ADD tak Cair karena Pusat Belum Pastikan Dana Transfer
Pemerintah Desa di sejumlah kecamatan di Kabupaten Nunukan sempat melakukan boikot pelayanan terhadap masyarakat.
TRIBUNKALTIM.CO, NUNUKAN - Sekretaris Kabupaten Nunukan Tommy Harun mengatakan, Pemkab Nunukan tidak bisa mencairkan Alokasi Dana Desa (ADD) tahap kedua tahun anggaran 2016, karena belum adanya kepastian dana transfer sebesar Rp 100 miliar dari pusat.
Padahal, kata dia, sisa dana transfer itu diharapkan bisa digunakan untuk pembayaran ADD tahap kedua yang totalnya mencapai sekitar Rp16 miliar.
‘’Sampai 29 Desember tidak ada kepastian dana transfer ke kita. Itu nominalnya sekitar Rp 100 miliar lebih. Karena tidak ada kepastian, berarti tidak ada harapan. Makanya keluar surat edaran itu,” ujarnya, Jumat (6/1/2017).
Pemkab Nunukan melalui Sekretaris Kabupaten Nunukan mengeluarkan edaran yang menjelaskan, ADD tahun anggaran 2016 sebesar Rp 40 miliar telah didistribusikan melalui pencairan tahap pertama sebesar Rp 24 miliar dari rekening kas umum daerah ke rekening kas masing-masing desa.
Baca: ADD tak Dicairkan, Aparat Desa Tidak Gajian Enam Bulan
Namun, penerimaan dari dana perimbangan dan pendapatan asli daerah yang telah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Nunukan 2016 tidak tercapai sesuai dengan target sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya defisit anggaran Kabupaten Nunukan tahun 2016.
“Dengan terjadinya defisit APBD tahun anggaran 2016, menyebabkan penyaluran alokasi dana desa sebesar Rp 16 miliar tidak dapat ditransfer ke rekening masing-masing desa,” penjelasan Tommy melalui surat tertanggal 29 Desember 2016 yang ditujukan kepada seluruh kepala desa di Kabupaten Nunukan.
Pemerintah Desa di sejumlah kecamatan di Kabupaten Nunukan sempat melakukan boikot pelayanan terhadap masyarakat.
Sejumlah kantor desa di Kecamatan Nunukan, Kecamatan Sebatik dan Kecamatan Sembakung menghentikan pelayanan, karena ADD tahap kedua tahun anggaran 2016 tidak dicairkan. Akibatnya, aparat desa tidak menerima gaji selama enam bulan.
Tommy berharap, aksi boikot seperti ini tidak dilakukan lagi. Karena justru akan menambah persoalan. “Bukan menjadi solusi untuk permasalahan yang terjadi,” ujarnya.
Dia menyebutkan, dalam birokrasi tidak dibenarkan untuk melakukan mogok pelayanan. Sebab aparatur pemerintah telah disumpah untuk melayani dan masuk dalam sebuah sistem negara.
“Mereka adalah alat negara sehingga ancaman demo bisa diartikan menyalahi aturan,” ujarnya.
Dia memahami kekecewaan yang dialami aparatur desa. Hal itu disebabkan, karena selama ini mereka kemungkinan belum tahu sistem anggaran seperti ini.
“Tetapi kalau karena masalah ini mereka menuntut pemerintah daerah, kami menuntut pusat, pusat mau nuntut siapa? Masak menuntut Amerika? Jadi kalau menuntut pemerintah sama saja menuntut masyarakat,’ katanya.
Dia mengatakan, kondisi defisit anggaran tahun ini memang cukup parah. Akibatnya dilakukan rasionalisasi anggaran dengan mengurangi tenaga honor atau menghilangkan anggaran makan minum, menghapus anggaran seragam ataupun mengurangi tunjangan tambahan penghasilan serta membatasi perjalanan dinas. Upaya inipun ternyata masih belum mampu menutupi defisit anggaran.
“Itu baru bisa menambal sekitar 10 persen dari total kebutuhan,” katanya.