Pemangkasan Dana Transfer Daerah
Seno Aji Tetap Pegang Janji, Gratis Pol dan Jospol Jadi Prioritas Meski TKD Kaltim Anjlok
Seno Aji tetap pegang janji, Gratis Pol dan Jospol jadi prioritas meski TKD Kaltim anjlok
Ia juga menekankan, batas waktu penyusunan hingga pengesahan Raperda APBD 2026 diperkirakan rampung pada November mendatang.
Namun, jika benar terjadi pemangkasan, konsekuensi yang dihadapi Samarinda cukup besar.
“Proyeksi sementara masih sesuai KUA-PPAS 2026 yaitu Rp5,3 triliun dan masih dalam proses pembahasan. Ada prediksi turun APBD 2026 menjadi Rp3,5 triliun,” ungkapnya.
Ananta juga mengungkapkan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak hanya berimbas pada transfer
pusat melalui TKD, tetapi turut menyentuh Dana Bagi Hasil (DBH) yang diproyeksikan terpangkas
hingga separuhnya.
Ia menyebut, DBH yang biasanya mencapai Rp1,6 triliun per tahun, pada 2026 kemungkinan hanya akan berkisar Rp800 miliar.
Situasi tersebut otomatis akan memengaruhi sejumlah program pembangunan di Samarinda, ditambah lagi pemangkasan serupa juga terjadi pada alokasi bantuan keuangan dari pemerintah provinsi.
Ia menegaskan, meskipun anggaran infrastruktur yang bersifat mandatory hanya sekitar 40 persen, tetap
akan ada kegiatan yang harus dikurangi demi menjaga keberlangsungan belanja wajib daerah.
Meski dalam kondisi fiskal yang menurun, Ananta menegaskan prioritas pembangunan daerah di Kota
Samarinda tidak akan hilang.
Pemkot tetap fokus melanjutkan 10 program unggulan Wali Kota Andi Harun di periode keduanya, meski harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan.
“Yang pasti disesuaikan dengan kemampuan keuangan atau celah fiskal dari hasil efisiensi. Namun diupayakan tidak mengganggu belanja gaji dan tunjangan,” katanya.
Kurangi MYC
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur telah mendapatkan surat Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb)
mengenai komposisi dana transfer ke daerah (TKD) tahun 2026.
Surat tersebut telah diterima sejak dua minggu yang lalu. Dimana, disampaikan oleh Plt. Kepala Bapeda Kutai Timur, Noviari Noor untuk TKD Kutim 2026 turun hingga 70 persen lebih.
Oleh sebab itu, Pemkab Kutim tengah menggodok susunan alokasi anggaran tahun 2026 sesuai dengan
TKD yang terbaru.
"Informasinya turun hingga 70 persen lebih, angka pastinya saya gak hapal ya, yang jelas ini sedang disusun kembali karena sebelumnya menggunakan proyeksi APBD 2026 yang Rp 6 triliun," jelas Novi,
Rabu (8/10).
Lebih jauh, menurunnya nominal TKD 2026 di Kutai Timur sangat berdampak, sebab dari tubuh APBD Kutim, sekiranya 80 persen bergantung pada TKD sehingga penyusunan alokasi berdasarkan TKD yang diberikan oleh pusat.
Penurunan TKD 2026 di Kutai Timur juga berdampak pada pembangunan infrastruktur hingga tunjangan
penghasilan pegawai (TPP).
Pada nominal mandatory spending seperti alokasi dana pendidikan 20 persen dari tubuh APBD itu tidak
dihilangkan, sedangkan pembangunan infrastruktur seperti jalan, drainase, jembatan, kesehatan dan
lainnya tetap berjalan, hanya saja volume pekerjaannya dikurangi.
"Program skema tahun jamak (multiyears) juga terdampak, dimana proyek MYC direncanakan Rp 3
triliun dengan skema 3 tahun anggaran juga akan dikurangi nominalnya sesuai dengan kondisi keuangan
daerah," imbuhnya.
Kendati demikian, belanja pegawai seperti gaji tidak bisa diubah, sebab merupakan ketetapan dari pusat namun TPP yang akan disesuaikan dengan kondisi keuangan artinya bisa diturunkan.
Sementara ini, sebagai antisipasi kondisi tersebut, pihaknya meminta bantuan kepada DPRD Kutim untuk
dibantu mencari sumber pendapatan asli daeeah (PAD) melalui retribusi dan pajak daerah.
"Sampai saat ini masih disusun kembali menyesuaikan kondisi keuangan terkini, kami upayakan dengan
menggali PAD secara maksimal," pungkasnya.
News analysis
Seperti Kembali ke Orde Baru
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Mulawarman (Unmul) memberikan pandangan kritis terkait isu
pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pejabat dan politisi di Kalimantan Timur (Kaltim).
Pasalnya, alokasi TKD untuk Kaltim diperkirakan akan dipangkas hingga 78 persen, setara dengan kehilangan sekitar Rp4,6 triliun pada tahun mendatang.
Dosen FISIP Unmul sekaligus Pengamat Kebijakan Publik, Saipul Bachtiar, menilai pemotongan tersebut
bukan lagi sekadar penundaan, melainkan penghilangan alokasi anggaran secara signifikan.
Menurutnya, kebijakan itu berpotensi menimbulkan dampak domino yang serius terhadap program pembangunan dan janji politik kepala daerah di Kaltim.
“Pola kebijakan ini tidak holistik. Kebijakan ini tidak melihat bahwa daerah memiliki kewajiban dan kebutuhan masing-masing, apalagi sekarang kita berada dalam rezim Pilkada,” ujarnya.
Saipul menilai kebijakan pemotongan TKD itu merupakan langkah yang mengarah pada sistem sentralistik, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru, dan mengabaikan prinsip otonomi daerah yang telah diperjuangkan sejak era Reformasi.
“Pada masa Orde Baru, sistem pemerintahan memang sentralistik dan otonomi daerah belum menjadi
prioritas. Namun setelah Reformasi, seharusnya pemerintah melihat kembali pentingnya sisi otonomi
daerah. Melihat pola kebijakan yang diterapkan pada era Prabowo–Gibran ini, saya melihat arahnya
kembali ke bentuk sentralistik seperti dulu,” jelasnya.
Ia juga menyoroti mekanisme Dana Bagi Hasil (DBH) yang seharusnya menjadi hak daerah, bukan dana
milik pusat.
Saipul menilai pola pengelolaan DBH saat ini tidak adil, karena dana daerah diambil terlebih dahulu oleh pusat dan hanya sebagian kecil yang dikembalikan ke daerah penghasil sumber daya alam, termasuk Kaltim.
“Menurut saya, ini bentuk ketidakadilan antara kebijakan pemerintah pusat dengan daerah. Sudah dana
bagi hasil itu kecil, sekarang dipotong lagi. Lama-lama tidak ada yang kembali ke daerah,” katanya.
Dengan pemotongan yang begitu drastis, Saipul menilai telah terjadi ketidakadilan fiskal yang mencerminkan terabaikannya kepentingan daerah penghasil sumber daya alam.
Ia menegaskan bahwa pola pengelolaan fiskal semacam ini menunjukkan kegagalan pemerintah pusat dalam memahami kebutuhan dan kewajiban daerah, khususnya yang tengah menghadapi Pilkada.
Dari perspektif politik, Saipul menilai pemotongan TKD juga menjadi indikasi bahwa janji-janji politik presiden lebih diutamakan dibandingkan janji kepala daerah. Kondisi ini berpotensi membuat banyak program pembangunan daerah yang dijanjikan saat kampanye tidak dapat direalisasikan.
“Artinya, kepentingan politik janji presiden lebih diutamakan dibandingkan janji kepala daerah. Hal ini
tentu akan berimplikasi signifikan terhadap program-program yang dijanjikan kepada masyarakat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Saipul mendorong pemerintah daerah baik gubernur, DPRD, bupati, maupun wali kota untuk
bereaksi keras terhadap kebijakan tersebut. Ia berharap pemerintah daerah dapat menyuarakan penolakan
melalui Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) agar pemerintah pusat
mempertimbangkan kembali kebijakan pemotongan TKD.
“Mereka seharusnya mengeluarkan pernyataan tegas atau mendesak pemerintah pusat melalui perkumpulan masing-masing untuk menolak pemotongan ini. Karena menurut saya, pemotongan ini sangat gila-gilaan,” pungkasnya.
Perbandingan Alokasi TKD Kaltim Tahun 2025 dan 2026
Tahun 2026
PPH: Rp 140.836 Miliar
PBB: Rp 176.496 Miliar
CHT (Cukai Hasil Tembakau): Rp 16.945 Juta
Total DBH Pajak: Rp 317.350 Miliar
IIUPH/PSDH: Rp 7 Miliar
DR (Dana Reboisasi): Rp 51.170 Miliar
Migas: Rp 48.849 Miliar
Minerba: Rp 1.194 Triliun
Total DBH SDA: Rp 1.301 Triliun
Perkebunan Sawit: Rp 10.686 Miliar
Total DBH: Rp 1.629 Triliun
DAU yang Tidak Ditentukan Penggunaannya: Rp 846.491 Miliar
Total DAU: Rp 866.618 Miliar
Total DTU: Rp 2.495 Triliun.
Tahun 2025
PPH: Rp 448.002 Miliar
PBB: Rp 514.288 Miliar
CHT (Cukai Hasil Tembakau): Rp 71.672 Juta
Total DBH Pajak: Rp 962.363 Miliar
IIUPH/PSDH: Rp 11.899 Miliar
DR (Dana Reboisasi): Rp 146.674 Miliar
Migas: Rp 252.226 Miliar
Minerba: Rp 4.678 Triliun
Total DBH SDA: Rp 5.088 Triliun
Perkebunan Sawit: Rp 16.579 Miliar
Total DBH: Rp 6.067 Triliun
DAU yang Tidak Ditentukan Penggunanannya : Rp 776.415 Miliar
Total DAU: Rp 1.068 Triliun
Total DTU: Rp 7.136 Triliun.
Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.