Kabar Artis

Profil Pandji Pragiwaksono, Komika yang Dipolisikan Buntut Candaan soal Pemakaman Adat Toraja

Pandji Pragiwaksono dipolisikan soal candaan pemakaman Toraja yang viral di media sosial dan dianggap melecehkan tradisi adat masyarakat setempat. 

Tribunnews/Herudin
PANDJI PRAGIWAKSONO DIPOLISIKAN - Komika Pandji Pragiwaksono saat wawancara secara khusus dengan Tribun Network di Jakarta, Senin (10/8/2020). Pandji Pragiwaksono dipolisikan soal candaannya tentang pemakaman adat Toraja. (Tribunnews/Herudin) 

Pandji juga dijerat dengan pasal-pasal dalam UU Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999, UU Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017, dan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Sanksi Adat dari Tongkonan Adat Sang Torayan

Selain laporan hukum ke kepolisian, Pandji juga menghadapi sanksi adat berat dari Tongkonan Adat Sang Torayan (TAST) — lembaga adat tertinggi di Toraja.

Menurut laporan Tribunnews.com (4/11/2025), lembaga adat tersebut menuntut Pandji untuk membayar denda adat berupa 50 ekor kerbau, sebagai bentuk pemulihan kehormatan budaya dan simbol permintaan maaf kepada leluhur Toraja.

Di Toraja, kerbau merupakan hewan sakral dan memiliki nilai adat tinggi.

Dalam konteks Rambu Solo’, seekor kerbau bisa bernilai hingga puluhan juta rupiah karena menjadi bagian penting dari ritual penghormatan bagi keluarga yang telah meninggal dunia.

Oleh sebab itu, denda 50 ekor kerbau bukan hanya bernilai materi besar, tetapi juga memiliki makna simbolis sebagai pemulihan martabat adat yang dinilai telah dilukai.

Pandji Pragiwaksono Minta Maaf: “Saya Ignorant”

Menyikapi laporan dan sanksi adat tersebut, Pandji Pragiwaksono akhirnya menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada masyarakat Toraja melalui akun media sosialnya pada Selasa (4/11/2025).

Dalam pernyataannya, Pandji mengakui bahwa candaan tersebut berasal dari tur “Mesakke Bangsaku” tahun 2013 dan ia tidak memiliki pengetahuan yang cukup mendalam tentang kebudayaan Toraja.

“Selamat pagi, Indonesia. Terutama untuk masyarakat Toraja yang saya hormati. Dalam beberapa hari terakhir, saya menerima banyak protes dan kemarahan dari masyarakat Toraja terkait sebuah joke dalam pertunjukan Mesakke Bangsaku tahun 2013. Saya membaca dan menerima semua protes serta surat yang ditujukan kepada saya,” tulis Pandji.

Ia juga mengungkapkan telah berdialog dengan Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), untuk memahami lebih dalam tentang makna dan nilai dari tradisi Rambu Solo’.

“Tadi malam, saya berdialog dengan Ibu Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Dalam pembicaraan kami lewat telepon, Ibu Rukka menceritakan dengan sangat indah tentang budaya Toraja — tentang maknanya, nilainya, dan kedalamannya. Dari obrolan itu, saya menyadari bahwa joke yang saya buat memang ignorant, dan untuk itu saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada masyarakat Toraja yang tersinggung dan merasa dilukai.”

Pandji menegaskan bahwa ia bersedia menjalani segala proses, baik secara hukum negara maupun adat, untuk menyelesaikan masalah ini secara damai dan bermartabat.

“Saya akan berusaha mengambil langkah itu. Namun, bila secara waktu tidak memungkinkan, saya akan menghormati dan menjalani proses hukum negara yang berlaku,” tegasnya.
 
Tentang Rambu Solo’: Tradisi Sakral yang Disalahpahami

Untuk memahami konteks kontroversi ini, penting mengetahui apa itu Rambu Solo’. B

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved