Berita Samarinda Terkini

2 Orang Calon Jemaah Haji dari Samarinda Batal ke Tanah Suci, Diduga Ditipu Travel Haji

Dua orang calon jemaah haji dari Kota Samarinda batal ke Negara Arab Saudi, diduga ditipu dari salah perusahaan travel umroh.

Penulis: Gregorius Agung Salmon | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG
IBADAH HAJI 2025 - Muqsith An Naafi, Kuasa Hukum Dua korban calon jamaah haji yang diduga ditipu oleh jasa travel haji dan umroh di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.  

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Dua orang calon jemaah haji dari Kota Samarinda batal ke Negara Arab Saudi, diduga ditipu dari salah perusahaan travel umroh dan haji, kini mereka tempuh jalur hukum.

Dua korban calon jemaah haji itu berinisial CD (47) dan SA (70) yang seharusnya berangkat pada tahun 2020 usai mendaftar setahun sebelumnya.

Melalui kuasa hukum kedua korban Muqsith An Naafi menjelaskan Tahun 2019, kedua kliennya mendaftar di jasa perjalanan umroh dan haji dengan membawa uang Down Payment (DP) masing-masing Rp150 juta dengan total Rp300 juta dari total biaya keberangkatan 250 juta per orang. 

"Ada kesepakatan juga dari biaya setoran tersebut yang kemudian ada terdapat perjanjian yang dimana akan diberangkatkan haji furoda pada tahun 2020," ujarnya. 

Setahun usai mendaftar, di tahun 2020 ada Surat Keputusan Menteri Agama nomor 494 tahun 2020, mengenai pembatalan pemberangkatan haji furoda, keduanya pun tidak diberangkatkan.

Baca juga: KPK Ungkap Modus Korupsi Kuota Haji Tambahan 2024, Memanfaatkan SK Menteri Agama

Namun kedua kliennya tidak mendapatkan diinformasikan yang jelas dari perusahaan terkait keberangkatan sebagai calon jamaah haji

"Sehingga calon jamaah pun bingung dan tidak tahu, informasi update terbaru mengenai pemberangkatan haji tersebut," tuturnya. 

Dua tahun kemudian perusahaan jasa travel tersebut, kata dia kliennya mendapatkan informasi, bahwa telah terdaftar sebagai haji furoda dan untuk keberangkatannya.

Di tahun 2022 itu juga keduanya diminta agar melunasi sisa Rp 100 juta dari total biaya dari Rp250 juta per orang.

Selain diminta pelunasan, dua calon jamaah haji itu pun adanya pemberitahuan penambahan harga keberangkatan haji furoda ini sebesar Rp 300 juta, karena tidak ada kesepakatan awal keduanya kaget karena harus menembus Rp 150 juta lagi.

"Tapi dari C dan SA ini tidak menyanggupi atas penambahan biaya tersebut. Sehingga meminta pengembalian dana yang telah disetorkan pada tahun 2019," ungkapnya.

Baca juga: Pembagian Kuota Haji Tambahan Langgar Undang-undang, KPK Dalami Peran Kemenag

Di tahun yang sama perusahaan tersebut menyatakan tidak mampu mengembalikan dana secara penuh dan hanya sanggup mengembalikan 50 persen dari setoran awal.

"Namun fakta yang ada, hanya dikembalikan sebesar Rp 80 juta, masing-masing Rp 40 juta. Artinya yang dikembalikan belum 50 persen dan itu pun setelah kami layangkan surat somasi," terangnya.

Muqsith An Naafi mengatakan atas hal itu keduanya kliennya telah ditipu dan ada tindak pidana penipuan serta Penggelapan yang dilakukan oleh jasa travel haji dan umroh. 

"Dari hal ini kami menduga adanya tindak pidana penipuan ataupun hingga penggelapan. Berkembangnya perkara lebih ke Pasal 372 KUHP mengenai penggelapan dari perusahaan yang berdomisili di samarinda," tuturnya.

Saat disinggung jumlah calon jamaah haji yang menjadi korban, atas dugaan penipuan dari perusahaan yang sama, diakuinya diperkirakan puluhan calon jamaah haji

"Bisa jadi puluhan. Karena yang kami dampingi ini hanya 2 orang mereka keluarga (CD dan SA). Namun pada faktanya jumlah yang diberangkatkan puluhan. Jadi, kalau kerugian klien saya dua orang ini Rp 300 juta, dan misalnya dengan calon jemaah yang lain ya bisa sampai miliaran," ungkapnya. 

Terkait pelaporan kasus tersebut kata kuasa hukum itu telah dilayangkan pada 23 Juni 2025.

"Untuk hari ini kami menanyakan proses perkembangan kasus ini. Seharusnya bisa dan dapat sekali di proses dengan cepat. Karena korbannya banyak," katanya. 

Ditanyakan soal kendala dalam pengungkapan perkara tersebut, mengingat dilaporan kasus tersebut sudah berjalan tiga bulan.

"Seharusnya bisa cepat ditangani, karena korban lebih dari satu (banyak). Dan memang sempat kami tanyakan, mereka (penyidik) perlu waktu untuk mendalami beberapa hal, mengenai keputusan menteri saat itu, bagaimana sistem pengembaliannya, dan juga aturan regulasinya, ini yang masih mereka dalami," tuturnya. 

Sementara Kasi Humas Polresta Samarinda Ipda Novi Hari yang dikonfirmasi terkait dengan perkara tersebut hingga saat ini masih dalam penyelidikan. 

"Saat ini ditangani di Unit Tipidter, ini masih dalam penyelidikan, karena memang ada tiga laporan yang masuk, terkait kasus ini," katanya. (*)

 

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved