Pelaku Penembakan di Samarinda Ditangkap

Senpi Terdakwa Penembakan THM Crown Samarinda Dibeli Ilegal dari Eks Anggota Brimob Harga Rp15 Juta

Mekanisme jual beli ilegal dari seorang mantan anggota anggota Kompi 3 Batalyon B Pelopor Sat Brimob Polda Kalimantan Timur.

Penulis: Gregorius Agung Salmon | Editor: Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO/GREGORIUS AGUNG SALMON
PENMEBAKAN DI THM - Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar mengungkapkan fakta terkait asal usul Senpi Penembakan di THM Crown Samarinda, Kalimantan Timur. Perwira berpangkat melati tiga itu juga menegaskan bahwa transaksi tersebut murni melalui proses jual beli ilegal, bukan penyerahan resmi atau kehilangan.  

Ringkasan Berita:
  • Alur kepemilikan senjata tersebut murni melibatkan transaksi pribadi dan oknum;
  • Kepemilikan senjata dipastikan bukan merupakan inventaris organik dari TNI maupun Polri;
  • Peluru yang digunakan dalam penembakan juga didapatkan satu paket saat transaksi jual beli senpi.

 


TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Kasus penembakan di tempat hiburan malam (THM) Crown di Jalan Imam Bonjol, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur pada 4 Mei lalu yang menewaskan Dedy Indrajid Putra, mengungkap fakta mengejutkan mengenai asal usul senjata api yang digunakan pelaku, Julfian alias Ijul bin Hanafi. 

Diketahui senjata itu didapat melalui mekanisme jual beli ilegal dari seorang mantan anggota anggota Kompi 3 Batalyon B Pelopor Sat Brimob Polda Kalimantan Timur.

Dari informasi yang dihimpun TribunKaltim.co, terungkap bahwa pembelian senjata api jenis revolver ZBRO JOVKA 5566A00659 warna hitam yang digunakan pelaku untuk mengeksekusi korban, bermula pada pertengahan tahun 2022. 

Saat itu dari 10 terdakwa bernama Aulia Rahim alias Rohim alias Kohim bin Hanafi membeli senpi seharga Rp 15 juta dari anggota Brimob berinisial DA yang saat itu masih aktif sebagai anggota Kompi 3 Batalyon B Pelopor Sat Brimob Polda Kalimantan Timur.

Baca juga: Sidang Kasus Penembakan di THM Samarinda, 4 Fakta Asal Senpi Milik Eks Anggota Brimob yang PTDH

Usai transaksi selesai, Terdakwa Aulia Rahim menyerahkan senjata api tersebut kepada terdakwa Julfian alias Ijul.

Tujuan pembelian senjata tersebut adalah untuk pegangan dan membalaskan dendam oleh terdakwa terhadap Dedy Indrajid Putra, yang mereka duga sebagai pelaku pembunuhan kakak kandung mereka, Jumriansyah (Alm) beberapa tahun yang lalu. 

Sementara itu, Kapolresta Samarinda Kombes Pol Hendri Umar menjelaskan, alur kepemilikan senjata tersebut murni melibatkan transaksi pribadi dan oknum, serta dipastikan bukan merupakan inventaris organik dari TNI maupun Polri.

"Dapat kami sampaikan bahwa senpi yang digunakan dalam penembakan ini, setelah kita lakukan pengecekan balistik dan forensik, itu merupakan senjata api jenis pabrikan, tapi tidak merupakan organik dari TNI dan Polri. Bisa dipastikan itu bukan senjata dari Polri dan juga dari TNI juga sudah kita pastikan tidak," tegasnya pada Kamis, (13/11/2025).

Lanjutannya, Oknum anggota Brimob berinisial DA itu yang terlibat dalam peredaran senjata tersebut, kini telah menjalani sidang kode etik dan dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari kepolisian.

Baca juga: Sidang Penembakan di THM Samarinda, Kuasa Hukum Korban dan Terdakwa Beda Tafsirkan Kesaksian 6 Saksi

Putusan banding menguatkan sanksi tersebut, sehingga statusnya sebagai anggota kepolisian resmi dicabut.

Ia juga mengungkapkan anggota Brimob yang kini jadi eks anggota Kompi 3 Batalyon B Pelopor Sat Brimob Polda Kalimantan Timur mendapatkan senpi itu pada tahun 2018 saat bertugas (BKO) di Jakarta, dan saat itu ia membelinya dari warga sipil dalam kondisi rusak. 

Setelah diperbaiki dan berfungsi kembali, DA menjualnya pada tahun 2022 kepada Aulia Rahim dengan harga Rp 15 juta karena faktor ekonomi. Kemudia dari AuliaRahim, senjata tersebut berpindah tangan ke Ijul untuk mengeksekusi Dedy Indrajid Putra di THM Crown jalan Imam Bonjol Samarinda.

"Koneksinya antara salah satu dari senjata itu, hanya sebatas jual-beli saja, dan itu pun sudah terjadi dari tahun 2022," ujarnya. 

Perwira berpangkat melati tiga itu juga menegaskan bahwa transaksi tersebut murni melalui proses jual beli ilegal, bukan penyerahan resmi atau kehilangan. 

Peluru yang digunakan dalam penembakan juga didapatkan satu paket saat transaksi jual beli senpi tersebut. (*)

 

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved