Uang Rp6.000 Trilun Dibuang Percuma. Makjleb, Sindiran Jusuf Kalla pada Pemerintahan Masa Lalu
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia memiliki dua kesalahan pokok dalam mengambil kebijakan ekonomi selama 20 tahun terakhir.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia memiliki dua kesalahan pokok dalam mengambil kebijakan ekonomi selama 20 tahun terakhir.
Hal ini disampaikan Kalla saat memberikan kuliah umum kepada Peserta Program Pendidikan Reguler (PPRA) ke-56 dan Program Pendidikan Singkat (PPSA) ke-21 Lemhanas Tahun 2017, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (28/8/2017).
Kesalahan pertama, kata Kalla, adalah saat Indonesia memutuskan untuk mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Kebijakan ini terjadi di era Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri.
"Kita berikan BLBI yang berlebihan sehingga negara berutang, mengeluarkan dana hampir lebih dari Rp 600 triliun hanya dalam waktu dua tahun," ujar Kalla.
"Rp 600 triliun waktu itu apabila dihitung sekarang segala macam bunganya bisa kira-kira Rp 3.000 triliun," kata dia.

Lalu kesalahan kedua adalah kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan ini dilakukan selama dua periode pemerintahan presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Di periode pertamanya, SBY berpasangan dengan Kalla.
"Kita menyubsidi BBM kita begitu besar dalam waktu sepuluh tahun. Yang menikmati orang punya mobil seperti kita semua di sini," ucap Kalla.
"Apabila digabung semua itu mungkin kira-kira Rp 6.000 triliun yang kita telah buang untuk menyelesaikan masalah-masalah," tuturnya.
Menurut Kalla, dua kesalahan inilah yang menyebabkan kemajuan ekonomi Indonesia tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.
Kalla berandai-andai, misalkan dana tersebut setengahnya saja dipakai untuk membangun infrastruktur, seperti yang digenjot di era pemerintahannya bersama Presiden Joko Widodo saat ini.
"Sekiranya setengah saja kita pakai untuk infrastruktur, infrastruktur kita tidak akan kalah dari negara tetangga. Tidak akan kalah," ucap Kalla.
Fitra: Kasus BLBI Hampir Jadi Fosil
Sebelumnya, FITRA mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaikkan status kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke tingkat penyidikan.
Dalam kasus BLBI itu, KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung sebagai tersangka.
KPK butuh waktu bertahun-tahun untuk menyelidiki kasus BLBI.