Soal Pergantian Jabatan Ketua DPRD Kota Samarinda, Ini Pendapat Akademisi
Pemberhentian pimpinan DPRD sebelum masa jabatannya berakhir, dapat dilakukan dengan 4 alasan
Laporan Wartawan Tribun Kaltim Budhi Hartono
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, Herdiansyah Hamzah memberikan pandangan hukum tata negara, terkait perselisihan pergantian jabatan Ketua DPRD Kota Samarinda.
Perselisihan pergantan jabatan Ketua DPRD Kota Samarinda antara Alphad Syarif dan Jafar Abdul Gaffar sebagai kader DPD II Partai Golkar Samarinda.
Sebelum memaparkan, Herdiansyah mengatakan, berusaha seobjektif mungkin memberikan pandangan dalam kacamata hukum tata negara, tanpa tendensi keberpihakan kepada pihak manapun.
Baca: Abdul Kadir: Alphad Sudah Tak Memenuhi Syarat Jadi Ketua DPRD
"Pemberhentian pimpinan DPRD sebelum masa jabatannya berakhir, dapat dilakukan dengan 4 alasan, yakni, meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan sebagai anggota DPRD dan diberhentikan sebagai pimpinan DPRD," ucap Castro, panggilan akrabnya, Senin (20/2/2017).
Menurut dia, perselisihan pergantian jabatan Ketua DPRD Samarinda diusulkan melalui partai politik yang bersangkutan.
"Dan itu menjadi hak partai politik sebagaima dirujuk pada Pasal 42 ayat (3) huruf b PP 16/2010 tentang Pedoman Pernyusunan Peraturan dan Tata Tertib DPRD (Lihat juga tata tertib DPRD Samarinda)," tuturnya.
Jika yang bersangkutan keberatan alias menolak untuk diberhentikan?
Baca: Alphad Sebut SK Penunjukan Ketua DPRD Ditandatangani Aburizal Bakrie
Menurut Castro, keputusan partai yang mengusulkan pemberhentiannya sebagai ketua DPRD, maka ini dikategorikan sebagai perselisihan partai politik.
"Silahkan baca penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU 2/2011 tentang Perubahan UU 2/2008 tentang Partai Politik, secara eksplisit menyebutkan bahwa cakupan perselisihan Partai Politik.
Itu meliputi perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan, pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik, pemecatan tanpa alasan yang jelas, penyalahgunaan kewenangan, pertanggungjawaban keuangan, dan/atau keberatan terhadap keputusan Partai Politik," bebernya. (*)