Legislator Senayan Temukan Banyak Anak-anak tak Punya Akte Kelahiran
Selain di Pulau Nunukan, pihaknya juga meyakini masih banyak anak-anak yang mendiami wilayah perbatasan tanpa dilengkapi dokumen identitas
TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR – Salah satu permasalahan di wilayah perbatasan yang berhasil dikuak oleh Komisi VIII DPR RI adalah dokumen identitas anak-anak.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Hj Ledia Hanifa Amaliah menjumpai sejumlah anak-anak di Nunukan tak memiliki identitas berupa akte kelahiran.
Selain di Pulau Nunukan, pihaknya juga meyakini masih banyak anak-anak yang mendiami wilayah perbatasan tanpa dilengkapi dokumen identitas tersebut. Padahal kata Ledia, dalam sistem perlindungan anak, setiap anak berhak atas identitas
“Meskipun dia baru ditemukan, ataupun bukan dari keluarga yang terlahir secara administrasi dengan baik, anak berhak atas identitas. Ketika kemarin kami di Ponpes Mutiara Bangsa Nunukan, ternyata banyak anak tidak punya akte kelahiran. Padahal mereka punya hak untuk itu,” sebut Ledia usai gelaran pertemuan antara komisi VIII DPR RI dengan Pj Gubernur Kaltara Triyono Busi Sasongko dan jajarannya, di Kantor Gubernur Kaltara, Kamis (6/8/2015).
BACA: Akta Kelahiran Anak Terpaksa Terbit Tanpa Nama Ayah Kandung
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut menyatakan persoalan terdapatnya anak-anak yang tidak memiliki akte kelahiran tak semestinya terjadi. Pasalnya, di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sebutnya memiliki banyak program yang berkaitan dengan pemberian akte kelahiran gratis.
Dikhawatirkan, tanpa identitas kependudukan dan akte kelahiran sejak masa kecil akan mengganggu masa depan sang anak.
“Anak-anak ini akan susah punya KTP dan akan meneruskan sekolah, persyaratannya mereka harus punya akte kelahiran. Kemudian nanti untuk membuat ijazah. Memasuki usia dewasa juga diperlukan saat akan menikah. Jadi sebetulnya ini rentetan yang sangat panjang. Dan sebetulnya identitas itu adalah hak mereka yang harusnya terima,” katanya.
Selain itu, dikhawatirkan pula tanpa dokumen administrasi kependudukan bakal dijadikan peluang oleh negara tetangga untuk menggaet anak-anak Indonesia berpindah ke negara tetangga, Malaysia.
BACA: 70 Persen Warga Berau tak Punya Akta Kelahiran
“Kemungkinan juga bisa perpindah ke negara tetangga. Artinya kita tidak bisa menutup mata bahwa ada banyak yang memiliki dua identitas. Dan ini juga jadi problem ke depannya. Karena Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal,” tambahnya.
Persoalan tersebut menurutnya bukan semata kesalahan orang tua, juga pemerintah. Persoalan hak anak atas dokumen identitas hanya belum dipahami oleh banyak pihak.
“Ini orang tuanya yang tidak paham, atau kemudian pemerintah sendiri harus lebih antisipatif dalam persoalan ini. Tetapi tidak sepenuhnya juga bahwa ini adalah kesahan pemerintah. Dan jika kemungkinan terkategori sebagai anak yang tidak terurus orang tua dan kemiskinan, ini kan harusnya masuk database terpadu untuk mendapatkan bantuan langsung dari pemerintah,” jelasnya.
Kendati demikian, pihaknya melalui Komisi VIII DPR RI berjanji akan membawa persoalan dokumen identitas anak perbatasan tersebut ke pusat untuk dibicarakan dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pasalnya kata Ledia, persoalan tersebut merupakan kewenangan lintas lembaga/instansi.
“Ketika kita bisacara soal lintas, maka kewenangannya intansi pencatatan itu sejauh mana. Itu harus didiskusikan lebih dalam lagi. Kasus seperti ini harus dibawa pembahasan sampai ke tingkat pusat,” tegasnya.