaan rinci terhadap dasar pengecualian informasi yang diajukan Polda Metro Jaya.
Sidang lanjutan akan menentukan apakah alasan pengecualian tersebut sah menurut undang-undang.
Denny Indrayana Sentil UGM yang Tak Bisa Tunjukkan Salinan Ijazah Jokowi saat Sidang KIP
Pakar Hukum Tata Negara, Prof Denny Indrayana menyinggung persoalan dugaan ijazah Joko Widodo
Dia membandingkan sikap Jokowi dengan Hakim Konstitusi Arsul Sani yang diterpa tudingan ijazah palsu
Dimana, Arsul Sani segera melakukan klarifikasi dengan menunjukkan ijazah doktornya yang ia peroleh dari Collegium Humanum Warsaw Management University.
Dia juga menunjukkan saat dirinya diwisuda dari kampus tersebut
Sikap berbeda lainnya adalah Arsul Sani tidak melaporkan pihak yang menudingnya memiliki ijazah palsu.
"Kemarin di MK, Hakim Konstitusi Arsul Sani dengan gamblang dan terang menjelaskan serta menunjukkan ijazah asli S3nya. Arsul Sani juga menolak melaporkan para penggugat ijazah S3-nya ke polisi. Bagaikan bumi dan langit dengan Saudara Jokowi, yang terus berdalih tidak mau menunjukkan ijazah aslinya, dan bahkan memilih mempidanakan Roy Suryo dkk," tulis Denny Indrayana dikutip Warta Kota dari akun X, Selasa (18/11/2025)
Di sisi lain, Denny Indrayana juga menyindir pihak Universitas Gajah Mada (UGM) yang tidak bisa menunjukkan salinan ijazah asli Jokowi saat dihadirkan dalam persidangan Komisi Informasi Pusat (KIP) RI, Senin kemarin
Pada sidang tersebut, pihak UGM dianggap tidak dapat memberikan salinan berkas yang diminta, yang menimbulkan keraguan terkait penguasaan dokumen tersebut.
Selain itu, KPU Surakarta juga menjadi sorotan karena melakukan pemusnahan arsip pencalonan Jokowi yang dianggap masih berpotensi disengketakan.
"Kemarin pula, di persidangan Komisi Informasi, UGM tidak bisa menunjukkan salinan asli ijazah Jokowi, jangankan ijazahnya. KPU Solo malah sudah memusnahkan dokumen pendaftaran termasuk salinan Ijazah Jokowi, meski tidak bisa menunjukkan Berita Acara pemusnahannya. Keaslian Ijazah Jokowi makin misterius," ungkap Denny
Dengan begitu, Denny melihat bahwa permasalahan ini menjadi berlarut lantaran Jokowi dianggap enggan menunjukkan ijazah aslinya
"Ada apa? Hanya Jokowi yang bisa menjawabnya. Yang pasti, terkait masalah Ijazah ini, Hakim Konstitusi Arsul Sani sudah menunjukkan kadar kenegarawanannya,sedang Jokowi makin menunjukkan watak aslinya yang cawe-cawe merusak konstitusi dan demokrasi. Menyedihkan kita pernah punya Presiden, yang bukan Negarawan."
"Negarawan memang meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan apapun. Apalagi, meletakkan kepentingan pribadi dan keluarga di atas kepentingan bangsa dan negara. Dengan menggantungkan nasib hampir 300 juta rakyat Indonesia ke pundak anaknya Wapres Gibran Rakabuming Raka; yang problematik secara etikabilitas dan intelektualitas," tandasnya
Roy Gerung soal penetapan tersangka Roy Suryo cs
Pengamat politik yang juga akademisi Rocky Gerung menilai kasus isu ijazah Presiden Joko Widodo atau Jokowi memasuki fase baru setelah 8 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, termasuk diantaranya Roy Suryo Cs.
Menurut Rocky, langkah hukum ini justru bisa membuka ruang lebih luas untuk menelusuri ulang berbagai persoalan politik era Jokowi.
Selain itu, kata Rocky, jika perkara dibawa ke pengadilan, maka hal itu bisa menjadi “panggung besar” untuk menguji ulang berbagai tudingan publik selama ini terhadap kekuasaan saat Jokowi menjadi presiden.
Baca juga: Rocky: Pengadilan Kasus Ijazah Jokowi Akan Buka Kotak Pandora Selama 10 Tahun Kiprah Kekuasaan
Ia menilai persidangan bisa mempertemukan saksi ahli yang akan menilai konsistensi ucapan Jokowi, termasuk gaya komunikasi politiknya.
“Kecurigaan terhadap ijazah Jokowi itu inline dengan kebiasaan Jokowi berbohong. Jadi dia mesti diperiksa psikologinya,” kata Rocky dalam wawancara yang diunggah ke Channel YouTube Rocky Gerung Official, Senin (17/11/2025).
Ia menambahkan sifat dan karakter Jokowi akan diuji dalam sidang.
“Sifat Pak Jokowi yang bilang A tapi maksudnya B itu akan diuji," kata Rocky.
Ia mengatakan publik yang menuntut Jokowi untuk bersuara langsung mengenai status ijazahnya, akan terpenuhi dalam sidang.
"Pada akhirnya kita masuk pada episode atau tahap yang paling yang paling bikin frustrasi kepada Pak Jokowi karena dia harus akhirnya menghadap pengadilan untuk menuntut secara verbal," papar Rocky.
"Jokowi harus mengucapkan secara verbal pada bangsa ini tentang status ijazahnya,” ujar Rocky.
Ia menilai persoalan ini bukan lagi semata-mata soal gugatan hukum, tetapi menyangkut hak publik yang tak pernah terjawab selama bertahun-tahun.
Rocky juga menyinggung bahwa isu ini muncul ketika Jokowi masih menjabat sebagai kepala negara sehingga dokumen tersebut, menurutnya, secara moral turut menjadi domain publik.
“Gugatan terhadap ijazah Jokowi muncul karena dia ada dalam jabatan publik. Maka ijazah itu bukan lagi milik privat, tapi milik publik,” kata Rocky.
Rocky berpendapat bahwa polemik ijazah Jokowi telah berkelindan dengan berbagai isu lainnya, termasuk tudingan terhadap ijazah putranya, Gibran Rakabuming Raka.
Ia menyebut dinamika ini memicu keadaan psikologis baru bagi keluarga Jokowi.
“Setelah kasus ini beredar dan berkelindan dengan kasusnya Gibran… dia (Jokowi) mulai panik,” ucap Rocky.
Rocky bahkan menilai persidangan dapat menjadi ruang terbuka bagi publik untuk mengulas kembali berbagai kebijakan besar pemerintahan Jokowi, seperti proyek kereta cepat, Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga konsistensi pernyataan pemerintah selama 10 tahun terakhir.
“Isu ijazah ini akan membuka kotak Pandora… apa yang dilakukan Jokowi pada demokrasi, konstitusi, sampai proyek-proyek besar,” katanya.
Jadi, menurut Rocky akan dibuka ulang satu teater baru untuk melihat di belakang layar selama 10 tahun pemerintahan Jokowi ini.
"Kasak kusuk politik Jokowi sebetulnya menghasilkan kenyamanan publik atau justru menyembunyikan kejahatan publik" ujar Rocky.
Karenanya Rocky menganggap bahwa pengadilan isu ijazah ini yang akan membuka kotak Pandora.
"Bahwa selama 10 tahun sebetulnya apa yang dilakukan Jokowi pada demokrasi pasti ke minus. Konstitusi dikhianati. Tinggal satu soal. Apakah memang selama proses pengkhianatan terhadap demokrasi dan penutupan soal ijazah ini berlangsung transaksi di antara elit?" kata Roy.
Karena menurut Roy sangat mungkin untuk menimba keuntungan secara finansial melalui proyek-proyek dan segala macamnya.
"Jadi yang akan diuji adalah sebetulnya di belakang soal ijazah ini. Publik ingin tahu, sebenarnya sudah menuduh secara hipotetik bahwa Jokowi ini lebih yang korupsi, mengkorupsi pikiran, mengkorupsi ijazah atau mengkorupsi konstitusi untuk kepentingan kekuasaannya yabfg berimplikasi pada akumulasi finansial untuk main politik. Kan itu, dasarnya tuh," papar Rocky,
Isu Moral
Menurut Rocky, jika kasus ini sampai ke pengadilan, maka hal itu bisa menjadi “panggung besar” untuk menguji ulang berbagai tudingan publik selama ini.
Ia menilai persidangan bisa mempertemukan saksi ahli yang akan menilai konsistensi ucapan Jokowi, termasuk gaya komunikasi politiknya.
“Kecurigaan terhadap ijazah Jokowi itu inline dengan kebiasaan Jokowi berbohong. Jadi dia mesti diperiksa psikologinya,” kata Rocky.
“Sifat Pak Jokowi yang bilang A tapi maksudnya B itu akan diuji," tambahnya.
Keuntungan Presiden Prabowo
Menariknya, Rocky melihat proses hukum ini justru dapat menguntungkan Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, ketika kasus telah resmi masuk ke ranah penyidikan, Prabowo dapat menjaga jarak politik dan terhindar dari tudingan melindungi Jokowi.
“Yang paling lega tentu Presiden Prabowo… karena beliau tidak mungkin intervensi soal yang terbuka bahkan di dunia internasional,” kata Rocky.
Ia menyebut situasi ini sebagai “blessing in disguise” bagi Prabowo, karena pengadilan memberi ruang bagi presiden baru untuk menegaskan komitmen pada proses hukum tanpa perlu terlibat dalam kontroversi masa lalu.
Rocky menegaskan bahwa publik kini menuntut lebih dari sekadar proses hukum, tetapi kejujuran para pemimpin.
Ia menyebut kesempatan ini sebagai awal “sejarah baru” bagi politik Indonesia.
“Ini panggung yang sangat bagus… supaya jangan ada dusta di antara para pemimpin,” tutup Rocky.
Sebelumnya pakar hukum pidana Teuku Nasrullah mengungkapkan bahwa tudingan ijazah Presiden ke 7 RI, Joko Widodo atau Jokowi adalah palsu, tidak bisa dijerat dengan pasal pidana pencemaran nama baik yakni Pasal 310 KUHP.
Teuku Nasrullah memiliki alasan khusus atas pendapatnya tersebut, yang diungkapkan dalam acara di channel YouTube Indonesia Lawyers Club yang dilihat WartaKota, Minggu (16/11/2025).
Menurutnyua pada pasal 310 KUHP ayat 4 dan juga diadopsi oleh Undang-Undang ITe pasal 27, menyatakan tidak merupakan pencemaran nama baik atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
"Nah, kita melihat sebenarnya kasus ijazah palsu Pak Jokowi ini, tidak dikaitkan dengan kepentingan pribadi Pak Jokowi, lebih kepada persyaratan yang ditentukan oleh KPU dalam pencalonan sebagai Presiden Republik Indonesia," kata Nasrullah.
"Nah, apakah kritisi terhadap persyaratan pencalonan seseorang sebagai syarat untuk Presiden Republik Indonesia itu masuk kategori kepentingan umum atau tidak? Kita boleh berbeda pendapat. Tapi menurut pendapat saya itu adalah kepentingan negara, kepentingan umum yang harus dijaga agar ke depan tidak terulang perbuatan yang sangat memalukan," kata Nasrullah.
Kalau memang benar ijazah yang digunakan itu palsu, menurut Nasrullah maka proses penegakan hukum ini juga harus tuntas dengan mempidanakan pengguna ijazah palsu.
"Jangan meninggalkan sisa," katanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul Polda Metro Jaya Ungkap Alasan Ijazah Asli Jokowi Tidak Bisa Diakses Publik
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Denny Indrayana Sentil UGM yang Tak Bisa Tunjukkan Salinan Ijazah Jokowi saat Sidang KIP

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.