Cerita Korban Kebakaran di Penampungan

Yang Saya butuhkan Sekarang Tempat Tinggal

Tiba-tiba Sulastri menghela nafas panjang dan mengusap lehernya, saat mengingat peristiwa kebakaran. Bagaimana tidak, saat itu

Penulis: tribunkaltim | Editor: Martinus Wikan
tribunkaltim.co/muhammad fachri ramadhani
Korban kebakaran di Kelurahan Klandasan Ulu Balikpapan masih terjaga kendati jam menunjukkan pukul 01.20 Wita, Minggu (7/1/2018) dini hari. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Seorang ibu beranak 3 masih berada di luar tenda penampungan korban kebakaran yang berada persis di samping kantor Wali Kota Balikpapan. Perempuan paruh baya itu memilih berada di luar tenda. Minggu (7/1/2018) jarum jam saat itu menunjukkan pukul 01.20 dini hari.

Bersama saudara perempuannya yang juga jadi korban kebakaran, mengenakan daster mereka berbincang di luar tenda.

Kendati dedaunan pada pohon di sekelilingnya tampak basah bukan karena hujan, namun akibat embun yang mulai turun perlahan.
Sulastri (49) namanya, ia salah satu korban kebakaran yang menghanguskan 5 RT di Kelurahan Klandasan Ulu Balikpapan, Kalimantan Timur. Dari kantung matanya yang gemuk tersirat keresahan dalam benaknya.

Perempuan asal Nganjuk Jawa Timur telah puluhan tahun tinggal di Balikpapan, ia mengaku tak bisa tidur. Padahal biasanya pukul 21.00 Wita, matanya dipastikan terpejam bila berada di rumah.

Namun kenyataan berkata lain, rumah Sulastri di RT 12 nomor 35 Jalan Wiluyo Puspoyudo kini tinggal arang. Api melahap rumah yang ia bangun bersama suaminya sejak 1985 silam.

Sudah 2 malam ia tinggal di tenda penampungan. Selama itu pula matanya sukar berkompromi untuk terlelap. Ia mengaku tak bisa tidur nyenyak di tenda penampunhan nomor 12. Bukan karena tempat yang disediakan tak nyaman atau serba kekurangan, namu lantaran selalu kepikiran rumahnya yang kini jadi abu.

"Ya, mana bisa tidur nyenyak, mas. Kepikiran rumah terus, gimana nasib saya ke depan?" tuturnya.

Yang ada di dalam pikirannya yakni tak mungkin selamanya keluarganya tinggal di tenda tersebut. Hal itulah yang menghantui dirinya sejak 2 hari yang lalu. Kepastian tempat tinggal yang belum jelas, jadi beban tersendiri menghadapi kenyataan hidup ke depan.

"Terimakasih buat warga yang banyak membantu. Tapi yang saya dan korban lain butuhkan, ya tempat tinggal. Semoga pemerintah bisa carikan solusi segera," harapnya.

Istri penjual tempe di Pasar Klandasan tersebut mengungkapkan terpaksa tinggal di tenda penampungan, karena tak memiliki tempat tinggal lagi di Balikpapan. "Ada rumah keluarga di sini, tapi kecil, mas. Makanya semua (keluarga) tidurnya di sini," ujarnya.

Sulastri mengaku di tenda penampungan bersama keluarga, mereka tak kekurangan apapun. Makan 3 kali sehari, diberi banyak bantuan mulai dari pakaian hingga keperluan rumah tangga lainnya. "Kalau makan sampai keperluan sehari-hari, tak kekurangan apapun, mas," bebernya.

Hanya saja, ia tak mampu berkelit bahwa kenyataan bila siang hari kondisi di dalam tenda panas. Bahkan tubuhnya pun menyerah, dan lebih memilih keluar tenda bila matahari tepat di atas kepala. "Kalau siang, panas sekali. Mana ada yang tahan di dalam," akunya.

Sementara bila malam atau hujan, 9 jiwa yang berada dalam tenda nomor 12 tersebut harus menahan rasa dingin lantaran dinding dan alas tenda yang ia tinggali bukan terbuat dari kayu atau beton.

"Ya, kalau malam begini. Dingin. Tapi untung selimut disediakan, setidaknya ngurangin dingin. Yang penting anak-anak bisa tidur," katanya setengah tertawa.

Tiba-tiba Sulastri menghela nafas panjang dan mengusap lehernya, saat mengingat peristiwa kebakaran. Bagaimana tidak, saat itu ia bersama 3 anak dan suaminya tengah tidur lelap.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved