Puluhan Tahun Tinggal di Hutan Amborawang, Ternyata Nasib Tapol Menyedihkan
Sekitar awal 1977, pelaksana khusus militer daerah Kaltim mengeluarkan perintah kepada para tapol di Kamp Sumber Rejo untuk melakukan kerja
Penulis: Budi Susilo | Editor: Sumarsono
TRIBUNKALTIM.CO - Masyarakat sipil yang dicap sebagai tahanan politik PKI (Tapol) jumlahnya cukup banyak. Menurut pelaku sejarah, Aloysius Pailan (78), jumlah tapol dari sipil sekitar 200 orang, sisanya dari kalangan militer sekitar puluhan orang. Tahanan tersebut ditempatkan di Kamp Konsentrasi Sumber Rejo, Balikpapan.
PAILAN masih ingat, sekitar awal 1977, pelaksana khusus militer daerah Kaltim mengeluarkan perintah kepada para tapol di Kamp Sumber Rejo untuk melakukan kerja di daerah Amborawang, Kutai.
"Kami disuruh kerja paksa. Membuat bantalan untuk rel kereta api yang bahannya terbuat dari kayu belambangan. Hasilnya tidak dipakai untuk di Kalimantan, mungkin dikirim ke Jawa atau Sumatera," ujarnya.
Baca: Status Tersangka Gugur di Praperadilan, Apakah Setya Novanto Masih Dapat Diperiksa KPK?
Sebagai seorang tapol tentu saja tidak bisa membantah perintah, apalagi menghindar. Penjagaan di Kamp Sumber Rejo sangat ketat. Sekali pun lari akan sangat mudah terlacak, bakal mudah ketangkap lagi.
Menurut Pailan, kegiatan kerja paksa membuat bantalan kereta api itu sangat berat. Alat kerja yang disediakan tidak memadai. Upah pun tidak diberi, hanya makan seadannya saja, nasi hanya sayur.
Di lokasi itu, para tahanan hanya ditempatkan barak. Fungsi barak ini sebagai tempat teduh, berbaring tidur, dan berlindung kala turun hujan deras. Selain barak, juga ada bangunan lain yang digunakan untuk dapur umum. "Yang buat para tahanan," ujarnya.
Jam kerja yang diberlakukan untuk membuat bantalan rel kereta api dilakukan setiap hari, tidak mengenal hari libur sabtu dan minggu atau tanggal merah. Kerja dimulai setelah sarapan pagi hingga tengah malam. Istirahat hanya dilakukan saat makan siang.
Baca: Parfum Walet Buatan Warga Kukar Ini Tembus Pasar Malaysia dan Vietnam
"Malam juga kerja. Waktu itu supaya tidak gelap gulita dibawakan lampu petromak, jadi alat penerangan. Kami kerjanya diawasi sama tentara," tutur Pailan, yang pernah bertempat tinggal di Tarakan bersama ayahnya saat masih usia bocah.
Menjelang tutup tahun, memasuki 22 Desember 1977, para tapol yang dicap PKI di Balikpapan akan mendapat angin segar. Tahanan yang berasal dari elemen sipil maupun militer kabarnya akan mendapat pembebasan.
Momen ini direkaman betul dalam ingatan, pelaku sejarah, Untung Soeyanto (75). "Kepala kamp kasih kabar. Kalian mau dibebaskan. Senang kami mendengarnya," katanya.
Tahanan politik yang dibebaskan sekitar 800 orang, yang semuanya berasal dari Balikpapan. Pembebasan ini pun dilakukan secara seremonial, digelar di lapangan sepakbola, yang kini Lapangan Merdeka Balikpapan.
Baca: Pengurus “Simpan Pinjam Perempuan” Masuk Sel
Pelaksanaan pembebasan tahanan dipimpin petinggi militer di Kodam. Saat sebelum dilepas, para tahanan wajib mengikrarkan kalimat butir-butir yang dikandung dalam Pancasila dan nyatakan setia kepada NKRI.
Namun disayangkan, setelah ada pembebasan, mereka yang berlatar belakang tentara diwajibkan masih tinggal di Kamp Sumber Rejo, dan harus selalu melakukan apel. Sementara tahanan yang sipil diperbolehkan pulang, bahkan rumahnya di luar Balikpapan mendapat ongkos. (*)