Persediaan Menipis, Ribuan Pengungsi Rohingya Mulai Rebutan Makanan
Anak-anak dan perempuan mengetuk jendela mobil atau menarik-narik baju wartawan sambil mengusap-usap perut dan mengemis meminta makanan.
TRIBUNKALTIM.CO, MYANMAR - Dengan kedatangan pengungsi Rohingya dari Myanmar yang masih membanjir, mereka yang telah memadati kamp-kamp dan permukiman darurat di Bangladesh menjadi semakin putus asa karena tak mencukupinya kebutuhan dasar dan menipisnya persediaan.
Perkelahian terjadi karena berebut makanan dan air.
Anak-anak dan perempuan mengetuk jendela mobil atau menarik-narik baju wartawan sambil mengusap-usap perut dan mengemis meminta makanan.
Baca: Soal Rohingya, Jenderal Tito Siap Temui Bos Polisi Myanmar
PBB, Sabtu (9/9/2017) menyatakan diperkirakan 290 ribu Muslim Rohingya telah tiba di distrik perbatasan, Cox’s Bazar dalam dua minggu terakhir saja.
Mereka bergabung dengan sedikitnya 100 ribu orang yang telah berada di sana setelah melarikan diri karena kerusuhan atau persekusi di Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha.
Jumlah itu diperkirakan akan terus membengkak, karena ribuan orang menyeberangi perbatasan dengan berjalan kaki setiap hari.
Baca: SBY Ajak Kader Demokrat Membantu Pemerintahan Jokowi-JK
Baca: Duo Maia Tampil Menghibur Pengunjung e-Walk, Beri Kado Spesial di HUT BSB
Baca: Bermain 10 Orang, Liverpool Dibantai City 5-0
Baca: Owa Kelampiau, Monyet Paling Setia dengan Pasangannya
Juru bicara Badan Pengungsi PBB, UNHCR Vivian Tan mengatakan, semakin banyak orang yang datang.
"Karena kamp-kamp sudah melebihi kapasitasnya, para pendatang baru spontan mendirikan permukiman darurat di pinggir jalan atau di lahan yang tersedia. UNHCR berusaha memberi bantuan sedapat mungkin di dalam kamp-kamp, namun mengalami kesulitan besar karena setiap hari ada saja orang yang datang tanpa tujuan," jelas Tan.
Baca: Aung San Suu Kyi Nilai Sentimen Anti-Myanmar karena Hasil Berita Hoax Pendukung Teroris
Banyak di antara yang baru tiba itu semula terkejut dan trauma setelah melarikan diri dari kekerasan yang merebak pada 25 Agustus lalu di negara bagian Rakhine, Myanmar.