Berita Samarinda Terkini

'Tak Ikhlas Caramu Pergi': Ucapan yang Buat Kasus Bocah di Samarinda Diduga Tewas Dianiaya Terkuak

Sartia, ibu di Samarinda, berduka setelah anak 14 tahun tewas, diduga dianiaya teman. Ingin keadilan terungkap.

TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG
PENGANIAYAAN ANAK SAMARINDA - Duka mendalam menyelimuti keluarga Sartia (41), seorang ibu di Samarinda yang kehilangan anak semata wayangnya, R (14). Bocah yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama itu meninggal dunia di rumahnya, diduga akibat penganiayaan oleh temannya sendiri. (TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG) 
Ringkasan Berita:
  • Seorang bocah SMP berusia 14 tahun di Samarinda, R, tewas diduga akibat penganiayaan oleh teman-temannya.
  • Ibunya, Sartia, menuturkan kesedihannya sambil menahan tangis, mengenang ucapan terakhirnya kepada R.
  • Kecurigaan keluarga muncul setelah seorang teman korban mengaku melihat penganiayaan, yang kemudian diperkuat oleh saksi mata bahwa R dipukul dan ditendang sebelum meninggal.
  • Kasus ini dilaporkan ke Polresta Samarinda, dan pihak berwenang kini melakukan penyelidikan.

TRIBUNKALTIM.CO - “Saya tak ikhlas cara kematianmu,” ucapan lirih Sartia (41) sambil menahan tangis, seorang ibu di Samarinda usai anak semata wayangnya, R (14) tewas diduga dianiaya temannya sendiri. 

Bocah yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama itu pergi meninggalkan dunia, diduga akibat penganiayaan oleh teman-temannya sendiri. 

Tragedi bermula pada Sabtu malam (1/11/2025), ketika R pulang ke rumah sekitar pukul 21.00 WITA.

Wajahnya memerah, air mata masih membasahi pipinya, dan ia mengeluh sakit kepala.

Sartia yang tidak curiga, hanya mengira anaknya lelah setelah seharian beraktivitas.

Baca juga: Pilu, Bocah 14 Tahun di Samarinda Tewas Diduga Dianiaya Temannya Sendiri

“Nak, jangan terlalu nyaring kalau nangis, nggak enak sama tetangga,” ujar Sartia mengenang ucapan terakhirnya kepada sang anak, saat ditemui di Polresta Samarinda, Kamis (6/11/2025).

Dengan harapan sederhana agar R cepat pulih, Sartia hanya mengoleskan minyak kayu putih di kepala anaknya dan menyuruhnya tidur.

R semakin melemah, menolak makan, dan tak lagi merespons panggilan ibunya. 

Hati Sartia mulai dihantui rasa khawatir yang perlahan berubah menjadi ketakutan.

Sekitar pukul 00.30, napas R terdengar berat dan tersengal.

Hingga akhirnya R menghembuskan napas terakhirnya pada pukul 01.00 dini hari.

“Biasanya dia sehat, keluar main tidak pernah apa-apa,” ujar Sartia dengan suara gemetar, matanya basah oleh tangisan yang tertahan.

Keluarga Temukan Kejanggalan

Keesokan harinya, keluarga menemukan kejanggalan.

Mulut R berbusa, darah keluar dari hidung, dan luka lebam terlihat di punggungnya.

Namun, mereka masih berharap kematian itu karena sakit biasa.

Tanpa curiga, R dimakamkan tanpa dilakukan visum.

Pengakuan Mengejutkan Teman Korban

Tragedi itu semakin memilukan ketika tiga hari setelah pemakaman, seorang teman R datang ke rumah dan menyampaikan pengakuan yang membuat hati Sartia remuk.

“Saya ikhlas kepergianmu, tapi saya tidak ikhlas dengan cara kematianmu,” ujar teman R.

Ucapan itu memantik kecurigaan, yang kemudian terbukti ketika kabar dari kerabat menyebut R sempat dipukuli oleh teman-temannya sebelum meninggal dunia.

Pertemuan antara keluarga korban, saksi, dan warga digelar pada 1 November 2025.

Seorang saksi mata mengungkap fakta mengerikan.

R dipukul keras di kepala hingga terdengar bunyi nyaring dan ditendang tiga kali di perut oleh temannya berinisial S, yang kini diduga sebagai pelaku.

Suasana pertemuan memanas ketika orang tua terduga pelaku berkata,

“Siapa tahu anakmu di luar sana kayak apa,” ucapnya.

Sartia menahan tangisnya, menatap dengan mata yang sembab, lalu membalas tegas,

“Om, jaga mulut ya. Anak saya di sini dikenal baik sama warga.”

Ia menekankan bahwa R adalah anak yang sopan, ramah, dan murah senyum.

“Anak saya itu murah senyum, kalau dipanggil orang selalu jawab, tidak banyak bicara,” kenangnya dengan suara lirih, seakan mengulang kenangan terakhir yang tak bisa dilupakan.

Baca juga: Tangis Haru di Polsek Balikpapan Utara, Bocah Tersesat Enggan Lepas dari Pelukan Polisi

Kasus Dilaporkan ke Polisi

Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polresta Samarinda pada 3 November 2025.

Keluarga memberikan keterangan tambahan kepada penyidik.

“Waktu itu tidak ada visum karena kami tidak curiga. Kasus ini baru terungkap setelah ada saksi yang cerita melihat kejadian tersebut,” tutur Sartia, suaranya pecah menahan kesedihan yang luar biasa.

Sementara itu, Ketua TRC PPA Kaltim, Rina Zainun, menyatakan pihaknya siap memfasilitasi bantuan psikologis dan otopsi untuk memastikan penyebab kematian korban.

“Karena keluarga kini memilih menempuh jalur hukum, maka mau tidak mau harus dilakukan otopsi untuk memperjelas penyebab kematian,” tegas Rina.

Rina menambahkan bahwa pihaknya baru bertemu keluarga korban dan belum sempat berkoordinasi dengan keluarga pelaku.

“Dari informasi yang kami terima, memang sempat ada permintaan perdamaian dari pihak keluarga pelaku, namun keluarga korban menolak dan memilih jalur hukum,” pungkasnya.

Kini, kasus kematian R masih dalam penyelidikan pihak kepolisian.

Di tengah proses hukum yang berjalan, Sartia hanya memiliki satu harapan: keadilan untuk semata wayangnya yang pergi terlalu cepat.

“Saya cuma ingin tahu kebenarannya, biar anak saya bisa tenang,” ucapnya lirih, menutup perbincangan.

Ikuti berita populer lainnya di saluran berikut: Channel WA, Facebook, X (Twitter), YouTube, Threads, Telegram 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved